Bab 14

1.7K 142 14
                                    

~BRIE~

Saat ini, aku sedang berada di hutan bersama Arthur. Aku baru tahu bahwa ternyata Arthur adalah pria yang pandai membuat perabotan dari kayu. Bahkan, dia juga sampai membuat sebuah gubuk kecil di hutan tempat dimana dia bekerja membuat berbagai macam perabotan kayu tersebut.

"Arthur, aku tidak tahu bahwa kau bisa membuat perabotan kayu seperti ini.", aku mengajaknya bicara.

Arthur yang sebelumnya sedang membelah kayu dengan kapak, kini berhenti lalu menolehku.

"Sekarang kau tahu.", balasnya singkat dengan sedikit terengah.

"Apakah semua perabotan kayu yang ada di rumahmu adalah buatanmu sendiri?"

"Tidak semua. Beberapa aku membelinya."

"Lalu, perabotan apa saja yang merupakan buatanmu sendiri?"

"Aku hanya membuat meja dan kursi yang ada di ruang tamu serta meja kecil yang ada di sudut dapur."

"Benarkah? Apa kau tahu? Aku suka dengan model meja dan kursi yang ada di rumahmu. Walaupun terlihat sederhana, tapi modelnya tampak klasik, minimalis dan rapi. Kau sangat berbakat, Arthur.", aku memujinya.

Arthur hanya menghela napas lelah dan tidak menanggapi pujianku. Mungkin, dia lelah menanggapi aku yang sejak tadi banyak bicara.

"Oh ya, ngomong-ngomong soal perabotan, aku jadi teringat pada kondisi teras belakang rumahmu yang tampak kosong karena tidak ada perabotan apapun di sana. Sekarang, aku mulai berpikir ingin meletakkan sebuah kursi bersantai berukuran panjang di sana. Dan karena kau pandai membuat perabotan, maukah kau membuatkan kursi bersantai untuk diletakkan di teras belakang rumah? Aku membayangkan jika kita memiliki kursi bersantai, kita bisa menggunakan kursi itu untuk duduk bersantai bersama di sore hari sambil menikmati matahari terbenam dari teras belakang rumah kita. Sepertinya, itu akan sangat menyenangkan.", aku berbicara dengan riang membayangkan hal romantis apa yang dapat kulakukan bersama Arthur saat kami bersantai bersama di teras belakang rumah nanti.

"Kita lihat saja nanti.", ucapnya seperti tidak bersungguh-sungguh dan mengabaikan ucapanku yang panjang lebar tadi. Kemudian, Arthur melanjutkan kegiatannya membelah batang kayu dengan menggunakan kapak yang dia pegang.

"Apakah ada yang bisa kubantu?", tanyaku yang melihatnya sedang sibuk.

"Tidak ada.", balasnya sambil mengayunkan kapak.

"Kalau begitu, aku akan duduk saja sambil memperhatikanmu dari sini."

Kemudian, aku duduk di salah satu batang kayu yang sudah dipotong sambil memperhatikan Arthur yang sedang bekerja.

***

"Arthur, apakah kau sudah selesai?", aku bertanya seraya mengetuk pintu ruang kerja Arthur.

Tidak lama kemudian, pintu ruang kerja Arthur terbuka.

"Ada apa?", tanyanya.

"Makan malam sudah siap. Aku memanggilmu untuk mengajakmu makan malam."

"Baiklah. Aku akan membereskan pekerjaanku dulu. Setelah itu, aku akan menyusulmu ke ruang makan."

Aku mengangguk dan tersenyum.

Arthur masuk kembali ke ruang kerjanya. Sedangkan, aku menuju ke ruang makan.

Aku sangat senang karena sekarang Arthur sudah bersikap lebih baik padaku. Walaupun dia masih tidak tersenyum, tapi dia tidak lagi bersikap dingin. Dia juga berbicara sedikit lebih banyak serta menjawab pertanyaanku dengan sedikit lebih panjang jika dibandingkan sebelumnya. Bahkan, dalam beberapa minggu ini, dia juga tidak pernah kesal, marah atau berkata kasar lagi padaku.

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang