Happy reading❤
_______________
Bagian 01.
"Iya bu, ibu sehat-sehat di sana," ucapku kepada Ibu yang berada di Garut.
"Adek-adek sehat kan, bu?" lanjutku, sesekali aku mengunyah nasi. Kebetulan sekarang aku sedang sarapan pagi di kost-an menggunakan mie instan, maklum akhir bulan uang semakin menipis.
"Alhamdulillah pada sehat, Teh."
"Alhamdulillah, bapak di mana, Bu?"
"Bapak lagi ka sawah, biasa aya panen wayah kieu." (Bapak lagi di sawah, biasa ada panen jam segini)
"Udah pada sarapan, kan?" tanyaku, aku kadang takut mereka melewatkan sarapan pagi, apalagi Rahma adik pertamaku memiliki maag yang sama sepertiku
"Udah atuh, sarapan sama singkong tadi."
Aku tersenyum mendengar penuturan ibu, begitu sedehananya keluargaku. Tak pernah mengeluh atas semua ini.
"Alhamdulillah, Teteh cuma takut pada belum sarapan. Padahal di sini teteh lagi sarapan, Bu."
"Owalah, alhamdulillah, nyarap sareng naon eta teh?"
(Sarapan sama apa memangnya?)Aku melirik piring yang berada di lantai tanpa alas itu, duduk lesehan karena tidak ada kursi dan meja.
"Teteh nyarap sama nasi goreng telur, jadi gak enak Teteh di sini makan enak. Ibu, Bapak sama adek-adek cuma makan yang ada. Maaf, bu." Bohong, tentu aku berbohong perihal menu sarapanku. Ibu pasti akan sedih bila mengetahui anaknya selalu makan mie. Abis enak, sih.
"Alhamdulillah, iraha atuh ke sini?"
(Kapan atuh ke sini?)"Insyaallah libur semester, Bu."
"Lama keneh teu eta teh?"
(Masih lama gak?)"Sekitar tilu sasih deui, maaf atuhnya. Sebenerna Teteh kangen pisan."
(Sekitar tiga bulan lagi, bu. Maaf, ya. Sebenernya teteh juga kangen banget.)"Muhun wios, Ibu tutup teleponna, nya. Bade ka sawah heula, assalamualaikum."
(Iya gak pa-pa. Ibu tutup teleponnya, ya. Mau ke sawah dulu, assalamualaikum.)"Muhun bu, hati-hati. Salam ke semuanya. Waalaikummussalam."
Aku mematikan sambungan teleponku dengan Ibu. Sungguh, aku sangat merindukan kedua orang tuaku dan juga adik-adikku di kampung. Sudah hampir satu tahub aku belum berkunjung juga ke sana, terakhir waktu lebaran saja.
Aku tinggal jauh dengan orang tua dari awal pertama SMA kelas 10. Awalnya memang aku mendapatkan beasiswa di salah satu SMA swasta terbaik Jakarta. Sudah hampir empat tahun menetap di sini tanpa orang tua. Sesekali aku menjenguk mereka di kampung, itu juga kalau sedang libur, bahkan terkadang walaupun libur aku tidak pulang kampung. Melainkan di sini karena harus mencari uang juga.
Sulit memang.
Namun, aku senang karena bisa mandiri tanpa bantuan finansial dari orang tua sejak SMA. Sejak itu aku benar-benar menentang mereka apabila Bapak akan mengirim uang. Aku menolak karena tahu mereka juga membutuhkannya. Tanggungan orang tuaku ada banyak, bukan aku saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
(In)credible Marriage
RomanceGenre: Romance Comedy. Prinsipku itu menikah sekali dalam seumur hidup, tapi bagaimana dengan pernikahanku yang terjadi karena kesalahpahaman? Di sini aku dinikahi oleh Dosenku sendiri yang sifatnya super kaku dan juga menyebalkan. Entah terjebak...