Lelah rasanya setelah seharian ini berkeliling kota Bukittinggi, mulai dari danau maninjau, jam gadang, lobang Jepang, panorama dan beberapa tempat wisata lainnya.
Setelah ashar, kami bersepakat untuk pulang kerumah Mak Jah di Padang. Diperjalanan pulang aku lebih banyak tertidur dikursi belakang. Rasanya aku benar-benar kelelahan setelah seharian ini.
Mataku masih mengantuk, tapi sayup-sayup aku bisa mendengar pembicaraan antara Uda Farid dan Ani.
"Lama Ani tunggu Uda balik, dulu sewaktu pulang dari Khairo Uda gak kabarin Ani, sekarang pulang dari Jakarta pun Uda gak kabarin Ani, ada apa Uda?" aku tidak paham dengan apa yang dibicarakan Ani. Apa mereka ada hubungan sebelumnya?
"Sudahlah Ani, Uda sekarang disini bukan," jawab Uda Farid dengan nada tak seperti biasanya. Nadanya lelah, tapi bukan lelah karna seharian ini.
"Ani tau, Uda pasti menghindarkan dari Ani, maaf kalau perasaan Ani buat Uda selama ini terganggu. Tapi kenapa Uda gak kasih tau aja semua kalau memang Uda tidak menginginkan Ani, Uda malah memberikan harapan untuk Ani selama ini."
Perasaan? Jadi benar kalau mereka ada hubungan sebelumnya. Tapi sejak perjalanan tadi mereka terlihat biasa saja walau yang lebih mendominasi pembicaraan itu aku.
Walau mataku tertutup tapi aku bisa merasakan suasana canggung yang tercipta. Dua insan yang duduk bersebelahan itu sama-sama terdiam dalam pikiran masing-masing.
Kubuka mataku perlahan dan berdehem sejenak. Mereka yang menyadari aku terbangun dengan segera mengubah ekspresinya masing-masing.
"Sampai mana kita?" tanyaku dan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kananku. "Sebentar lagi maghrib, kita berhenti dulu ya!"
Uda Farid hanya menganggukkan kepalanya dan menghentikan mobil tepat didepan sebuah mesjid yang kami lewati.
Aku dan Ani sama-sama turun dan segera melaksanakan sholat maghrib berjamaah, begitupun dengan Uda Farid.
Ketika hendak kembali ke mobil, tiba-tiba Ani memintaku untuk menggantikannya duduk didepan. Ia beralasan juga ingin tidur dibelakang.
Walau aku tau apa alasan sebenarnya, tapi aku tetap mengiyakan ucapan Ani. Kasihan ia, aku bisa merasakan sakit hatinya, karna aku juga mengalaminya.
Aku tidak tau pasti apakah Ani benar-benar tidur atau hanya pura-pura. Aku ingin bertanya pada Uda Farid masalahnya dengan Ani, tapi aku takut Ani mendengarnya dan tersinggung, jadi kupendam saja dulu.
"Kenapa diam Nai? Masih ngantuk, tidur saja lagi," ucap Uda Farid masih fokus dengan jalanan yang tak lagi berkelok seperti jalan ketika kami pergi tadi.
"Tidak, Nai tidak ngantuk, cuma lelah saja," jawabku. Lalu hening kembali melanda.
Uda Farid sibuk dengan jalanan didepannya, sedangkan aku hanya memandang kerlap-kerlip lampu yang berasal dari rumah warga sekitar.
Tak ada gedung tinggi yang kami jumpai, hanya ada hutan kiri kanan atau rumah-rumah warga setempat.
Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih tiga jam itu akhirnya dapat kami lewati. Kami sampai dirumah Mak Jah ketika azan isya berkumandang. Uda Farid segera menuju mesjid untuk sholat. Sedangkan Ani, setelah turun dari mobil langsung masuk kekamarnya dan tak keluar lagi setelahnya.
Selepas melaksanakan sholat isya aku kembali kedepan hendak membantu Mak Jah menutup kedai. Tapi ternyata kedai Mak Jah sudah selesai ditutup.
Ketika aku hendak berbalik menuju rumah, suara Uda Farid menghentikan langkahku. Kubalikkan tubuhku dan mendapati Uda Farid duduk disalah satu bangku yang ada dikedai Mak Jah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (bukan) orang ketiga [Sudah Terbit]
Teen FictionRangking #2 spiritual 06 April 2021 #1 muslim 21 April 2021 TERSEDIA VERSI E-BOOK Wanita mana yang ingin menjadi istri kedua? Tidak ada! Apalagi menjadi istri kedua dari pasangan suami istri yang dulunya merupakan sahabatnya sendiri. Bahkan jelas...