Bab 30

744 53 25
                                    

~BRIE~

"Arthur...!", suara seorang wanita berseru memanggil Arthur.

Aku dan Arthur yang sebelumnya duduk di kursi undangan menikmati acara hiburan di pesta pernikahan Greg dan Sonia, kini menoleh ke arah sumber suara tadi. Lalu, aku melihat seorang wanita berdiri tidak jauh dari mejaku dan Arthur.

"Marsha...!", balas Arthur yang mengenali wanita itu.

Wanita bernama Marsha itu menghampiri Arthur. Lalu, Arthur berdiri dan memeluk wanita itu. Setelah berpelukan, wanita itu juga mencium pipi Arthur. Dan seketika, hatiku mulai terasa panas karena terbakar api cemburu.

Kenapa wanita itu berani mencium pipi Arthur? Dan apa hubungannya dengan Arthur sehingga dia menyapa Arthur seolah mereka kenal sangat dekat?

Setelah berpelukan dan mencium pipi Arthur, wanita bernama Marsha itu duduk bergabung bersamaku dan Arthur di meja undangan. Sehingga, sekarang posisi Arthur diapit oleh aku dan Marsha.

"Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu setelah sekian lama. Bagaimana kabarmu, Arthur?", Marsha bertanya pada Arthur.

"Aku baik. Jauh lebih baik daripada sebelum-sebelumnya.", jawab Arthur seraya tersenyum dan menatap hangat pada Marsha. "Lalu, bagaimana denganmu? Apakah kau juga baik, Marsha?"

"Ya. Aku juga baik. Tapi, tidak banyak yang berubah dalam diriku. Aku masih sama seperti Marsha yang dulu."

Arthur tertawa.

"Ya. Kurasa memang begitu. Kau tidak banyak berubah, selain terlihat lebih cantik."

Apa aku tidak salah dengar tadi? Arthur memuji Marsha dengan kata cantik? Bagaimana bisa Arthur memuji kecantikan wanita lain, sementara aku, istrinya, sedang duduk tepat di sebelahnya? Apakah Arthur melupakan kehadiranku di sini karena perhatiannya kini sudah teralih dan terfokus pada Marsha? Sungguh, hanya dengan mendengar kalimat pujian yang keluar dari mulut Arthur itu saja, rasanya hatiku sudah sangat terbakar.

Aku baru tahu bahwa Arthur punya banyak kenalan dan teman dekat serta bisa berinteraksi dengan sangat baik dengan orang-orang di New York. Karena kedekatannya dengan orang-orang di sini, dia sampai bisa tersenyum dan berbicara hangat pada mereka. Bahkan, Arthur juga tidak terlihat canggung saat memuji mereka. Sangat berbeda dengan Arthur yang kukenal saat kami berada di Woodstock.

Tapi, yang membuatku merasa kesal dan sakit hati adalah sikap Arthur yang terlihat sangat akrab dengan Marsha. Dan kenapa dia harus memuji kecantikan Marsha tepat di depanku? Apakah dia tidak ingat bahwa aku mudah sekali terbakar api cemburu jika melihatnya dekat dengan wanita lain?

Karena merasa kesal, aku mengambil gelas berisi anggur yang ada di depanku lalu meminumnya hingga beberapa teguk.

"Oh ya, Marsha. Aku ingin memperkenalkan seseorang padamu.", ucap Arthur lalu menoleh dan tersenyum padaku.

Setelah beberapa saat mengabaikanku, kini dia baru ingat bahwa dia tidak sendiri di sini, melainkan ada aku. Sekarang, aku jadi bertanya-tanya. Sebenarnya, ada berapa banyak teman baik Arthur di sini?

Walaupun dalam hati aku merasa sangat kesal, tapi aku berusaha sebisa mungkin menormalkan ekspresiku.

"Ini adalah Brietta, istriku. Dan, Brie, ini adalah Marsha, teman baikku di sini.", Arthur memperkenalkan kami.

"Brie. Senang bertemu denganmu, Marsha.", aku memperkenalkan diri secara singkat pada Marsha seraya memaksakan diri bersikap normal dan tersenyum seramah mungkin.

"Aku Marsha. Aku juga senang bertemu denganmu, Brie.", Marsha membalas ucapan perkenalanku. Tapi, dengan cepat dia mengabaikanku dan kembali fokus pada Arthur. "Jadi, kau sudah menikah, Arthur?", tanya Marsha yang tampak terkejut. Dari nada bicaranya, dia seperti kecewa karena baru mengetahui fakta bahwa Arthur sudah menikah.

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang