🔴Kapan Nikah?

61K 5.7K 217
                                    

Happy reading❤

________________

Bagian 04.

Ternyata Pak Rian itu orangnya ramah, beliau tidak irit bicara dan kaku seperti anaknya. Pak Rian tadi bilang kalau Pak Gharvi itu mirip kakek dari Mama Gita. Kakeknya itu memang irit bicara, namun tidak kaku seperti Pak Gharvi.

Kami sudah terlihat akrab, walau baru saja beberapa jam bertemu. Pak Rian dan Mama Gita memuji masakanku, kata mereka masakanku sangat lezat dan cocok di lidah mereka.

Jangan tanya Pak Gharvi, dosen itu tak mengomentari soal masakanku. Bahkan saat makan tadi Pak Gharvi seakan tuli dan bisu, padahal aku dan kedua orang tuanya berceloteh membahas banyak hal.

Oh, ya, aku tadi menawarkan diri untuk menjadi ART di rumah ini. Aku merasa tidak enak hati, masa sudah numpang tapi tidak ada konstribusinya? Jadi aku memutuskan untuk bantu-bantu di rumah. Awalnya kedua orang tua Pak Gharvi menolak, katanya tidak apa-apa karena sudah menganggapku keluarga. Namun tetap saja, aku keukeuh bantu-bantu, dan akhirnya Mama Gita mengijinkan.

Tapi dengan syarat aku hanya perlu menyiapkan makanan saja. Sedangkan pekerjaan yang lain dikerjakan oleh Mbok Mina dan suaminya.

"Ganis satu fakultas sama Gharvi?" tanya Pak Rian, sesekali beliau menyeruput kopi susu yang tadi dibuatkan oleh Mama Gita.

Sekarang kami sedang berada di ruang keluarga dengan keadaan televisi menyala.

Aku mengangguk singkat. "Ganis mahasiswinya Pak Gharvi."

Pak Rian mengangguk, lalu menoleh ke arah Pak Gharvi yang serius menonton.

"Tumben kamu ada di sini? Biasanya juga ngedekem di kamar."

Pak Gharvi menoleh ke samping kanan yang terdapat Papanya. "Saya di sini salah, saya di kamar salah."


"Bukan gitu maksudnya, Nak. Papa tadi nanya tumbenan aja." Mama Gita yang sedang menyandarkan kepalanya di dada Pak Rian langsung duduk tegak.

"Kamu kalo bicara sama orang tua jangan pake saya-sayaan, ah. Kesel Mama."

Setuju!

"Kamu itu makin gede makin aja bahasanya formal, herman Papa."

Mama Gita menyubit paha suaminya, terlihat beliau meringis. "Heran, Pa, bukan herman. Herman itu penjual sate yang ada di depan komplek," koreksi Mama Gita.

Papa Rian memperlihatkan cengirannya, "Iya, Sayang. Ini mulut suka kepeleset jadi salah."

Aku terkekeh pelan melihat keharmonisan keluarga ini, seneng banget liatnya. Jadi merasa adem.

"Udah ubanan masih aja gitu," cibir Pak Gharvi pelan.

Mama Gita yang mendengar cibiran itu langsung saja menabok paha Pak Gharvi. "Orang mah seneng liat Mama Papa-nya harmonis, lah ini malah kesel."

Pak Gharvi mengusap pahanya. "Bukan gak suka, tapi geli saya liatnya."

"Hush kamu, ngomong ngelantur. Kamu itu jomblo jadi gak tau gimana rasanya punya pasangan."

(In)credible Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang