~BRIE~
"Sayang, apa yang kau lakukan?", Arthur bertanya seraya menghampiriku cepat dan sedikit panik.
"Aku sedang memasak.", aku menjawab dengan bingung karena Arthur buru-buru menghampiriku lalu mengambil alih spatula dari tanganku. "Hei, kenapa kau mengambil spatulaku? Aku belum selesai memasak, Arthur.", protesku.
"Biarkan aku saja yang menyelesaikan masakannya. Sekarang, kau duduk saja di ruang makan. Dan maafkan aku karena hari ini bangun kesiangan. Akibatnya, kau jadi harus memasak seperti ini.", sesalnya.
Aku mendesah lelah. Bukan kali pertama Arthur bersikap berlebihan seperti ini padaku. Sejak aku dinyatakan hamil tujuh bulan yang lalu, Arthur memang selalu menjaga dan memanjakanku. Aku sangat senang dan bersyukur karena dia sangat peduli dan perhatian padaku, terutama saat aku sedang hamil pada trimester pertama. Saat itu, aku selalu merasa lemas karena morning sickness, atau lebih tepatnya all-day sickness yang kualami cukup parah. Aku tidak bisa melakukan apapun termasuk mengurus diriku sendiri. Yang bisa kulakukan saat itu hanya berbaring di ranjang dan terus menempel pada Arthur.
Dan saat ini, kehamilanku sudah masuk awal trimester ketiga. Bahkan sejak masuk trimester kedua, keadaanku sudah jauh lebih baik. Aku tidak lagi mengalami all-day sickness seperti sebelumnya. Aku sudah merasa bugar dan dapat kembali beraktivitas seperti semula.
Tapi, Arthur masih tetap memperlakukanku dengan cara yang sama. Dia masih terus konsisten menjaga dan memanjakanku. Karena begitu konsisten, terkadang aku sampai protes karena dia tidak membiarkanku melakukan apapun. Dia selalu mengambil alih pekerjaanku dan memaksaku agar banyak beristirahat.
"Aku baik-baik saja, Arthur. Aku sudah terlalu banyak beristirahat. Sekarang, aku butuh beraktivitas."
"Hmm... tidak.", balasnya seraya menggelengkan kepala karena tidak setuju dengan ucapanku. "Kau ingat apa kata dokter? Kau tidak boleh kelelahan dan harus banyak beristirahat. Jadi, biarkan aku yang melakukan semua pekerjaan dan mengurusmu. Mengerti, Sayang?", balasnya lalu sibuk melanjutkan kegiatan memasakku tadi.
Aku hanya bisa mendesah pasrah dengan sikap Arthur yang berlebihan. Tapi, karena aku juga merasa senang mendapatkan perhatian ekstra dari Arthur yang seperti itu, jadi aku mengalah dan mengikuti kemauannya. Lagipula, Arthur juga tidak pernah mengeluh atau menunjukkan rasa keberatan saat mengurus dan merawatku. Justru, dia selalu terlihat bersemangat dan bahagia saat memperhatikan dan mengurusku, apalagi jika berhubungan dengan kehamilanku.
Saat aku tengah sibuk memperhatikan Arthur yang sedang memasak di dapur, aku mendengar suara ketukan pintu rumah kami.
"Brie, Arthur...", terdengar suara ibuku memanggil kami dari luar.
"Tolong bukakan pintu. Tangan kami penuh dengan berbagai macam barang belanjaan sekarang.", imbuh ibu mertuaku.
Sejak para orang tua kami tahu bahwa aku sedang hamil, para orang tua jadi rutin mengunjungiku dan Arthur setiap beberapa hari sekali. Dan setiap kali datang, mereka selalu membawakan kami sesuatu, entah itu makanan atau barang-barang bayi. Mereka sangat bahagia, antusias dan bersemangat menyambut kelahiran cucu pertama mereka.
"Para orang tua kita datang. Aku akan membuka pintunya untuk mereka sekarang.", kataku pada Arthur yang sedang memasak.
"Oke, Sayang.", balasnya.
Kemudian, aku berjalan ke arah ruang tamu lalu membuka pintu. Dan aku langsung terkejut ketika melihat para orang tua, tidak hanya para ibu, tapi juga para ayah membawa banyak sekali barang dan kantong belanjaan.
"Moms, Dads, apa yang kalian bawa? Kenapa banyak sekali?", tanyaku terkejut. "Oh ya, silahkan masuk.", imbuhku tidak lupa.
Para orang tua hanya tersenyum lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Begitu sampai di dalam, mereka meletakkan seluruh barang dan kantong belanjaan yang mereka bawa di atas meja ruang tamu. Karena barang yang mereka bawa sangat banyak, meja ruang tamu sampai penuh hingga beberapa barang harus diletakkan di lantai. Setelah itu, para orang tua memelukku secara bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For The Beast
RomantiekArthur Horrace, seorang mantan anggota mafia yang kembali ke desa tempat tinggalnya di Woodstock. Namun, hampir seluruh warga desa membenci dan mengucilkannya. Apalagi, dengan penampilannya yang garang, berambut panjang dan lengan yang penuh tattoo...