Kematian Noura, Tanpa Bram 🖤

899 85 12
                                    

Hari setelah itu, setelah merenggut banyak nyawa. Akhirnya setiap masalah yang tengah terjadi mulai menemukan titik terang masing-masing. Banyak hal menemukan jalan keluar namun di bayar lunas dengan banyak hati yang rapuh karena kehilangan.

Kini, semua keluarga mulai membaik dengan caranya masing-masing. Abdi dan kedua orang tuanya bertegur sapa dengan baik meski awalnya canggung. Kiara di bantu Abdi terus memantau kesehatan Papa Kiara. Kedua orang tua Bram memutuskan pindah ke luar negeri New York lebih tepatnya setelah memilih beberapa saham yang kira-kira perlu untuk di pantau lebih dekat dan Bintang ikut bersama mereka kecuali Bram memilih bertahan menetap di Indonesia.

*Video call pagi ini*

"Bang, jangan lupa novel novel gue yang ada di apartemen bungkus yang rapih. Bawa kesini, awas aja sampe pada lecet"

"Bacot"

"Iihhh,,, Maaa, Abang nih suka banget kayak gitu" adu Bintang.

"Mana sini,,," Mama Naras mengambil alih video call yang mereka lakukan.

"Kalo emang ribet, kirim duluan aja biar adek kamu gak cerewet"

"Agh, gampang lah nanti"

"Nanti nanti Mulu" terdengar suara teriak Bintang entah dari jarak yang jauh.

"Ck. Udah ah jangan ribut Mulu"

Bram mengendikan bahu. Malas berdebat dengan Bintang, semenjak ia kembali di urus oleh kedua orang tuanya sikap Bintang jadi seperti itu.

"Inget ya Bram, Minggu depan kamu ujian"

"Mah, udahlah. Bram tau kok, lagian ujian doang. Gampang" meremehkan sekali manusia ini.

"Mama gak usah khawatir, Bram pasti bisa"

"Ya emang Mama gak khawatir'in kamu. Tapi Alya, pokoknya kamu harus sering-sering noleh ke arah Alya. Pastiin dia bisa jawab, kalo sampe gak bisa, udah langsung cari cara isiin semua jawaban dia"

"Hastagaaaa" Bram menjatuhkan kepala di sandaran kursi. Menengadah menutup erat matai.

Nasehat dan titipan yang Mama nya ucapakan mulai tak Bram dengarkan. Masih panjang kali lebar dan tinggi lagi nasehat itu. Yang intinya Naras mau Bram jangan sampai membiarkan Alya dalam kesulitan.

Di halaman rumah sudah diisi dengan kehangatan pagi oleh Sugeng dan Vira yang sedang mengurus tanaman-tanaman milik Vira. Tangan Vira terkenal dengan sebutan tangan dingin apapun yang di urus pasti membuahkan hasil. Contohnya dalam hal menanam bunga, bagaimana pun caranya meski tidak dengan aturan benar akan tetap tumbuh subur.

"Gak berubah, masih suka tanaman"

Vira tersenyum, menghentikan aktivitas nya memotong daun-daun kering dari setiap tanaman nya.

"Ya gimana namanya juga hobi"

Sugeng mengangguk. Ia melihat di sekeliling pot bunga banyak sekali rumput liar yang mulai tumbuh juga hama hama yang di takutkan merusak semua tanaman.

"Alya mana sih?"

"Di meja makan. Emang lamban dia kalo disuruh habisin makanannya"

"Ah kayanya udah deh. Lama banget masa belum selesai" kening Sugeng berkerut.

"Kenapa, Mas? Panggil aja kalo kamu butuh bantuan"

Sugeng mengangguk, "ALYA. AL! ALYA TOLONG AMMBILIN PARANG DONG"

"IYAAA" terdengar sahutan dari dalam rumah.

Selesai mencuci satu piring dan juga gelas nya. Alya mencari apa yang Sugeng butuh kan. Mereka tetap tinggal di rumah yang selama ini Vira dan Alya tempati. Bukan Sugeng tidak mau mengajak anak dan istrinya pindah ke tempat yang lebih mewah tapi ini permintaan Vira juga Alya sendiri. Mereka mau tetap berada di rumah sederhana ini untuk selalu mengingatkan bahwa kesederhanaan lebih tenang dari pada segala nya.

si BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang