10 :: Takut (?)

268 59 46
                                    

Kelopak mata Nadira terbuka perlahan menatap langit-langit kamar, lalu melirik gorden jendela yang masih tertutup rapat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelopak mata Nadira terbuka perlahan menatap langit-langit kamar, lalu melirik gorden jendela yang masih tertutup rapat. Dia lupa, kalau sekarang sudah berada di tempat yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Tidak akan ada orang yang memaksa Nadira untuk belajar sampai subuh lagi, tidak akan ada orang yang memukuli Nadira menggunakan ikat pinggang lagi, dan tidak akan ada orang yang memprovokasi kesalahan Nadira lagi.

Gadis berpiyama merah muda itu mulai beranjak menuju kamar mandi untuk membasuh seluruh tubuhnya.

.

.

.

"Kamu beneran ngambil cuti kuliah, Jen?" tanya seorang wanita berambut cokelat sebahu, yang tengah meletakkan beberapa lauk di atas meja makan.

Jenan mengangguk singkat. "Hm."

"Kenapa? Cedera pinggul kamu kumat lagi ya?" Sorot mata Ratna berubah jadi sendu menatap sang keponakan. "Kamu beneran gak mau di operasi lagi aja, Jen? Tante takut makin parah nantinya."

"Engga. Lagian mau di operasi puluhan kali juga gakan bisa sembuh. Ini penyakit seumur hidup, tan." Sahut Jenan santai, lalu mengambil peralatan makannya.

Dari arah tangga, turunlah seorang gadis mungil berpakaian santai dengan gelagat canggung. Nadira melempar senyuman tipis ke arah Ratna bermaksud menyapa.

"Kamu pasti Nadira?" Ratna terlihat antusias melihat kehadiran gadis itu. Dia lantas melangkah menghampiri dan menggiring Nadira menuju meja makan. "Jave udah cerita semua tentang kamu. Sekarang, kamu sarapan dulu ya? Tante buatin banyak makanan enak biar tenaga kamu kembai pulih." Ujarnya.

Seketika Nadira terdiam menatap seluruh lauk yang terhidang di atas meja. Baru kali ini dia sarapan dengan makanan yang berprotein dan sehat. Biasanya, hanya selembar roti tawar saja.

"Loh, kamu kenapa??" Ratna terkejut melihat beberapa air yang menetes keluar dari mata madu Nadira.

Dengan cepat Nadira menyeka dan menyadarkan diri. "E-engga, aku gapapa. Maaf." Ucapnya.

Mengerti keadaan, Jenan menyodorkan sekotak tisu ke arah Nadira.

"Makasih." Nadira tersenyum kaku ke arah Jenan.

.

.

.

Di sisi lain, Jave baru saja menghentikan kendaraannya di parkiran sekolah. Semua terlihat nampak normal sebelum pada akhirnya ada seorang pria yang datang dari arah gerbang.

Kenneth menghentikan motor tepat di sebelah Jave, melepas helm, lalu melangkah turun menghampiri Jave. "Dimana Nadira???" tanyanya.

"Lu kan pacarnya, kenapa nanya ke gua?"

Tangan kekar Kenneth menarik kerah seragam Jave kasar. "Gua tanya sekali lagi, dimana Nadira???"

Tanpa rasa takut, Jave menepis tangan Kenneth. "Sekalipun gua tau dimana Nadira, gua gak akan pernah kasih tau ke lu." Jawabnya penuh penekanan.

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang