~ARTHUR~
Aku tidak menyangka bahwa aku dan Brie akan bertengkar hebat seperti ini. Dan lebih mirisnya, yang menjadi akar masalah dari pertengkaran kami saat ini adalah hanya karena masalah sepele, yaitu sikap pencemburu Brie yang sangat berlebihan.
Aku tidak bisa memahami pola pikirnya. Bagaimana bisa Brie langsung cemburu berlebihan seperti itu hanya karena melihatku dekat dan mengobrol akrab dengan Marsha atau wanita lain? Padahal, aku sudah mengatakan padanya bahwa aku dan Marsha hanya sebatas teman dekat, tidak lebih. Serta, yang kami lakukan saat di pesta pernikahan Greg dan Sonia kemarin adalah hal yang wajar. Karena kami hanya mengobrol. Selain itu, aku juga tidak memiliki perasaan apapun terhadap Marsha. Aku hanya menganggap Marsha sebagai teman dekatku. Itu saja. Dan Brie juga tahu bahwa aku hanya mencintainya. Tidak ada wanita lain yang kucintai selain dirinya. Tapi, kenapa dia masih tetap tidak percaya akan rasa cintaku dan terus saja cemburu setiap kali melihatku dekat dengan wanita lain?
Selain itu, Brie juga sangat keras kepala. Tadi, dia begitu emosi hingga mengancamku dengan cara berkemas dan merengek ingin kembali ke Vermont sekarang juga. Tentu saja aku tidak akan menuruti kemauannya kali ini. Aku mendiamkan dan mengabaikan dia bukan berarti aku tidak peduli lagi padanya. Sebenarnya, aku juga merasa sangat sedih dan hatiku sakit saat melihat Brie menangis seperti tadi. Tapi, aku ingin memberinya sedikit pelajaran agar dia bisa berpikir dan merenungkan bahwa sikap dan perbuatannya itu salah.
Lagipula, aku juga yakin bahwa Brie hanya menggertakku. Dia tidak akan berani pulang sendiri ke Vermont tanpa diriku. Aku akan membiarkannya sendirian di apartemen untuk sementara waktu. Baru setelah emosi kami sudah sama-sama mereda dan kami sudah bisa kembali berpikir jernih nanti, aku akan berbicara lagi dengannya dan memberikan pengertian padanya.
Sekarang, aku sedang berada di dalam mobil. Aku akan pergi ke cafe atau club mungkin, untuk menenangkan diri. Tapi, saat aku hendak menghidupkan mesin mobilku, tiba-tiba ponselku berdering. Rupanya, ini panggilan dari Greg. Aku langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, Greg...", balasku tidak bersemangat.
"Halo, Arthur. Apa sekarang kau masih berada di New York?"
"Ya. Aku masih berada di New York. Ada apa?"
"Bagus. Karena kau masih berada di New York, maka aku akan datang ke apartemenmu sekarang. Aku ingin menyerahkan dokumen penting untuk rapat besok padamu. Aku baru ingat bahwa dokumen itu masih kubawa sampai sekarang. Sedangkan, besok pagi aku akan berangkat ke Eropa untuk berbulan madu."
"Begitu rupanya. Baiklah. Kalau begitu, aku saja yang datang ke rumahmu."
"Apa kau yakin?"
"Ya. Lagipula, aku tidak ada acara apapun hari ini. Jadi, biarkan aku saja yang mengambil dokumen itu di rumahmu."
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan menunggumu di rumah. Sampai nanti."
"Ya. Sampai nanti, Greg.", balasku lalu menutup panggilan kami.
Setelah itu, aku langsung menghidupkan mobilku lalu mengemudikannya keluar dari parkiran apartemen dan menuju ke rumah Greg.
***
"Apakah hanya ini dokumen yang ingin kau berikan padaku? Tidak ada yang lain lagi?", tanyaku memastikan sambil memeriksa dokumen yang diberikan oleh Greg.
"Ya. Hanya itu. Kenapa? Apa kau sedang terburu-buru?", balas Greg.
"Tidak juga. Sejujurnya, aku tidak punya acara atau tujuan setelah ini. Mungkin, setelah dari rumahmu, aku akan pergi ke cafe atau club untuk menenangkan diri."
Greg dan Sonia tampak mengerutkan dahi.
"Menenangkan diri? Untuk apa kau menenangkan diri? Apa kau sedang ada masalah, Arthur?", ganti Sonia yang bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For The Beast
RomanceArthur Horrace, seorang mantan anggota mafia yang kembali ke desa tempat tinggalnya di Woodstock. Namun, hampir seluruh warga desa membenci dan mengucilkannya. Apalagi, dengan penampilannya yang garang, berambut panjang dan lengan yang penuh tattoo...