Sakit🖤

3.4K 385 60
                                    

"Kenapa sih apa-apa harus pake berantem gini ?" Alya menangis.

Semuanya kikuk. Mereka tidak ingin ikut campur. Tapi posisinya mereka terlanjur ada disini.

"Stop"

Langkah Bram terhenti. Lelaki itu ingin mendekat memeluk, menenangkan Alya.

"Sekali aja lo kendaliin emosi" lirih Alya dengan sesegukan.

"Masalahnya Lo ngilang, Al"

"Gak ada masalah Bram. Semua bisa di omongin baik-baik" timpal Alya.

Kini mereka terpaut jarak 3 meter. Alya tidak ingin Bram mendekat. Percuma kalau sampai Bram memeluknya Alya pasti bakal Luluh. Sementara ada yang harus Alya perjelas disini.

"Semua panik nyariin Lo. Terus Lo bilang gak ada masalah ? Pikir pake otak!"

"Mama yang gak liat hapenya. Gue udah ngehubungin Mama pake nomer Baron---"

"Oh Baron" Bram tersenyum sinis.

"Baron gak salah, Bram. Bahkan lo bikin dia babak belur tanpa tau apa yang terjadi. Bisa gak omongin semuanya pake kepala dingin" Alya menggeleng saat sadar Bram punya persepsi sendiri di kepalanya.

"FUCK! GUE GAK BISA! GAK BISA MILIK GUE DI SENTUH ORANG LAIN! NGERTI LO!" Betapa menggelegar nya suara Bram.

Getarannya terasa sampai ke hati Alya. Berwujud pisau tak kasat Mata. Menghunuskan tepat di jantung Alya. Perih. Sakit. Bentakan dari orang tersayang rasanya lebih menyayat dari pada seorang musuh sekalipun.

"Bram!"

"Heh mulut Lo"

"Tenang bor"

"Apasih Lo ?!"

"Santai Bram"

"Tenang bos"

"Ssshh Bram"

"Setan bajing---astaga kaget gue!" Rama mengusap dadanya. Tadi Rama tertunduk, ia sendiri tidak tega melihat Alya berdebat sambil menangis. Posisinya tepat tak jauh dari Bram. Bentakan Bram begitu mendengung di telinga Rama.

Tatapan Alya berubah pias.

Kalau suaranya tak di dengar. Lalu untuk apa ada sebuah hubungan. Bukan kah suatu hubungan tercipta karena beberapa suara yang sepakat menjadi satu.

"Al, gue gapapa. Selesaiin baik-baik masalah Lo bedua. Gue balik" ringis Baron. Ia berjalan sedikit tertatih. Berusaha membawa Motor besarnya dalam keadaan penuh luka.

Bahkan Baron masih sempat memberikan senyum tulusnya sebelum benar benar pergi.

"Gue gak tau Bram. Apa gue bener bener miliki Lo. Atau gue cuma bagian dari obesesi Lo,," Alya berjalan masuk ke dalam rumah. Mengangguk pada yang lain.

Seolah anggukan Alya adalah ucapan terimakasih yang tidak sanggup di sampaikan kata.

Bram menatap tajam punggung Alya yang kini berganti dengan daun pintu. Tangannya terkepal kuat.

"Gak gitu caranya" Dyo menggeleng. Kedua tangannya bertengger di pinggang.

"Pikirin aja dulu. Kita mah gimana Lo aja " Dido menepuk pundak Bram sebelum ia melangkah pergi.

Semuanya, satu persatu ikut kembali ke Motor masing-masing.

Ada perasaan tidak enak melihat semua temannya pergi sia-sia. Bram merasa mencampurkan urusan pribadi dalam WILD.

Abdi menggeleng ia pergi menyusul yang lain. Mendorong Rama yang mau sok Sokan ikut ngomong ke Bram. Sudahlah, Rama. Omongan mu gak mempan. Apalagi kalo gak masuk akal.

si BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang