Happy reading❤
___________________
Bagian 16.
Perkataan kemarin malam membuatku tidak bisa tidur. Sehingga, aku tidur sekitar jam satu malam.
Pak Gharvi membangunkanku untuk salat subuh lalu kami membersihkan rumah bersama, dilanjut dengan dia yang langsung olahraga pagi.
Entah kenapa pagi ini terasa canggung, saat sedang sarapan pun Pak Gharvi tidak mengeluarkan suara, begitu pula denganku. Biasanya Pak Gharvi akan bertanya aku bikin sarapan apa, tetapi sekarang tidak, dia langsung memakan sarapan tanpa mengatakan sepatah kata.
Saat aku mencoba mengajak berbicara, dia hanya membalasku dengan gumamam kecil atau paling parah dia hanya membalasku dengan bahasa tubuh.
Apa dia semarah dan sekecewa itu?
Selesai sarapan, Pak Gharvi pergi ke kamar. Aku mengikutinya karena tidak tahan dengan suasana seperti ini.
Aku duduk di meja rias, memperhatikan Pak Gharvi yang sedang memakai dasi. Setelah itu, dia mengambil tas kerja yang disimpan di meja.
Terlihat dengan jelas jika dasi yang dia pakai itu tidak rapi.
"Pak," panggilku yang tak mendapat sahutan apapun.
"Itu dasinya gak rapi." Pak Gharvi menoleh ke arahku, lalu berjalan menuju kaca lemari yang besar.
Dia tidak selesai-selesai mengotak-ngatik dasinya. Karena gemas, aku bangkit dari duduk umtuk menghampiri Pak Gharvi.
Aku menyentuh dasi biru tua itu, lalu menata ulang dasinya. Kenapa dia bisa begini? Biasanya selalu terampil dalam melakukan hal sepele seperti ini.
Aku menyentuh dada pak Gharvi untuk menepuknya agar terlihat lebih rapi, dia hanya diam. Sepertinya badannya mulai kaku tetapi matanya terus tertuju padaku.
Aku tersenyum, ini pertama kalinya memasangkan dasi. Dia jauh lebih tampan kalau aku yang memakaikan dasi. Eh? ngawur! Bukannya dia selalu tampan mau pakai baju apapun?
"Selesai, lain kali lebih teliti lagi. Jangan bisanya mengoreksi orang lain agar berpakaian rapi, tapi Bapak sendiri tidak." Senyumku terbit setelah mundur beberapa langkah
Tangan Pak Gharvi mengusap lehernya pelan. "Terima kasih."
Akhirnya Pak Gharvi membalas ucapanku setelah dia mendiamkanku cukup lama.
Aku tersenyum mengejek. "Iya, sama-sama."
Pak Gharvi memilih tidak menanggapiku lagi, dia keluar kamar
Aku yang ditinggalkan hanya bisa melongo, tidak lama
aku langsung sadar dan mengejar dosen itu."Pamit dulu atuh sama istri kalo mau kerja!" tegurku saat sampai di depan rumah. Aku meraih tangannya lalu mencium tangan kanannya.
"Tumben cium tangan."
Memang ada yang salah? jika dipikir-pikir ... ini yang kedua kalinya aku mencium punggung tangan Pak Gharvi. Biasanya aku hanya menempelkan punggung tangannya di keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
(In)credible Marriage
RomanceGenre: Romance Comedy. Prinsipku itu menikah sekali dalam seumur hidup, tapi bagaimana dengan pernikahanku yang terjadi karena kesalahpahaman? Di sini aku dinikahi oleh Dosenku sendiri yang sifatnya super kaku dan juga menyebalkan. Entah terjebak...