Happy reading❤
___________________
Bagian 08.
Seusai makan malam, aku mengajak Lia belajar menggambar di ruang keluarga lantai atas. Mama Gita, Pak Rian, dan Mbak Ghea berada di ruang keluarga utama, yaitu di lantai bawah. Sedangkan Pak Gharvi entah di mana, sehabis makan malam, dia pergi keluar rumah.
"Teh, liat gambal Lia bagus, ndak?" Lia menyodorkan buku gambar yang berukuram A4 kepadaku.
"Woah, gambarnya bagus banget Lia, warnanya juga pas, cuma sedikit keluar garis. Tapi gak pa-pa, Lia udah hebat pisan!" pujiku menunjukan raut wajah antusias. Mau bagaimana pun hasil gambarnya, aku harus terus mengapresiasi sebagai bentuk penghargaan, karena Lia telah berusaha menggambar. Jika tidak ditanggapi atau dijawab hanya dengan raut wajah datar, sang anak akan merasa usahanya gagal atau sia-sia.
Bola mata anak kecil itu berbinar, "Benelan, Teh?" aku mengangguk mengusap puncak kepala Lia. Dia sangat menggemaskan.
Untuk soal kemarin malam, ternyata sesampainya di rumah, Lia sudah tidur di kamar Mbak Ghea. Paginya aku meminta maaf pada gadis kecil itu karena tidak bisa membacakan dongeng seperti biasa.
Namun, Lia tidak mempersalahkan, katanya ia sudah tahu kalau aku akan pulang malam, sebab kemarin aku izin juga pada Lia agar anak itu tidak mencariku. Syukurlah, malam kemarin Lia tidak rewel dan Mbak Ghea meminta maaf karena membuatku terburu-buru pulang.
"Lia pinter, lucu banget. Anak siapa, sih?" tanyaku gemas sembari mengunyel-ngunyel pipi Lia. Anak itu tertawa membuatku semakin gemas mencium pipi gembulnya.
"Lia anak Mama Ghea ama Papa Satlia," ucapnya menjawab pertanyaanku dengan menyebutkan nama Mama dan Papanya. Pak Satria adalah nama suami Mbak Ghea.
Aku bingung harus memanggil suami Mbak Ghea apa, jadi aku memanggil dengan sebutan 'Pak' agar sama dengan Pak Gharvi.
"Lia ayok tidur, Sayang." Mbak Ghea datang menghampiri Lia, sontak gadis itu langsung merentangkan tangannya.
"Ganis, makasih sudah mau main sama Lia," tukas Mbak Ghea dengan Lia di gendongannya.
"Sama-sama Mbak, lagian aku seneng banget bisa main sama Lia. Gemes soalnya."
Mbak Ghea tertawa kecil, "Lia itu emang gemesin kayak Mama-nya,"
"Kita ke kamar duluan, ya. Udah ngantuk," pamit Mbak Ghea dan aku mengangguk melambaikan tangan pada Lia.
Lagian ini sudah jam sembilan malam, jadi pantas kalau sudah pada mengantuk.
Aku merapihkan meja yang sedikit berantakan, akibat aktifitasku dan Lia. Setelah ini aku berniat untuk mengerjakan tugas dari mata kuliah yang diajar Pak Gharvi, statistika ekonomi.
Kakiku melangkah menuju kamar berniat untuk mengerjakan tugas. Paling malas kalau sudah berhadapan dengan tugas dari Pak Gharvi. Selalu saja sulit.
"Ah, susah banget ini!" keluhku menyandarkan punggung ke kursi belajar.
"Gimana cara nganalisisnya, sih?" aku bermonolog sendiri seraya menggaruk kepala.
Aku memutuskan untuk ke kamar mandi yang letaknya di luar kamarku. Tak peduli dengan penampilanku yang acak-acakan.
"Rengganis!" aku menoleh ke belakang dengan malas, dari suaranya aku sudah kenal. Ini pasti Pak Gharvi.
"Ya?" tanyaku dengan ketus melupakan bahwa dia adalah dosenku.
KAMU SEDANG MEMBACA
(In)credible Marriage
RomanceGenre: Romance Comedy. Prinsipku itu menikah sekali dalam seumur hidup, tapi bagaimana dengan pernikahanku yang terjadi karena kesalahpahaman? Di sini aku dinikahi oleh Dosenku sendiri yang sifatnya super kaku dan juga menyebalkan. Entah terjebak...