Hari demi hari telah berlalu, semua berjalan dengan semestinya walaupun terkadang Jave mendapatkan beberapa ancaman dari Kenneth dan juga keluarga Nadira. Tidak ada rasa takut sama sekali, hal itu justru membuat Jave lebih bersemangat untuk menjaga Nadira."Hari ini terakhir ujian, kan? Kamu ada rencana apa buat liburan?" pertanyaan itu berasal dari wanita paruh baya yang duduk di seberang Jave.
Jave terdiam sejenak untuk mengunyah makanan, lalu menjawab. "Aku mau pergi liburan sama Nadira."
"Nadira? Anak manis itu? Kamu mau pergi liburan sama dia? Kemana?" tanya sang omah bertubi-tubi karena sudah mengetahui tentang Nadira.
Melihat reaksi tersebut, Jave tertawa pelan. "Belum di tentuin kemana, tapi intinya aku mau bawa Nadira pergi liburan aja. Itung-itung buat ngehibur otak dia."
"Bagus, bawa ke tempat yang dia mau. Kalo kamu kurang biaya, bilang aja ke omah." katanya tegas.
Jave mendengus pelan. "Tumben banget, biasanya omah gapernah suka sama cewek-cewek yang Jave kenalin."
"Beda lah. Kamu gak bisa samain Nadira sama cewek-cewek lain. Walaupun Nadira terlahir di keluarga yang tidak baik, tapi omah salut sama dia. Etika dan cara bicaranya patut di ancungi jempol. Gak kayak cewek-cewek yang cuma mau uang kamu doang." Tutur Omah antusias.
Ada kesenangan tersendiri di dalam diri Jave, ketika mengingat kalau hubungan keluarganya dengan Nadira sangatlah baik.
"Oh ya, gimana sama sekolah baru Nadira? Dia betah?"
"Betah kok, Nadira bilang semua temen-temennya baik sama dia."
Omah menghela nafas lega. "Syukurlah."
"Makasih ya omah." Jave tersenyum manis. "Makasih karena udah ngebiarin Nadira masuk ke sekolah punya omah."
.
.
.
Jenan menghentikan mobilnya di parkiran sekolah yang menjadi satu dengan parkiran kampus. Dia lantas melepas seatbelt lalu menatap gadis di sebelahnya. "Mau ikut sarapan dulu di kafetaria?"
"Engga. Gua males di godain sama temen-temen lu." sahut Nadira ketus.
Kekehan pelan Jenan keluarkan. "Sebut aja nama Jave, nanti mereka kabur sendiri."
"Mereka mana kenal sama Jave."
"Kata siapa?" Jenan tersenyum simpul, lalu melangkah keluar.
Nadira menyusul seraya menggemblok tas ranselnya. "Hari ini jangan samperin gua ke kelas lagi cuma buat ngasih makan siang. Gua gamau di terror sama cewek-cewek yang naksir sama lu." ancamnya.
"Bodo amat." Jenan mencibir sebelum pada akhirnya melenggang pergi.
Helaan nafas gusar Nadira keluarkan. Semakin sering dia bersama Jenan, semakin pula dia mengenal sifat asli pria itu. Cukup rese dan menyebalkan. Mereka bahkan sering adu mulut jika tidak satu pendapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓) Rumah untuk Nadira
FanfictionKisah seorang gadis cantik bernama Nadira yang memiliki kehidupan sempurna di mata orang lain. Siapa sangka? Kesempurnaan itu hanyalah cangkang untuknya agar bisa bertahan hidup. Mempertahankan harga diri, mempertahankan martabat keluarga, dan memp...