Bab 8

1.6K 157 15
                                    

~BRIE~

Aku dan Arthur berhenti di taman pinggir danau dekat perumahan. Setelah menemukan bangku kosong di sekitar taman, aku duduk di bangku tersebut. Sedangkan, Arthur hanya berdiri di depanku dan menatapku.

"Kau tidak duduk?", tanyaku padanya.

Bukannya menjawab pertanyaanku, tapi Arthur malah diam dan menatapku dingin seperti biasa selama beberapa saat.

"Apa kau tidak takut padaku?", tanyanya.

Aku mengerutkan dahi.

"Tidak. Kenapa aku harus takut padamu?"

"Orang-orang di desa ini menganggap dan menilaiku sebagai seorang pria buas yang kejam dan tidak punya hati. Kau juga tahu apa julukanku di desa ini. Orang-orang memanggilku 'Beast'. Lalu, lihatlah penampilanku yang menyeramkan ini. Tidakkah itu membuatmu takut padaku?"

Aku tertawa mendengar pertanyaannya.

"Tidak. Aku tidak takut padamu. Orang-orang sembarangan menilaimu seperti itu karena mereka tidak tahu siapa dirimu, Arthur. Dan asal kau tahu, aku bukanlah jenis orang yang peduli ataupun mudah terpengaruh oleh pendapat atau penilaian orang lain. Karena aku lebih peduli dan menilai segala sesuatu menurut pandanganku sendiri. Bukan berarti aku tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Tapi, aku selalu menilai sesuatu dari berbagai macam sisi. Sedangkan, kebanyakan orang hanya melihat dari satu sisi dan mengabaikan sisi yang lain. Itu sebabnya terkadang penilaian orang-orang itu salah. Seperti yang mereka lakukan padamu selama ini."

"Lalu, apakah kau tahu siapa diriku?"

"Ya. Aku tahu siapa dirimu. Kau adalah orang yang baik, Arthur. Walaupun selama ini kau terlihat dan selalu bersikap layaknya seorang yang kejam dan tidak punya hati, tapi sebenarnya kau adalah pria yang baik dan lembut. Jika kau bukan orang baik, bagaimana mungkin kau bersedia menjadi donatur tetap dan utama untuk program pembangunan desa ini?"

Ekspresi Arthur terlihat terkejut saat aku mengatakan hal itu. Dan aku tahu apa yang menyebabkan dia terkejut seperti itu. Tapi, dengan cepat dia kembali memasang ekspresi dingin dan datar seperti semula.

"Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau adalah donatur di desa ini? Aku tahu bahwa kau mendonasikan sejumlah besar uang setiap tahun atas nama temanmu, Arthur. Itu sebabnya, aku tahu bahwa kau adalah orang yang baik. Walaupun selama ini warga desa mengucilkanmu dan selalu memperlakukanmu dengan buruk, tapi kau tetap peduli dan membantu memajukan mereka dengan cara membangun desa ini."

"Apakah itu alasan kenapa malam itu kau berani minta tolong padaku? Karena kau sudah tahu apa yang kulakukan untuk desa ini?"

Aku mengangguk.

"Ya. Itu salah satu alasannya. Tapi, jauh sebelum aku mengetahui fakta mengenai donasimu untuk pembangunan desa ini, aku sudah tahu dan sangat yakin bahwa sebenarnya kau adalah pria yang baik. Itu sebabnya aku berani minta tolong padamu malam itu. Dan dugaanku tidak salah, kau memang pria yang baik. Kau menolongku dari Richard serta bersedia mengantarku pulang sampai ke perumahan pinggir desa. Walaupun setelah itu kau harus menanggung akibat dengan terlibat skandal denganku. Tapi, aku benar-benar berterimakasih atas pertolonganmu. Dan sekali lagi, aku minta maaf atas kejadian itu.", ucapku menyesal.

Untuk beberapa saat, Arthur terdiam. Begitu pun denganku. Rasanya, aku kembali sedih dan gelisah setiap kali memikirkan bagaimana skandal antara aku dan Arthur ini berdampak buruk terhadap reputasi kami.

"Baiklah. Kita akan menikah.", ucap Arthur tiba-tiba. Dia juga masih memasang ekspresi datar dan dingin seperti biasa.

Sedangkan, aku membelalakkan mata karena terkejut.

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang