Hujan di Halte Bis🖤

1.4K 185 38
                                    

Tolong Dengarkan dulu jangan hakimi
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


"Udah enakan?"

"Gue gapapa kali, Bram"

Bram menghela nafas. Boleh gak sih Bram marah. Dia gak suka setiap Alya bilang gapapa padahal fisiknya kenapa kenapa. Yah walaupun 'gapapa' itu artinya bisa lebih baik. Tapi beda untuk ukuran Alya. Gadis itu selalu berusaha melawan kelemahannya tanpa dia sadar justru kelemahan itu jurang besar untuk Alya.

"Gue beneran gapapa Bram" ulang Alya saat melihat raut khawatir dan tak percaya di wajah Bram.

"Al, gue harus gimana lagi sih biar Lo tau takutnya gue" ucap Bram dengan penuh penekanan.

"Iya gue tau Lo pengennya gapapa tapi engga sama fisik Lo"

"Gue gak selemah itu Bram" tukas Alya.

"Ck. Argh"

Bram kehabisan kata. Bagaimana dengan tembok tinggi dari pasukan WILD yang sudah terbangun kokoh salah satunya adalah untuk menjaga keselamatan Alya. Sekalipun Bram menyewa pasukan dari seluruh dunia untuk menghindarkan Alya dari marabahaya, kalau justru fisiknya sendiri lah yang menjadi alasan terbesar bahaya untuk Alya. Semua akan sia-sia.

Bram menatap mata Alya. Mengunci pandangan Alya agar tetap tertuju padanya. Membiarkan gadis itu menyelami makna ketakutan Bram sendiri. Membiarkan Alya menemukan kekhawatiran terbesar Bram adalah titik lemah nya yang begitu hebat. Membuat Alya paham untuk setiap rasa takut atas dirinya yang tak bisa terucap dari kata.

"Al, ini sakit banget"

Bram menggenggam erat tangan Alya yang ia letakkan di dada kirinya. Memberitahu bahwa di bagian situ adalah satu-satunya tempat yang tidak bisa ia kendalikan saat itu mengenai keselamatan Alya. Bagian yang meskipun seluruh tubuh Bram sedang di liputi tebalnya amarah dan kekuatan iblis, namun di bagian situ akan tetap selalu kalah oleh Alya.

"Gua gak pernah ijinin orang lain liat sisi lemah gue kayak gini, Al. Please,,, denger gue. Gue gak bisa kalo itu elo!" Bram menggeleng lemah dengan tatapan sayu yang masih terkunci di mata Alya.

"Hancurin gue sekalian. Hancurin pake cara apa aja asal jangan pake cara elo kesakitan Gini, gue beneran gak bisa, Al"

Alya merasakan gejolak lara itu sampai ke jantung nya. Ia merasakan ketakutan besar dari sorot mata Bram. Tidak ada yang dibuat buat, Bram berbicara penuh penekanan dan memohon seakan ia tidak punya cara lain untuk menyampaikan gejolak itu.

Rasa bersalah menyelimuti diri Alya. Begini rasanya menjadi dunia untuk orang lain. Di saat Alya terkadang merasa hidup tidak adil untuk nya. Bram seolah mengingatkan Alya kembali bahwa dirinya berarti.

"Bram, hey.. iya maap. Gue janji bakal jaga diri. Maafin gue, Bram" Alya menerjang masuk kedalam pelukan Bram.

Untuk sesaat Bram belum siap dan terhuyung kebelakang. Namun dengan sigap Ia dapat menyeimbangkan diri. Alya yang tadi dengan posisi bersandar di kepala kasur kini menjadikan tubuh Bram sebagai sandaran dengan pelukan. Seratus persen berat tubuhnya ia tumpukan pada Bram.

"See,,, Lo aja gak kuat nahan badan Lo sendiri"

"Haha" Alya tertawa dengan perkataan Bram.

Memang benar. Bram selalu tepat dan benar menebak apa yang coba Alya sembunyikan.

"Gue cuma mau meluk Lo ya" kilah Alya.

"Meluk gak sampe nyender banget gini, Al. Ngeles aja Lo kek bajaj"

si BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang