WARNING!!
This chapter contains non-explicit adult content!
If you're not mature enough or don't want to read this kind of story, then feel free to skip this chapter!
Happy reading!
~ARTHUR~
Aku bangun lebih awal pagi ini. Sedangkan, Brie masih tidur pulas di sampingku. Mungkin, dia kelelahan karena semalam kami bercinta dengan sangat panas. Selain itu, siang sebelumnya kami juga menempuh perjalanan jauh dari Vermont menuju ke New York. Jadi, tidak heran jika dia begitu kelelahan hingga bangun kesiangan seperti ini.
Setelah mencium bibirnya sekilas dan hati-hati, aku bangun dari ranjang. Aku tidak ingin mengganggu tidurnya. Jadi, aku langsung menuju ke kamar mandi untuk cuci muka dan menggosok gigi.
Sekitar lima menit kemudian, aku sudah merasa lebih segar setelah cuci muka. Lalu, aku menuju ke dapur yang ada di apartemenku untuk memasak sarapan untukku dan Brie. Saat membuka kulkas di dapur, aku melihat kulkasku sudah penuh dengan berbagai macam sayur, buah, daging dan bahan makanan yang lain. Karena sebelum aku datang ke New York kemarin, aku meminta orang yang kubayar untuk membersihkan apartemenku agar mengisi kulkasku dengan bahan makanan. Dan orang itu melakukan tugasnya dengan baik.
Pagi ini, aku memutuskan memasak sandwich isi telur dan daging sebagai menu sarapan kami. Setelah menyiapkan semua bahan makanan yang diperlukan, aku mulai memasak.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, aku sudah selesai menggoreng telur dan memanggang daging. Sekarang, aku sedang menata sandwich dengan isian telur dan daging yang sudah kusiapkan bersama dengan keju, sayur, irisan tomat dan berbagai macam saus yang biasa digunakan untuk membuat sandwich. Tepat setelah aku selesai menata sandwich, secara tiba-tiba aku merasakan pinggangku dipeluk dari belakang oleh seseorang. Dan aku langsung tahu siapa orang yang memelukku tersebut. Siapa lagi kalau bukan Brie, istriku yang cantik.
"Selamat pagi.", Brie menyapaku lalu mencium punggungku yang telanjang.
Aku tersenyum lalu berbalik agar bisa menatap wajahnya.
"Selamat pagi juga, Sayang.", balasku. Kemudian, aku menundukkan kepalaku untuk memberikan ciuman selamat pagi.
Kami berciuman dengan lembut dan panas seperti biasa. Setelah merasa puas, aku baru melepaskan ciuman kami dan kembali menatap wajahnya yang cantik dan berseri-seri. Tapi, kemudian aku terfokus pada penampilan Brie. Saat ini, dia sedang mengenakan kemeja putih berlengan panjang yang kukenakan kemarin. Ditambah dengan rambutnya yang tergerai sedikit berantakan karena baru bangun tidur, itu membuat dia terlihat cantik, menggoda dan sangat seksi.
"Kau memakai kemejaku?", tanyaku padanya.
Brie mengangguk seraya tersenyum. Wajahnya juga tampak sedikit memerah.
"Ya. Saat bangun tidur tadi, aku melihat kemejamu tergeletak begitu saja di lantai sebelah ranjang. Jadi, aku mengambilnya lalu kuputuskan untuk memakainya."
Aku tertawa kecil melihat ekspresinya yang tampak genit dan sedikit menggoda.
"Kenapa kau tidak memakai pakaianmu sendiri? Aku masih ingat bahwa semalam aku juga meleparkan gaunmu tidak jauh dari kemejaku."
"Karena aku sedang tidak ingin memakai gaunku. Aku ingin memakai kemejamu. Kenapa? Apakah aku tidak boleh memakai kemejamu?", tanyanya bermain-main.
"Bagaimana jika memang tidak boleh? Kau belum meminta izinku untuk memakai kemeja itu.", aku mengikuti permainannya.
"Jadi, kau tidak mengizinkanku memakai kemeja ini?"
Aku hanya mengendikkan bahu sebagai jawaban atas pertanyaannya. Aku jadi ingin tahu lebih lanjut kemana dia akan membawa permainan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For The Beast
RomanceArthur Horrace, seorang mantan anggota mafia yang kembali ke desa tempat tinggalnya di Woodstock. Namun, hampir seluruh warga desa membenci dan mengucilkannya. Apalagi, dengan penampilannya yang garang, berambut panjang dan lengan yang penuh tattoo...