Bab 11

1.7K 169 28
                                    

~ARTHUR~

Aku tidak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan kekesalanku pada Brie. Selama kurang lebih satu bulan aku menikah dengannya, dia terus saja membuat ulah dan sering kali membuatku emosi. Selain itu, dia juga terlalu banyak bicara. Tapi, yang membuatku paling marah dan kesal padanya adalah sikapnya yang selalu berpura-pura baik dan peduli padaku.

Selama ini, aku sudah terbiasa mendapatkan perlakuan buruk dan tidak menyenangkan dari orang-orang di desa ini. Tapi, begitu Brie datang dan masuk ke dalam kehidupanku, semuanya jadi berubah dan terasa berbeda. Dia adalah orang yang selalu bersikap baik, peduli dan perhatian padaku. Padahal, aku tidak membutuhkan semua itu. Justru, akan lebih baik bagiku jika dia bersikap acuh dan tidak peduli seperti yang selama ini orang lain lakukan padaku.

Aku sudah sering kali menolak, kesal, marah hingga berkata kasar padanya. Tapi, anehnya Brie seperti tidak memiliki rasa jera walaupun aku sudah berulang kali bersikap buruk padanya. Dia memang selalu meminta maaf setiap kali membuatku marah. Lalu, dia akan diam dan terlihat sedih selama beberapa saat. Namun, itu tidak berlangsung lama. Karena setelah itu, dia akan kembali bersikap riang, penuh semangat dan perhatian seperti biasa. Suasana hatinya cepat sekali membaik. Bahkan, belakangan ini dia juga mulai sering menggodaku. Untung saja, aku tidak pernah termakan godaannya itu. Setidaknya, hingga malam ini.

Malam ini, Brie kembali melancarkan aksinya menggodaku. Sudah beberapa hari ini, setiap malam dia selalu mengenakan gaun tidur pendek dengan model yang cukup seksi. Aku yang merupakan pria normal, tentu saja tergoda melihat penampilannya. Tapi, aku selalu membangun tembok pertahanan agar tidak tergoda padanya. Walaupun itu sangat sulit. Apalagi, Brie tidur seranjang denganku. Beberapa kali, aku sempat merasa lemah dan hampir masuk ke dalam godaannya. Namun, secepatnya aku sadar dan menjauh darinya.

"Arthur...", Brie tersenyum seraya berjalan mendekat ke arahku. Kemudian, dia duduk di ranjang di sebelahku.

"Aku tahu kau sengaja berpenampilan seperti ini untuk menggodaku.", ucapku dingin dan mencoba tidak termakan godaannya.

Brie hanya tersenyum seraya mengendikkan bahu.

"Apa salahnya menggoda suami sendiri?"

Lalu, dia menempelkan tubuhnya padaku.

"Jangan mendekat!", peringatku tajam.

Tapi, Brie mengabaikan peringatanku. Dia malah semakin mendekat dan mengelus lenganku naik turun.

Jujur saja, sentuhannya itu membuat sesuatu dalam diriku terbangun. Tapi, aku juga marah dengan sikapnya yang berani menggoda dan tidak mengindahkan peringatanku.

"Cukup! Hentikan!", teriakku padanya.

Brie terkejut. Seketika, dia melepaskan sentuhannya dari lenganku lalu menatapku.

"Arthur..."

"Bukankah sudah kuperingatkan padamu agar berhenti bermain-main denganku? Tapi, kau tidak pernah mendengarkanku. Kau malah terus berulah dan kini malah berani menggodaku.", ucapku lalu menarik tubuhnya secara paksa agar dia berbaring di ranjang sementara aku berpindah posisi hingga berada di atasnya. "Kau salah karena telah berani menggodaku. Apa kau tidak tahu? Tindakanmu itu bisa membangunkan monster yang ada dalam diriku. Kau tahu bahwa aku adalah pria buas yang kejam dan tidak punya hati. Aku bisa bertindak kasar, kejam atau bahkan melukaimu sewaktu-waktu. Apa kau tidak takut jika aku menyakitimu dengan cara yang buruk?", aku mengancam dan menakutinya dengan emosi dan penuh intimidasi.

Brie masih menatapku dengan tenang. Kemudian, dia menggeleng.

"Tidak. Aku tidak takut padamu. Karena aku tahu bahwa kau bukan pria seperti itu.", jawabnya dengan menatap ke dalam mataku.

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang