...

955 93 1
                                    

Clara terisak ditaman belakang sekolah, tubuhnya bergetar hebat karena isakan menyakitkan dari Clara.

"Dunia emang gak adil," ujar seseorang, membuat Clara menoleh.

"Lo bahagiakan sekarang? Semua orang udah benci sama gue! Gue udah hancur!" bentak Clara.

"Ini yang lo mau kan hah?!" tanya Clara.

"Gue sakit! Sesak," lirih Clara.

"Gue lebih dulu ngerasain itu," jawab Cantika.

"Gue adalah perempuan yang berkali-kali dibunuh oleh keadaan," ucap Cantika.

"Sebelum lo ngerasain sakit ini, gue lebih dulu ngerasain ini sampe sekarang. Lo tersiksa? Sama gue juga tersiksa Cla" ujar Cantika yang sudah berderai air mata.

"Bunda sama ayah, dibunuh didepan mata kepala gue sendiri. Tiba-tiba hidup gue hancur, serasa gak ada artinya buat hidup. Tiba-tiba tuhan datangkan Embun, Argan, Fano da Udin dihidup gue" ujar Cantika, menghapus air matanya.

"Baskara datang, untuk memerangi hidup gue. Gue kira dia lampu diruangan gelap gue, ternyata dia yang merusak ruangan itu" ucap Cantika terkekeh, Clara menatap Cantika lekat.

"Dunia gak adil bukan buat Lo doang, gue juga bahkan semua makhluk hidup didunia ini," lanjut Cantika menatap Clara.

"Lo masih punya pengangan, saat seluruh dunia menjauh dari Lo. Yaitu bokap dan nyokap lo,"

"Sayangin mereka, karena saat mereka gak ada lagi. Akan terasa dunia ini terlalu lambat membawa lo pada kematian untuk bertemu mereka" ucap Cantika.

"Tapi sakit Can, gue gak kuat. Gue gak sekuat Lo," ujar Clara semakin terisak.

Cantika memengang bahu Clara, dan segera memeluknya. Tubuh rapuh itu, sangat terasa berat untuk Clara hari-hari ini.

"Udah, lo gak sendiri" ujar Cantika menenangkan.

Clara melepaskan dekapannya, dan tersenyum tipis. Lalu pergi berlalu meninggalkan Cantika, sendiri.

"Cantika kecil udah dewasa sekarang," ujar seorang perempuan membuat Cantika menoleh, dan tersenyum.

"Itu karena lo Embun,"

¥¥¥

2 hari kemudian...

Embun dan Elang, sudah berada dilingkungan sekolah, sudah dua hari ini Embun tidak bersekolah karena sakit.

Saat Embun dan Elang berjalan menuju kelas, banyak tatapan heran pada mereka. Embun tidak sama sekali terganggu, karena ini hal yang biasa baginya.

"Yaammpun! Embun!!" teriak Cantika, saat melihat Embun didekat pintu masuk kelas.

Cantik segera berlari dan memeluk sahabatnya itu penuh kerinduan, membuat Embun sesak sendiri.

"Anjing! Engap! Gue gak bisa nafas!" umpat Embun, dan segera melepaskan dekapan Cantika.

"Yamaaf, lo sakit apa?" tanya Cantika.

"Masuk angin" jawab Embun enteng, dan segera menuju tempat duduknya.

"Bohong! Gak mungkin masuk angin sampe gak sekolah dua hari!" ucap Cantika, yang merasa dibohongi.

Embun tidak menjawab ucapan Cantika, karena dia sendiri tidak tau dia sakit apa.

"Lo dimana selama dua hari ini!" tanya tegas Cantika.

"Rumah Elang" jawab Embun, acuh tak acuh.

"Ha?! Ngapain lo hah?!" tanya Cantika heboh, membuat Fano, Argan dan Udin mendekat.

"Gue ada sedikit problem dirumah, dan dia nolongin gue" Jawab Embun.

"Problem apaan?" tanya Udin.

"Ya, problem gak bisa gue jelasin. Privat" jawab Embun.

"Aing nanya problem artinya apa" tanya Udin lagi, membuat semua menoleh padanya.

"Problem itu masalah Udin!" geram Embun.

"Maaf, nda bisa bahasa Inggris" ujar Udin, membuat seisi kelas terkekeh.

"Embun!" sapa seseorang dari balik pintu, membuat seisi kelas menoleh.

"Ada bokap lo, dia nyariin lo" ucap siswa itu, membuat Embun kaget seketika.

Embun menatap Elang, dan Elang mengganguk seolah mengatakan 'temuin ayah lo'

Embun menghela nafasnya pelan, dan segera keluar untuk menemui ayahnya itu.

"Kenapa ya?" tanya Cantika, saat melihat Embun sudah jauh dari pandangannya.

"Dikasih permen kali" ucap Udin, membuat Argan dan Fano memutar bola matanya malas.

"Yakin gue mah!" tegas Udin.

Saat sudah sampai ditempat, Embun melihat bahu pria paruh baya itu.

"Ada apa?" tanya Embun dengan muka datarnya, membuat Brian menoleh.

"Dasar anak tidak tau diri! Sadar apa yang kau lakukan! Ibuku sakit, karena terus memikirkan keberadaanmu anak bodoh!" maki Brian, membuat hati Embun kembali tergores dengan muka barunya.

"Pulang! Jangan membuat saya semakin membencimu, jika terjadi apa-apa dengan ibuku!" ujar Brian lagi.

"Bisa tidak! Sekali saja kau tak merepotkan keluarga, kau hanya bisa membuat semua susah dengan keberadaanmu bodoh! Memang seharusnya kau tidak usah ada didunia ini, dan kehidupan keluarga saya!" ucap Brian, yang mulai menaikan nada bicaranya, membuat Embun semakin sakit.

"Aku akan pulang, setelah pulang sekolah" ujar Embun, masih dengan muka datarnya. Namun sebenarnya, hatinya sangat sakit.

Brian segera berlalu dan meninggalkan Embun disana, saat Brian sudah jauh dari pandangannya. Embun meneteskan air matanya, sesak? Sakit? Itu yang Embun rasakan.

Anak mana yang tidak sakit ketika dimaki-maki oleh ayahnya sendiri? Cinta pertama anak perempuan? Itu tidak berlaku untukku, karena dia adalah penderitaanku yang paling pedih.

Embun mulai terduduk lemas, dan mulai terisak. Sesak, sangat sesak.

Tubuhnya terus bergetar karena menangis, tiba-tiba hidungnya kembali meneteskan darah, dengan sigap Embun mengahapusnya dan pergi ke kamar mandi.

"Gue kanapa! Si! Gue capek terus-menerus mimisan kayak gini" umpatnya.

"Gue gak boleh lemah! Gak boleh! Gue kuat!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Namun dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, jiwanya rapuh, sangat rapuh. Tersiksa, batinnya tersiksa, hatinya terus digoreskan.

Embun kembali terisak, kenapa? Semesta terus saja mempermainkannya, lelah? Ya, Embun sangat lelah.

Tidak bisa tuhan membawaku pergi sebentar? Agar hatiku kembali sembuh dan pulih? Karena rasanya seperti dibunuh tapi tidak mati.

TBC
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Spam komen donggg.

Luka_10

CantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang