22 :: Makam

214 43 14
                                    

Jave berjalan berdampingan bersama Nadira menelusuri area kampus. Seluruh mata langsung tertuju pada mereka karena fakta mengejutkan baru saja tersebar tadi pagi; cucu dari pemilik kampus masuk menjadi mahasiswa baru.

Ya, tidak mungkin tidak ada yang mengenal siapa cucu dari pemilik kampus selain Jenan. Jave, pria berwajah tampan dan bertubuh kekar itu terus mencuri perhatian kaum wanita. Selain karena visual dan auranya yang menawan, mereka mengincar Jave karena kekuasannya.

Gadis yang menjadi kekasih Jave pasti bisa menguasai kampus sesuka hati.

Nadira menyisir rambutnya kebelakang sambil terus melangkah santai. Kepribadian serta penampilannya pun sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Dia berdecih pelan melihat segerombol wanita yang terus menatap genit ke arah Jave.

"Mereka kayaknya mulai naksir sama lu, gak ada niatan ganti pacar?"

Pertanyaan Nadira membuat langkah Jave terhenti dengan ekspresi kaget. "Sinting ya lu? Bisa-bisanya nawarin gua cewek lain."

"Jaman sekarang kan kayak gitu."

"Gua mah jaman purba. Gak mau gonta-ganti cewek, nanti HIV." Sahut Jave sekenanya.

Nadira tertawa. "Jauh banget otak lu."

"Berisik!" Jave langsung memiting leher Nadira dan menyeretnya pergi.

Dari arah kejauhan, salah satu dari segerombol pria terus memperhatikan keduanya. Benarkah itu Jave dan Nadira? Benarkah mereka kembali ke kota ini? Kenneth masih belum yakin karena penampilan Nadira sangat jauh berbeda.

.

.

.

Setelah melewati dua kelas yang melelahkan, Nadira memutuskan untuk bersantai seorang diri di kafetaria. Selagi menunggu Jave datang, dia memesan beberapa cemilan dan juga minuman dingin. Di tengah suasana santai, tiba-tiba datanglah dua orang gadis berpakaian minim yang langsung duduk di hadapannya.

Nadira sedikit terkejut, karena pasalnya dia tidak kenal sama sekali dengan dua orang itu.

"Halo, nama gua Yuna." Sapa si gadis berambut blonde panjang.

"Kalo gua, Sera." Tambah si gadis berambut cokelat ikal.

Sebelah alis Nadira terangkat samar. "Iya, gua Nadira. Ada keperluan apa?" tanyanya.

Senyum lebar Yuna tak kunjung pudar karena hatinya terlanjur berbunga-bunga. "Eum, gini. Sebelumnya gua mau tanya tentang Jave. Lu keliatan deket banget sama dia, lu adiknya ya? atau sepupunya? Kebetulan gua mau kenalan sama dia. Dia tipe gua banget."

"Terus gimana sama Jenan? Dia sepupuan sama Jave, kan? Kenapa dia keluar dari kampus? Denger-denger dia sakit ya? Tolong dong suruh dia bales chat gua." Kali ini Sera yang merengek dengan wajah melas.

Melihat kedua gadis yang di mabuk asmara itu, ide jahil Nadira langsung muncul ke permukaan. "Kalian berdua naksir sama mereka??"

Yuna dan Sera mengangguk-angguk cepat sambil tersenyum lebar.

Nadira meletakkan ponsel ke atas meja dengan layar menyala. Terlihatlah lockscreen Nadira yang menampilkan photobooth romantis antara dirinya dan juga Jave. Yuna terdiam sesaat, sementara Nadira sudah menyilangkan kaki sambil bersedekap santai.

"Kenapa? Kok mendadak diem?" tanyanya jahil.

Lidah Yuna terasa membeku. "L-Lu...gak mungkin kan???"

"Gak mungkin kenapa?" Nadira masih pura-pura bego, lalu melirik layar ponselnya. "Oh ini, kalian mau liat foto yang lainnya gak? Misal, foto gua sama Jave pas lagi ciuman gitu?"

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang