Embun, Rapuh

1.1K 106 4
                                    

Gue terlalu menafik, kalo terus mengatakan gue kuat. Gue baik-baik aja Can

-Embun Claudia Pranciska

Embun sedang berjalan mengelilingi komplek, dengan tatapan kosong dan muka pucatnya.

"Mending kamu mati saja anak bodoh!"

"Tidak berguna,"

"Menjijikan!"

"Menyusahkan!"

Kata kata itu, terus mendengung ditelinga Embun. Tamparan, dan cambukan tadi terus terulang dibenaknya.

Air mata lolos Dimata indahnya, ini terlalu menyakitkan untuk Embun.

Tit.. Tit..

Ada mobil yang terus memencet klakson, Embun seolah tuli dengan suara itu. Hingga ada seseorang yang menangkapnya, dan terjatuh dipinggir jalan.

"Embun!" teriak Cantika, dan segera berlari menuju Embun dan Argan.

"Lo apa apaansi! Mau mati hah?!" bentak Argan.

Embun masih menatap kedepan dengan tatapan kosongnya.

"Embun!" sentak Cantika.

"Lo mau mati hah?!" tanya Cantika dengan nada tingginya.

"Iya, gue mau mati. Gue capek, hidup kayak gini" jawab Embun lirih, air matanya sudah mulai membasahi mata indahnya.

"Lo kenapa?" tanya Argan, yang sudah mulai lembut.

"Sakit Gan, ayah gue sendiri gak pernah mau anggap gue anaknya. Hati gue sakit," ucap Embun.

"Ini kenapa?" tanya Fano, saat melihat sudut bibir Embun yang terluka.

"Ini juga, dicambuk lagi? Ditampar lagi?" tanya Cantika, saat melihat bekas cambukan ditangan dan kaki Embun.

"Ini gak sakit, tapi hati gue yang sakit"

Tiba-tiba hujan turun, seolah mengetahui ada hati yang terluka. Dan air mata manusia, yang basah karena luka.

"Gue capek," lirih Embun diguyurab hujan.

"Lo kuat Embun, ayo" ucap Cantika, yang sudah mulai terisak.

"Gue terlalu menafik, kalo terus mengatakan gue kuat. Gue baik-baik aja Can,"

"Gue capek, bawa gue pergi"

Embun sudah mulai terisak dan tersungkur dibawah, Cantika segera mendekat tubuh rapuh itu.

Embun mulai terisak dengan tangisan pilu diguyurab hujan, dan dekapan Sahabatnya itu.

¥¥¥

"Makan Embun,"

Embun terus saja menggelengkan kepalanya, dan menatap lurus ke jendela kamar Cantika.

"Kalo gak makan Lo bisa sakit," ucap Fano, ikut membujuk.

"Bukan sakit yang gue mau, tapi mati" jawab Embun.

"Udah yuk kuat yuk," ujar Udin, yang mulai menyemangati Embun.

Embun segera menjauh, dan mengambil gunting yang berada dikamar Cantika.

"Jangan!" teriak Cantika saat melihat, Embun sudah menunjukan pisau itu pada perutnya.

"GUE CAPEK! GUE MAU MATI!" terik histeris Embun.

"gue gak kuat," lirih Embun.

"Mana Embun yang kuat, yang gak pernah kalah sama keadaan? Dimana dia sekarang?" tanya Argan, membuat Embun terdiam dengan aksinya.

"Mana Embun, yang kuat, tegar gak pernah nangis. Selalu tersenyum," tanya Fano.

"Temuin gue sama dia yang dulu," ujar Udin.

"Temuin kita sama Embun, yang gak pernah kalah sama semesta" ucap Cantika.

Embun kembali tersungkur, dan terisak dibawah lantai. Gunting yang ia genggam, ia lepaskan.

Hidungnya kembali mimisan, ia tahan darah itu. Dan menatap para sahabatnya, Argan dengan cepat mebawakan tisu.

Argan menahan darah yang keluar dari hidung Embun menggunakan tisu.

"Ini, ini yang buat gue ingin pergi"

"Dan kepala ini yang terus sakit, dan ini, ini" ujar Embun, menunjukkan bekas cambukan dan tamparan ayahnya.

"Kita yakin lo bisa lewatin ini semua,"

TBC
.
.
.

Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Baca doang, tapi gak pernah komen dan vote, gak sopan:v

Follow ig baru author yuk

Intan TanjilulRohman

Luka_10

CantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang