30 - stone heart

3.4K 469 292
                                    

"apa yang kau lakukan?" Tanya suara berat yang terdengar serak itu.

Pria di sebelahnya sedang sibuk bersenandung nada lagu yang ada di playlistnya.

Revan terlalu tahu, karena itu ia tidak dapat tidak peduli. Ia tahu bocah disebelahnya ini sedang mempersiapkan sesuatu yang tidak ia suka. Ia juga tahu lagu yang disenandungkan oleh pemilik manik safir ini lagi-lagi lagu edgy tentang kematian.

Revan masih tidak mendapatkan balasan. Memang seperti itulah kawannya. Hampir setiap saat memasang tampang bodoh yang ceria. Padahal entah apa yang sedang ia pikirkan dan rencanakan.

"Hey, aku bertanya harusnya kau jawab." Ucapnya lagi.

Taufan sedikit terkejut, "eh- kau bertanya? Maaf aku tadi terlalu fokus."

"Aku bertanya, apa yang sedang kau persiapkan? Lihat semua barang itu.. bahkan teknologi terbaru yang belum kita launch ke publik.." gerutu sang pemilik surai putih itu. Disambut dengan cakaran kucing yang tidak terima bahwa Taufan, majikan yang ia sayangi, dibentak oleh kakek tu- oleh makhluk pungut ini.

"Ahh, menyiapkan warisan." Jawab Taufan santai.

Mata Revan menajam tidak senang, "maksudmu?"

"Hey, jangan di bawa terlalu serius, aku memang harus melakukan ini kan? Presdir menyiapkan warisan, apanya yang aneh?" Jawab Taufan lagi sambil meneguk sodanya.

"Aneh karena kau ini bahkan belum berumur dua puluh tahun. Presdir diumur segitu sedang sibuk-sibuknya nya mengumpulkan pundi-pundi uang untuk dinikmati sendiri, bukannya malah diwariskan bodoh." Komplain sang surai putih kesal.

Taufan tertawa terbahak-bahak, namun tawanya tak terdengar lepas sama sekali.

Revan tahu betul tentang itu.

Ia mengenal sahabatnya ini lebih dari ia mengenal hal lain.

Ia terlalu tahu bahwa tingkah itu tak lain adalah sebuah topeng sandiwara untuk menutupi luka yang selalu ia sembunyikan.

"Yah siapa tahu kan? Bercanda kok, jangan tegang-tegang bos" jawabnya lagi sambil menepuk pundak sahabatnya.

"Tapi.. yah.."

"Aku mempersiapkan semua ini untuk memastikan, bahwa hidupnya akan terus aman dan nyaman, dan ia dapat mencapai cita-cita nya dan posisi yang ia dambakan, setelah aku bukan lagi mentornya, aku tak dapat lagi menjaganya dari dekat, bukan?" Jawab Taufan, sorot matanya yang teduh iti menatap lembut kearah barang-barang yang ia persiapkan.

"..kau berhenti Dari menjadi mentornya, bukan berarti kau akan berhenti menemuinya." Jawab Revan. Ia merasa terganggu dengan ekspresi sendu sang partner.

"Hal itu..siapa yang dapat menjaminnya?" Jawab Taufan lagi.

"Ehe, tapi tentu saja kau benar! Aku tinggal menghampirinya jika aku punya waktu senggang" jawab Taufan ceria.

Namun lagi , dengan mudah ekspresi cerianya tersapu oleh ombak emosi yang bahkan ia tak tahu apa namanya.

"Tapi sampai kapan?" Ucapnya.

Singkat.

Pertanyaan yang terdengar sederhana.

Namun bagi Revan, itu adalah salah satu hal yang menakutkan untuk di dengar.

"Kau.. tidak berniat pergi kemana-mana kan?" Tanyanya dingin. Ia siap mengurung sahabatnya ini jika ia mendengar jawaban yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Taufan tertawa kecil, "lihat wajahmu kakek, kau sangat seram, ubanmu berkilau dibawah sinar lampu." Canda nya, tidak menanggapi ucapan Revan dengan serius.

BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang