Bab 26

737 58 16
                                    

~BRIE~

"Arthur...", kataku sambil memainkan jariku di dadanya.

Aku dan Arthur baru saja selesai bercinta. Biasanya, kami, atau aku lebih tepatnya, akan langsung tidur setelah bercinta. Tapi, karena sekarang masih belum terlalu larut dan belum masuk ke jam tidurku, aku masih terjaga dan belum tidur. Namun, aku tetap berbaring di ranjang sambil berpelukan dengan Arthur.

"Ya, Sayang...", balasnya lalu mengecup puncak kepalaku.

Aku tersenyum karena sekarang Arthur selalu bersikap romantis dan sangat mencintaiku. Bahkan, dia juga semakin sering memanggilku dengan panggilan 'sayang'.

Kemudian, aku mencium dadanya yang telanjang dan dipenuhi oleh tattoo.

"Kenapa kau membuat tattoo sebanyak ini di tubuh bagian atasmu?", tanyaku tetap sambil memainkan jariku di atas dadanya.

"Sebenarnya, tattoo-tattoo itu kubuat untuk menutupi bekas luka yang ada di tubuhku."

Seketika, aku sedikit menjauhkan tubuhku agar bisa menatapnya.

"Bekas luka?"

Arthur tersenyum dan mengangguk.

"Ya. Bekas luka. Kau tahu bahwa aku adalah mantan anggota kelompok mafia, bukan? Dulu, posisiku dalam kelompok mafia adalah sebagai bodyguard pemimpin divisi. Selama bekerja di mafia, aktivitasku tidak jauh dari senjata api maupun senjata tajam. Tidak jarang, aku terluka saat bertugas mengawal suatu transaksi ilegal atau pekerjaan lain yang biasa dilakukan oleh para mafia. Terkadang, aku mendapatkan pukulan, luka gores dan tusukan. Bahkan, aku juga pernah mendapatkan luka tembak."

Aku menatap Arthur dengan tatapan ngeri membayangkan betapa sakitnya dia saat mendapatkan luka-luka itu.

"Bagaimana bisa kau mendapatkan luka-luka itu, Arthur? Apakah kau tidak berhati-hati?"

Arthur terkekeh.

"Tentu saja aku berhati-hati. Tapi, pekerjaanku dulu memang penuh dengan resiko, Brie. Beruntungnya, luka-luka yang kudapatkan dulu tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan luka yang didapat oleh para teman mafiaku yang lain. Serta, luka-luka ini juga tidak dalam dan tidak mengenai organ tubuh yang vital."

Aku menatapnya sedih. Tapi, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Arthur mendapatkan luka itu sudah sejak lama.

"Bagian mana saja dari tubuhmu yang dulu terluka?", tanyaku penasaran dengan tetap merasa sedih dan khawatir.

"Di sini, di sini...", Arthur menjawab sambil menunjukkan bekas luka mana saja yang ada di tubuhnya. Ada sekitar lima bekas luka yang dia tunjukkan. Bekas luka itu terletak menyebar di area pundak, lengan atas, lengan bawah dan pinggang. Serta, semua bekas luka yang dia tunjukkan tadi sudah tertutup oleh tattoo.

Aku mengelus bagian tubuh Arthur yang merupakan bekas luka tadi.

"Pasti dulu rasanya sangat sakit. Benar begitu, bukan?", ucapku nanar saat melihat bekas luka itu.

"Ya. Dulu, rasanya memang sakit. Walaupun luka itu tidak dalam dan hanya berupa goresan atau pukulan, namun cukup meninggalkan bekas. Tapi, setelah lukanya mengering dan sembuh, aku baik-baik saja dan tidak pernah merasa kesakitan lagi pada bagian tubuh yang dulu terluka."

Aku masih menatap bekas lukanya dengan tatapan sedih. Kemudian, aku mendongak dan menatap wajahnya.

"Aku sedih melihat banyaknya bekas luka di tubuhmu. Aku tidak ingin dan tidak tega melihatmu terluka seperti ini. Maka dari itu, jangan pernah lagi melakukan sesuatu yang dapat melukai tubuhmu. Dan jangan pernah lagi melakukan sesuatu yang bisa menyakiti atau membahayakan dirimu seperti yang dulu pernah kau lakukan. Apa kau berjanji padaku?"

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang