14 :: Kehangatan

271 57 44
                                    


07.45 pagi
SMA Bumi Merpati

Seorang pria tampan berjaket kulit hitam menghentikan motornya di salah satu celah parkiran sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pria tampan berjaket kulit hitam menghentikan motornya di salah satu celah parkiran sekolah. Tangan kekar Jave melepas helm, lalu sedikit merapikan rambut hitamnya yang berantakan. Mulai hari ini sampai ujian akhir semester, Jave akan berangkat ke sekolah sendiri.

Kenapa? Karena Nadira menyetujui tentang pemindahan sekolahnya. Tidak perlu menunggu ujian akhir seperti Jave, karena minggu depan gadis itu akan langsung pergi sekolah baru.

"Jave."

Si pemilik nama menoleh, ke arah gadis cantik berambut cokelat panjang yang sudah berdiri di belakangya. Kedua alis Jave tertaut samar, dia turun dari motor dengan perasaan bingung. "Jennifer?"

"Gue mau ngobrol sebentar, boleh?"

Tanpa ragu, Jave pun mengangguk singkat. "Ngomong aja."

Sebelum berbicara, Jennifer menoleh ke segala arah untuk memastikan keadaan. Sepi. Baiklah, sepertinya cukup aman. "Gue mau tanya tentang Nadira."

"Gausah tanya ke gu-"

"Gua tau lu pasti nyembunyiin Nadira di suatu tempat." Potong Jennifer cepat. "Lepas, Jave. Biarin Nadira pulang ke keluarganya. Lu gak ada hak ikut campur sama sekali walaupun kalian terbilang dekat."

Sebelah alis Jave terangkat. "Lu juga gak ada hak buat ngelarang gua."

"Jave, ini demi kebaikan lu. Keluarga Nadira cukup berpengaruh. Papanya pengusaha kaya raya yang terjun ke dunia politik, dan mamanya pemilik puluhan cabang hotel dan restoran bintang lima. Lu bisa habis kalo mereka ngelakuin sesuatu."

Jave berdecih pelan. "Terus? Gua harus jungkir balik gitu? Menurut lu, siapa yang bakal menang disini? Gua atau orang tua Nadira??"

Jennifer terbungkam.

"Bilang ke om Doni, mau gimanapun usaha dia buat cari Nadira, dia gakan pernah bisa. Gua adalah orang pertama yang bakal bikin om Doni hancur kalo sampe dia nyentuh Nadira sekali lagi." ucap Jave penuh penekanan, lalu melenggang pergi.

Karena gagal mempengaruhi, Jennifer menghentak sebelah kakinya kesal. Dia menatap punggung Jave tajam sambil mengumpat di dalam hati.

.

.

.

Haikal dan Ellen di haruskan untuk makan bersama Jave di kantin, siang ini. Karena ada sesuatu yang harus di sampaikan mengenai Nadira. "Tumben banget ngajak gua makan bareng?" tanya Ellen membuka topik obrolan.

"Nadira pindah sekolah."

Pernyataan yang terlontar dari mulut Jave membuat keduanya membelalakan mata. "Hah?!" kaget Ellen.

"Bentar, kok bisa tiba-tiba pindah sekolah???" Haikal ikut kebingungan.

Jave meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. "Jangan berisik. Yang tau ini cuma kita. Gua ngasih tau kalian karena kalian udah terlanjur terlibat."

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang