Malam-malam yang sama.
Arlene menghidupkan api unggun untuk mengusir udara dingin. Terik matahari selalu digunakan bersama canda tawa, membasuh diri di danau yang jernih, mengajarkan Tahira berburu, memilih tumbuhan dan jamur yang tidak beracun, lalu membuat makanan dengan peralatan sederhana. Selama itulah, mereka menciptakan hubungan paling erat dan bermakna. Tidur di bawah tenda kain, memberi kehangatan satu sama lain, dan Tahira menatap seperti seorang saudari.
"Sebentar lagi kita akan melintasi Norlow." Tahira menunjuk arah utara dengan dagunya.
Arlene mengangguk. "Ibu pernah menceritakannya padaku. Benarkah wilayah itu luas?"
"Tidak terlalu luas, tetapi Norlow sangat panjang. Tempat itu adalah tanah suci, semua orang harus menghormatinya. Kerajaan-kerajaan sepakat, karena membutuhkan wilayah netral untuk mendapatkan jaminan keamanan. Walau tidak ada pertempuran, Norlow menjadi tempat pertemuan untuk membicarakan urusan bisnis."
Tahira sedang sibuk menghabiskan daging tupai yang Arlene masak dengan lezat. Beberapa kali dia tertawa, tidak pernah menyangka akan menangkap tupai untuk makan malam sedangkan Arlene sedang minum dari air hangat yang dipanaskan melalui periuk di atas api unggun. Tahira menukar gaun mahal miliknya dengan uang untuk membeli makanan, periuk, botol minuman, dan kain tebal.
"Setelah itu, kita akan memasuki Landelle. Dan Arlene, kau akan sangat menyukai kehidupan di sana." Tahira meraih uluran gelas dari Arlene, penuh senyuman menceritakan tentang kehidupannya. "Kami menerima budak yang mencari kehidupan merdeka, kesatria yang diasingkan, atau siapa saja yang ingin memulai kehidupan baru. Terkadang aku berpikir bahwa ayahku sungguh konyol saat percaya bahwa iblis adalah malaikat yang terluka, tapi pemikiran itu justru dibutuhkan untuk meyakini bahwa kebaikan di dunia hanya dapat diciptakan dan dimulai dari diri sendiri. Mungkin itulah mengapa kami hidup sejahtera, ayahku memimpin dengan bijaksana."
Arlene kemudian menarik selimut di dekat api unggun. Sejak mereka tinggal di hutan dan berkelana, Tahira berbaik hati meminjamkan pakaiannya dan beberapa kain sebagai alas tidur dan selimut. Tahira berbaring di samping Arlene, tersenyum lebar ke arah api unggun. "Kami memiliki segalanya. Buah-buahan segar, sayuran lezat, daging rusa, sapi, domba, ayam—apa pun yang kau cari ada di sana. Kami tidak memiliki pandai besi terbaik seperti Torrhen atau Eirys, ikan yang melimpah dan kapal perang terbaik seperti Martyn, atau emas dan minyak seperti Tangier, tapi semua rakyat hidup dengan baik, kesatria yang setia, anak-anak diajarkan dengan baik,
"Para wanita boleh belajar membaca dan saling berbincang dengan hangat—tidak pernah ada kekhawatiran tentang hidup terpaksa menjadi budak. Semua orang bahagia dan kau pasti terkejut akan banyaknya pria tampan yang kami miliki di sana. Mereka bekerja sebagai petani, pekerja, pandai besi, bahkan kesatria sekalipun. Orang-orang dari berbagai penjuru menetap di Quellon."
"Semuanya mengabdi sukarela?" Alis Arlene berkerut dalam.
Tahira tertawa, "Kau tak percaya, ya? Aku yakin kau juga tidak pernah bertemu lelaki mana pun. Apalagi jatuh cinta. Tapi apa yang aku ceritakan benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story
RomanceRaja yang mencintai pelayan? Geralt Xeire pasti tidak waras. Arlene memercayai cintanya tidak sebanding dengan hutang budinya kepada Geralt Xeire. Kehidupan yang usang dan memperjuangkan mimpi juga tidak cukup untuk mengurangi ketidak beruntungan. S...