19 :: Pernyataan

215 49 9
                                    

Nadira di bawa pindah oleh keluarga Jave ke tempat yang jauh lebih tertutup dan sulit di jangkau sembarang orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nadira di bawa pindah oleh keluarga Jave ke tempat yang jauh lebih tertutup dan sulit di jangkau sembarang orang. Yang bisa masuk ke kawasan itu hanyalah orang-orang yang tinggal disana, tidak lebih. Penjagaan sangat ketat, dan bahkan satpam bekerja selama 24 jam.

"Kamu gak perlu mikirin tentang sekolah karena om bakal biayain home schooling buat kamu. Sekarang, kamu fokus sama kesembuhan mental kamu sendiri, kamu harus menyibukkan diri dengan hobi kamu atau apapun itu. Kamu harus sembuh Nadira. Kamu harus membuat mereka membayar semuanya."

Ujaran itu terlontar dari bibir tipis Dave yang sudah berjongkok di hadapan Nadira dengan tatapan sendu. Dia sudah mengetahui latar belakang Nadira dari Jave dan Jenan. Maka dari itu, dia memutuskan untuk menyelamatkan malaikat kecil itu.

Kelopak mata Nadira memanas. "Makasih om. Maaf kalo kesannya Nadira ngerepotin."

"Gausah ngerasa kayak gitu, ini bukan apa-apa kok." Dave mengusap pelan pucuk kepala Nadira, kemudian beranjak.

Jave dan Jenan melangkah masuk sambil membawa dua koper di masing-masing tangan mereka. Senyum manis Nadira terbentuk ketika matanya beradu tatap dengan Jave. Entah harus bagaimana dia mengucap syukur kepala Tuhan karena sudah mempertemukannya dengan Jave.

"Tante Ratna dimana?" tanya Dave.

"Masih nurunin sisa barang di mobil." Sahut Jenan, lalu masuk ke salah satu kamar.

Jave duduk di sebelah Nadira. "Gimana sekarang, udah cukup tenang?" tanyanya seraya menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Nadira.

Anggukan pelan Nadira berikan. "Hm, udah mendingan. Makasih ya."

"Syukurlah, kalo butuh apa-apa langsung bilang aja ke gua." Jave tersenyum tipis. "Maaf, liburan kita ketunda karena harus pindah kesini. Tapi, ini semua demi kebaikan lu. Kalo kita gak pindah, papa lu pasti bakal terus dateng kesana." Lanjutnya menjelaskan.

"Hm, gapapa. Gua gabutuh liburan. Gua butuh lu."

Kalimat itu terlontar begitu saja dari bibir ranum Nadira. Keadaan mendadak hening, karena kali ini jantung Jave yang berdegup dua kali lebih cepat. "Ra..."

"Jave, gua gak maksud gitu. Duh, gimana ya. G-gua gak sengaja." Nadira gelagapan seperti orang gila.

Sementara Jave sudah terkekeh pelan menatap kepanikan Nadira. "Gak sengaja apa? Emangnya lu ngapain gua?" jahilnya.

Nadira berdecak sebal. "Duh, gua gasengaja ngomong gitu. Gatau deh, aneh." Gerutunya, lalu hendak beranjak.

Tangan kekar Jave menarik pergelangan tangan Nadira hingga kembali terduduk. Pria itu mengunci tubuh Nadira di atas sofa menggunakan kedua tangannya, dan mendekatkan wajahnya. "Cantik." Gumam Jave.

"H-huh?" Nadira melongo dengan kelopak mata membelalak.

"Jadi pacar gua mulai sekarang. Gua bakal kasih hidup gua buat lu, Ra."

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang