"Tahira."
"Masuk, Arlene."
Pintu kamar tidur Tahira terbuat dari kayu berlapis dan lis dari lempeng besi. Arlene membuka lalu menutupnya setelah Tahira memperbolehkan. "Maaf, aku terlambat."
"Duduklah." Tahira duduk bersandar di kepala ranjang, menyuap dengan lahap, dan tidak sempat memberi senyuman. Jari telunjuknya terarah pada kursi dan meja di sisi ruangan sehingga Arlene bisa duduk menemaninya dengan kertas-kertas yang gadis itu bawa.
"Corrine sedang meminta pelayan dan koki untuk membawakanku makanan lagi." Tahira lalu mengeluh sambil tertawa halus, menyentuh perutnya, dan menyuap makanan lagi. "Pengobatan apa pun yang Corrine lakukan terhadap kakiku, selalu saja membuatku lapar."
Arlene tersenyum, melihat kaki Tahira dengan sorot puas. "Corrine melakukan hal yang tepat agar kau segera pulih."
"Tapi tubuhku akan seperti babi hutan bahkan musim dingin belum tiba."
Kemudian Tahira tersenyum lebih lebar dan tertawa. Keceriaannya semakin menggebu saat melihat kertas-kertas yang Arlene bawa. "Apa yang kau lakukan seharian ini sampai tidak menemaniku sarapan dan terlambat makan siang, Arlene?"
"Aku bertanya kepada banyak orang." Arlene membaca lembaran kertas. "Bertanya pada koki berapa sisa persediaan makanan yang kita miliki, kepada pelayan berapa banyak persediaan obat-obatan dan keperluan istana seperti handuk, kain, tali, kertas, tinta, tanaman herbal, termasuk minuman beralkohol. Aku juga bertanya kepada pelayan yang mengurus istal dan kuda-kuda yang kita miliki, termasuk pakan dan selimut mereka untuk musim dingin.... Persediaan kita menipis dalam waktu yang cepat, tetapi setidaknya jauh lebih baik daripada kekhawatiran Alton saat perang berakhir. Tidak ada yang kelaparan."
"Perutku juga tidak. Kurasa ini hal yang baik. Kerja bagus, Arlene."
Tahira meletakkan sendoknya dan tersenyum sebagai pujian atas kerja keras Arlene. Tahira jauh lebih puas ketika selanjutnya melihat Arlene tersenyum bangga pada dirinya sendiri sambil mengangguk malu dan kembali melihat kertas. "Aku hanya melakukan perhitungan sederhana semampuku-walaupun aku membencinya, kau tahu, Tahira. Aku tidak ingin melakukan kesalahan."
"Aku sudah melihat perhitungan dan laporanmu. Semuanya baik-baik saja, tetapi kau harus lebih teliti lagi."
Arlene mengangguk patuh lalu melihat Tahira melanjutkan makan siangnya.
Di suatu peristiwa, Arlene memberi tahu Tahira bahwa duka untuk Romana akan selalu terjadi sampai seumur hidup dan meyakini bahwa Tahira juga berduka sampai seumur hidupnya. Senyuman, tawa, amarah, dan kekecewaan akan datang silih berganti setiap saat dan duka akan selalu mengiringi setiap masa.
Duka yang Arlene miliki bersembunyi di balik senyuman dan tawa atau kepatuhan. Namun, apa yang Arlene saksikan di wajah Tahira sama sekali bukanlah duka. Tampaknya, duka dapat pergi lebih cepat karena Tahira selalu tersenyum sejak menjadi istri Geralt. Arlene kemudian memahami bahwa cinta pada orang yang tepat dapat mengusir kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story
Любовные романыRaja yang mencintai pelayan? Geralt Xeire pasti tidak waras. Arlene memercayai cintanya tidak sebanding dengan hutang budinya kepada Geralt Xeire. Kehidupan yang usang dan memperjuangkan mimpi juga tidak cukup untuk mengurangi ketidak beruntungan. S...