29 :: Kecelakaan

197 28 8
                                    

Setelah melewati hari yang cukup melelahkan kemarin, Nadira dan Jave kembali menjadi seorang mahasiswa di universitas Angkasa pagi ini. Mereka merasa cukup lega karena sebagian urusan sudah di atasi dengan baik berkat bantuan sang omah.

"Nadira."

Suara berat itu membuat Jave menghela nafas berat, melirik Kenneth yang baru saja datang menghadang jalan mereka. Ekspresi wajah Kenneth nampak semu. "Ra, aku denger kamu ngambil alih semua perusahaan om Doni sama tante Tania. Kenapa, Ra? Tindakan kamu terlalu jauh." Protesnya.

Nadira menaikkan sebelah alis. "Lu bilang apa barusan? Perusahaan om Doni sama tante Tania? Itu tuh perusahaan gua! Semua perusahaan dan bisnis yang mereka jalanin selama ini tuh punya orang tua kandung gua yang di warisin ke gua! Paham lu?!" sahutnya sedikit membentak karena kesal.

"Lu kalo gatau apa-apa mending diem." Jave menambahkan sambil berdecih pelan.

Rahang Kenneth mengeras. "Gua emang gatau tentang warisan itu, tapi menurut gua ini keterlaluan. Sekarang, om Doni gapunya apa-apa, rumah mereka bahkan terancam di sita bank karena hutang mereka." katanya.

"Keterlaluan? Terus gimana sama mereka yang selama ini mukulin gua?" Nadira bersedekap lalu mendekat ke arah Kenneth dengan kelopak mata memanas. "Mereka bahkan udah ngebunuh orang tua kandung gua karena harta." Lanjutnya bergetar.

Kenneth membelalakan mata menatap Nadira tak percaya. "Ra, kamu serius?"

"Buat apa gua bohong soal ginian? Keterlaluan? Mereka yang udah keterlaluan ngancurin hidup gua." Air mata Nadira mulai mengembang karena emosional.

Enggan melihat Nadira menangis, Jave lantas merangkulnya. "Jangan pernah ikut campur lagi." pinta Jave kepada Kenneth sebelum pada akhirnya melenggang pergi.

.

.

.

Doni menemui beberapa preman bayaran yang bisa mencelakai atau bahkan membunuh seseorang. Memang membutuhkan biaya yang besar, tapi Doni menyanggupi itu dengan sisa tabungannya.

"Kamu incar anak ini, bagaimanapun caranya dia harus mati." pintanya menunjukkan selembar foto wajah Nadira.

Keempat preman itu mengangguk mantap. "Siap tuan."

"Jangan sampe gagal, kalau gagal kalian harus kembaliin uang saya sepuluh kali lipat! Ingat itu!" ancam Doni lalu pergi begitu saja.

.

.

.

Setelah menyelesaikan kelas hari ini, Nadira memutuskan untuk pergi ke cafe seberang kampus untuk membeli minuman dingin dan juga cemilan untuk Jave. Ya, lagi dan lagi pria itu telat keluar karena materi tambahan. Jadi, Nadira terpaksa harus pergi sendiri.

Jalanan nampak sepi, Nadira menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keberadaan kendaraan. Ketika jalanan kosong, Nadira lantas melangkah menelusuri zebra cross dengan santai.

TINNN!! TINNN!!!

"Awas!!!!" Seorang mahasiswa yang baru keluar gerbang langsung berteriak sekencang mungkin melihat mobil box yang melaju cepat ke arah Nadira.

Dengan mata membelalak Nadira pun menoleh dan...

SRET!

BRUKKKKHHH!!!

"JAVEEEEEE!!!!"

.

.

.

"Pasien darurat datang!!"

Jenan langsung berlari menghampiri seorang mahasiswa yang tubuhnya berlumuran darah tak berdaya. Sial. Apakah dia salah lihat? Kenapa pria itu...

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang