Happy reading❤
____________________
Bagian 17.
Satu minggu menjelang UAS kegiatanku menjadi lebih sibuk karena mengejar deadline. Pak Gharvi sampai mengomeliku akibat selalu menunda-nunda tugas.
"Makanya kalo ada tugas itu gercep ngerjainnya, jangan ditunda-tunda, jadi gak ribet pas mau UAS. Salah sendiri, saya gak mau bantuin." Dia selalu bilang begitu, aku hanya bisa berdecak. Gimana, ya, soalnya mengerjakan tugas di waktu mepet itu sangat memacu adrenalin.
Syukurlah, dua hari sebelum UAS tugasku semua sudah selesai. Itu semua berkat kerja keras dan usahaku. Aneh sekali, kalo sudah waktu mepet, aku pasti semangat untuk mengerjakan tugas. Giliran waktu luang, pasti bilang bentar lagi, nanti aja deh besok. Ujung-ujungnya ngerjain pas waktu deadline hampir habis. Ada yang sama kayak aku?
Karena sekarang aku luang dan sedang santai, jadi memutuskan keluar siang ini. Ruda dan Gian mengajakku bertemu, katanya mereka baru pulang naik gunung kemarin.
"Gimana pas muncak kemarin? Seru gak?" tanyaku dengan mata berbinar. Aku benar-benar penasaran bagaimana saat mereka naik gunung.
Ruda dan Gian tersenyum sambil mengacungkan jempol tepat di depan muka, "Seruu banget!"
"Sayang banget lo gak ikut, di sana sejuk banget. Terus pemandangannya indaaah banget!" kata Gian membuatku makin iri.
"Iya seru banget, apalagi kalo ada lo. Pasti tambah seru," sambung Ruda membuatku terkekeh.
Tangan Gian dan Ruda terulur mengambil kentang goreng yang dihidangkan di meja.
"Ditambah, gue bawa pacar. Jadi bisa cerita-cerita, terus kalo kedinginan dia genggam tangan gue. Sebaliknya gue juga gitu." Gian terlihat sangat antusias saat menceritakan itu.
Ruda menabok pelan lengan Gian. "Lo mah enak. Lah gue? Sendiri, lo sih pake gak ikut segala!" tunjuk Ruda padaku.
Aku tertawa kecil, "Maaf."
"Kita kan di sana banyak ceweknya juga. Napa lo gak pilih salah satu, sih? padahal mereka cantik-cantik." Aku mengangguk menyetujui ucapan Gian, Ruda itu sudah lama jomblo, padahal ganteng.
"Gak ada yang menarik," ujar Ruda. "Itu waktu di telepon siapa, sih? Gue berasa kenal sama suaranya, tapi siapa?" lanjutnya membuatku diam karena bingung harus jawab apa.
"Lur," panggil Ruda dan Gian.
"Om aku, sekarang aku tinggal di rumah dia yang ada di sini. Gak ngekos lagi," alibiku membuat mereka mengangguk.
"Gue kirain siapa, gue sempet kesel sama dia. Soalnya waktu mau ngomong lagi, dia malah matiin teleponnya, sampe gue mau banting hape saking keselnya."
"Udahlah, bentar lagi kita UAS terus libur. Kalian pada ada rencana?" Gian bertanya kepadaku dan Ruda.
"Gue ada rencana sih, rencana bawa Lulur ke rumah gue. Sekalian ngenalin dia ke nyokap bokap."
Gian tersenyum miring, "Ngenalin dalam arti apa? Kok gue jadi curiga."
"Kepo lo, nanti juga gue kasih tau," Cibir Ruda, lalu atensinya beralih padaku. "Lur, nanti lo ke rumah gue, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
(In)credible Marriage
RomanceGenre: Romance Comedy. Prinsipku itu menikah sekali dalam seumur hidup, tapi bagaimana dengan pernikahanku yang terjadi karena kesalahpahaman? Di sini aku dinikahi oleh Dosenku sendiri yang sifatnya super kaku dan juga menyebalkan. Entah terjebak...