Part ini panjang sangat, ini harusnya 2 part, tapi dijadiin satu part aja biar sekalian. Ini ada 3 rb kata lho.
Happy reading❤
___________________Bagian 36.
Jangan gegabah.
Kalimat ini akan selalu aku terapkan dalam otak manisku ini. Pokoknya kalau mau membuat keputusan apapun itu harus dipikirkan terlebih dahulu. Gak boleh terburu-buru, nanti kalo salah langkah bisa-bisa ribet, bahkan berabe jadi tambah rumit.
Jangan suka menyimpulkan sendiri tanpa tahu kejelasan.
Mungkin ini juga akan selalu aku tempel dalam otak manis ini. Mulai sekarang aku gak boleh menyimpulkan sendiri suatu perkara kalo itu belum tentu kebenarannya.
Seperti halnya masalahku dengan Mas Gharvi ini. Aku ingin semua ini segera berakhir. Maksudku, aku ingin masalah ini berakhir dengan cara baik-baik yang tidak akan menyakiti kedua belah pihak.
Begitu bukan?
Akan tetapi, acara diam-diaman ini masih berlanjut, namun yang bikin aku kesal itu saat Mas Gharvi mulai memberikan perhatian. Harusnya senang, sih, tapi aku masih kesal padanya.
Yang aku mau, dia dapat terbuka akan kehidupannya.
"Gimana kuliahnya?" Mas Gharvi menghampiriku yang masih rebahan di kamar tamu sambil menonton drakor.
"Biasa," jawabku membalikkan badan memunggunginya.
Dosa besar aku karena marah lama sama suami.
"Gak ada tugas? Ayo sini saya bantu arahin," katanya memegang lenganku.
"Udah beres, matakna saya di sini oge."
*matakna = makanya.
*oge = juga.
Terdengar hembusan napas dari sana. Dia berdiri dari duduknya menatapku khawatir.
"Kamu masih marah?"
"..."
"Udah tiga hari lho kamu tidur di sini."
"Ya terus?" sewotku.
"Gak baik marahan sama orang lebih dari tiga hari, apalagi sama suami. Kamu tahu kan kalau itu dosa?"
Aku diam, jika aku tetap tidur di sini dan menghindar itu tambah dosa, tapi kalau balik kamar kami nanti dia percaya diri lagi sebenarnya aku itu marahnya cuma pura-pura dan gak konsisten.
Arghh, jadi serba salah.
Keep calm, Rengganis.
"Saya pindah!" setuju langsung duduk menatapnya malas.
Dosaku itu sudah banyak, masa mau nambah dosa lagi. Ya sudah aku pilih mengalah sama yang tua.
"Emm, terima kasih."
Saat sudah di kamar kami berdua, dia menghampiriku yang lanjut rebahan di kasur.
"Cuci muka, terus sikat gigi dulu."
Setelah mencuci muka dan sikat gigi, aku berniat tidur. Ngantuk banget, soalnya kemarin jadwal kuliah sangat padat.
"Rengganis." Dia kembali memanggilku dari samping, aku merasakan ada pergerakan dari samping.
"Apa lagi sih?!" tanyaku kesal membalikkan badan hingga kami berhadapan dalam posisi tidur.
Dia menatapku lama, kemudian menjawab, "Emm, gak jadi, kamu tidur saja." Usai berkata begitu, lampu tidur langsung mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
(In)credible Marriage
RomanceGenre: Romance Comedy. Prinsipku itu menikah sekali dalam seumur hidup, tapi bagaimana dengan pernikahanku yang terjadi karena kesalahpahaman? Di sini aku dinikahi oleh Dosenku sendiri yang sifatnya super kaku dan juga menyebalkan. Entah terjebak...