Bab 9

1.6K 149 26
                                    

~ARTHUR~

Aku menatap pantulan diriku di depan cermin wastafel kamar mandi. Aku masih tidak percaya bahwa sekarang aku sudah menikah. Sebelumnya, aku berpikir bahwa tidak akan ada gadis atau wanita di desa ini yang mau menjadi istriku. Tapi, kenyataannya sungguh di luar dugaan. Aku tidak menyangka bahwa ternyata, Brie, putri kepala desa yang merupakan gadis tercantik di desa ini, justru yang menjadi istriku. Dan yang lebih tidak dapat dipercaya lagi adalah bukan aku yang meminta atau mengejarnya, melainkan dia sendiri yang memohon-mohon padaku agar aku bersedia menikah dengannya. Itu semua benar-benar di luar radar dan dugaanku selama ini.

Setelah menyisir rambut panjangku yang basah di depan cermin wastafel, aku keluar dari kamar mandi. Saat di kamar, aku melihat Brie sedang memasukkan baju-bajunya ke dalam lemari. Begitu menyadari aku sudah keluar dari kamar mandi, Brie langsung menoleh ke arahku. Dan seketika, wajahnya merona merah dan matanya membelalak terkejut. Tapi, tatapannya juga terlihat seperti terkesima akan pemandangan yang dilihatnya.

"Wow... Arthur...", ucap Brie sambil matanya menatap dan menyusuri bagian atas tubuhku yang telanjang.

Tapi, aku mengabaikannya dan langsung berjalan ke arah ranjang.

Brie yang baru saja selesai memasukkan bajunya ke dalam lemari, kini berjalan mendekat ke arahku.

"Arthur, aku tidak menyangka bahwa penampilan di balik bajumu akan seperti ini.", ucapnya dengan masih menatap tubuhku. Dan caranya menatap tubuh bagian atasku yang telanjang itu membuatku risih.

"Memangnya kenapa dengan penampilanku?", aku bertanya dengan dingin.

Brie tersenyum lalu menatap wajahku.

"Apa kau tahu? Selama ini, aku selalu bertanya-tanya tentang dimana ujung tattoo yang ada di sepanjang lenganmu itu. Ternyata, tattoo itu terus memanjang dan ada di hampir seluruh tubuh bagian atasmu.", jawabnya dengan santai. Tapi, wajahnya tetap memerah.

Aku sedikit tidak percaya dengan jawabannya.

Jadi, selama ini Brie diam-diam memperhatikanku? Dia penasaran dan sampai membayangkan seperti apa penampilan di balik bajuku? Bahkan, dia juga bertanya-tanya tentang dimana letak ujung tattoo yang ada di lenganku? Dan dengan terang-terangan, dia mengakui hal itu padaku? Apa dia tidak malu?

Aku hanya mendengus tidak percaya mendengar ucapannya.

"Ngomong-ngomong, kapan kau membuat semua tattoo itu?", tanyanya penasaran.

"Tentu saja saat aku masih menjadi anggota kelompok mafia.", balasku dingin dan sedikit ketus.

"Begitu rupanya...", ucapnya seraya mengangguk mengerti. "Oh ya, aku sudah selesai merapikan baju dan barang-barangku. Sekarang, aku akan mandi dulu."

Kemudian, dia berbalik dan mengambil baju dari lemari. Setelah itu, dia masuk ke dalam kamar mandi sambil bersenandung riang.

Sekitar lima belas menit kemudian, Brie sudah selesai mandi. Dia keluar dari kamar mandi dengan sudah mengenakan gaun tidur berwarna pink. Dia berjalan ke ranjang seraya tersenyum padaku.

"Kau belum tidur?", tanyanya.

Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya. Karena sudah sangat jelas bahwa aku belum tidur.

Ekspresi Brie masih tetap terlihat bahagia dan riang sama seperti tadi. Kemudian, dia duduk dan hendak membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Jaga jarakmu. Kau tidak boleh tidur terlalu dekat denganku.", peringatku padanya.

"Kenapa?"

"Karena aku tidak suka berdekatan denganmu.", balasku ketus lalu berbaring miring membelakanginya.

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang