Saat melangkah keluar dari ruangan Kaizo, Solar tak tahu ekspresi seperti apa yang nantinya harus ia perlihatkan pada sang mentor. Ia pun tak tahu harus memberi reaksi seperti apa.
Dalam hatinya, ia sangat ingin membujuk sang kakak untuk berhenti meninggalkan segala misi ini. Namun di sisi lain, ia tahu Taufan telah mempertimbangkan segala hal sebelum mengambil keputusan yang berbahaya bagi kondisinya.
Ia sudah melalui banyak hal. Solar memang tak mengerti jelas. karena sang kakak sekaligus mentor bermanik safir itu tak pernah terbuka mengenai perasaan dan kesulitan dirinya sendiri.
Ia selalu ada untuk Solar, mendengarkan keluh kesahnya, mendukungnya, mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membantu Solar. Namun selalu ada garis batas yang ia lukiskan dengan jelas.
Solar menghelakan nafas panjang, mungkin akan lebih baik untuknya membicarakan ini secara tersirat, berharap kakaknya mau sedikit membuka hati dan membagikan deritanya.
"Aku harus bergegas" ucapnya. Saat ia pergi menghampiri Kaizo, ia meninggalkan kakaknya sendiri di apartment mereka, ia takut saat kakaknya terbangun dan membutuhkan bantuan, robot yang Solar rakit, yang dioperasikan oleh AI hadiah dari Taufan, tidak dapat membantu sang kakak secara maksimal.
Solar mengeluarkan kunci apartment miliknya, hendak memasukkannya ke lubang kunci, saat ia tersadar bahwa pintunya tidak dikunci. Ia yakin bahwa ia sudah menguncinya sebelum ia pergi, selain jika Taufan membukanya dari dalam, seharusnya pintu ini tetap terkunci.
Ia membuka pintu, berekspetasi bahwa mungkin kondisi Taufan sudah membaik dan mentor bermanik biru safirnya itu sempat keluar apartment untuk mengganti suasana.
Hatinya sedikit lega, syukurlah kalau kondisinya sudah membaik. Batinnya, memegang gagang pintu dan membukanya.
Namun pemandangan yang disajikan sangat berbeda jauh dari ekspetasinya. Bukan sosok Taufan yang ia temui segera setelah ia membuka pintu, melainkan sosok Gempa dan Ice yang bermuka murung.
Solar mendapatkan perasaan ganjil yang tak mengenakkan, ia mengerutkan alisnya, suaranya ketus. "Kenapa kalian bisa masuk kesini?" Tanyanya. Seingat dia, kunci apartment hanya dipegang olehnya dan mentor, masing-masing satu, dan password pintu apartment ini hanya diketahui oleh mereka berdua pula.
Dia masih teringat sekitar enam bulan yang lalu, Taufan dan dirinya sepakat untuk mengganti kode password menjadi tanggal dan bulan dihari pertama mereka menjadi mentor dan murid.
"Sebagai prasasti akan pertemuan yang digerakkan oleh takdir, aku akhirnya dapat merasakan cahaya kehangatan dari adik bungsuku, menjadikan konsonan langit sebagai saksi akan--" ucapan dramatis, penuh omong kosong, dan menggelikan itu terhenti sebelum sang mentor menyelesaikan pidato dramatisnya yang terinspirasi dari seekor aktor yang turun dari helikopter. Ya, sang mentor berhenti karena ditendang lututnya oleh sang bungsu.
Memori kecil yang terasa biasa saja, namun saat ia sudah lulus dan berhasil menjadi agen S, memori itu tersimpan di hatinya, terasa hangat, membuatnya merindukan hari-harinya saat masih menjadi murid naif.
Di awal password itu berubah, Solar selalu mengerutkan alis karena geli dengan keputusan sang kakak, namun lambat laun, semakin dekat ikatan persaudaraan dan guru-murid mereka, semakin ringan hatinya untuk menggunakan password itu tanpa malu.
Jadi kenapa, password yang hanya mereka berdua yang tahu, pintu yang hanya mereka berdua miliki kuncinya, dapat terbuka oleh saudara-saudaranya ini?
Solar menatap Gempa dengan dingin, meminta penjelasan. Dia sudah selalu berusaha untuk bersikap baik pada saudaranya yang lain, tapi harusnya mereka tahu batas.
"Aku sedikit meretas kuncinya, kita agent, hal seperti ini tidak sulit." Jawab Ice dengan dingin, menunjukkan ekspresi tidak bersalah.
"Ha? Jadi kalian mengesampingkan etika--" ucapannya terhenti saat ia melihat Ying keluar dari kamar Taufan dengan ekspresi yang berat.
Solar tidak terlalu keberatan dengan keberadaan kawan-kawan Taufan disini, karena ia tahu bahwa mereka memperlakukan Taufan dengan baik. Namun ekspresi muram itu, memberikan perasaan yang buruk.
"Ada apa?" Tanyanya pada Ying.
"Ying, Bagaimana dengan keadaan Taufan?" , Tanya Gempa dengan nada penuh kekhawatiran yang tak dapat ia tutupi.
Solar mengerutkan alisnya, hatinya tiba-tiba diserbu oleh rasa khawatir, dengan langkah terburu-buru ia beranjak, melangkah menuju kamar Taufan, "Taufan kenapa?" Tanyanya.
Ying menatap Solar, ekspresi khawatir yang tersirat dari pantulan manik gadis itu cukup mengkonfirmasi rasa takut Solar.
"Solar, ikut aku." Ucap Ying singkat, melangkah masuk ke kamar Taufan.
Gempa dan Ice hendak mengikuti mereka, namun langkah mereka terhenti oleh ucapan Ying, "kalian semua tunggu disini. Kondisi Taufan sedang buruk, aku tak mau menghadirkan resiko yang membuat kondisinya semakin buruk." Ucapnya, Ying memang terkenal dengan kata-kata tajamnya, dan para Boboiboy bersaudara selalu mengerti dan menerima hal itu. Namun hari ini, rasanya jauh lebih dingin. Membuat mereka merasakan rasa sakit yang menusuk.
Apakah itu rasa sakit? Atau rasa bersalah?
.
.
.Di ruangan bernuansa biru dongker itu, cahaya yang biasanya masuk lewat jendela besar di sisi dinding hanya dapat menampilkan sinar redupnya karena tirai yang menghalanginya.
Namun cahaya itu tetap berhasil melukiskan pantulan pucat pada kulit porselen yang sama pucatnya. Noda darah di pakaian juga sprei, dan sang empu yang terlelap terlewat tenang dalam ketidaksadaran nya. Obat yang menetes setiap beberapa detik ke selang yang langsung disalurkan pada urat nadinya menambahkan kesan tak berdaya pada sosok yang dahulu sangatlah aktif dan cerewet, memamerkan binar terang dari manik safirnya yang sebiru lautan seraya ia bertingkah konyol seperti lulusan akademi badut nasional.
Namun kini, jangankan melontarkan candaan aneh atau bertingkah konyol, jangankan memgganggu mereka semua dan membuatnya naik pitam, sosok sang mentor sekaligus kakaknya itu bahkan tidak menunjukkan binar dari manik safirnya sama-sekali. Menyembunyikan manik biru tua yang khas itu dibalik kelopak mata yang terpaksa tertutup.
Solar melangkah mendekati sosok itu, melewati Ying yang terdiam di depannya. Ying pun tidak berkata-kata, hanya menatapnya dengan tatapan iba. Begitupula Fang dengan wajah datar namun tak dapat menyembunyikan kekhawatiran dan rasa putus asanya.
Manik silver solar menatap lumat sosok yang terbaring lemah itu, lingkar hitam dibawah mata, garis rahang yang semakin terbentuk jelas karena turunnya berat badan, juga tubuh yang terlihat semakin ramping dan rapuh.
Tidak ada yang menandakan bahwa orang di depannya ini baik-baik saja.
Dan Solar tahu betul, dari semenjak mentornya menginjakkan kembali kakinya di gedung B ini, dia sama sekali tidak terlihat baik-baik saja.
Emosi bercampur aduk dalam dirinya, rasa takut, khawatir, putus asa, kesal, amarah, semuanya teraduk menjadi sebuah hal yang tak dapat ia tahan. Ia tak pernah merasakan emosi yang seintens ini. Teringat dirinya akan alasan Taufan mengambil segala misi berbahaya itu, dan juga percakapan yang baru saja terjadi antara dia dan Kaizo sebelum ia ke sini.
Segala pertanyaan muncul di benaknya, namun hanya satu pertanyaan yang dapat ia keluarkan dengan nada yang berat dan gelap.
"Jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi padanya saat aku tidak ada?"
// Author's note //
Aye aye chapter 60! Btw minggu ini aku udah up 2 chapter ya, gila gila keren bgt (muji diri sendiri)
Yawda selamat membaca, silahkan tinggalkan komen , caci maki terhadap elemental lain juga boleh 😔🙏
konsonan langit yang akan menjadi sebuah takdir cinta kita menjadikan hamparan bahwa saksi ini detik ini secara sinaran ultrafeng yang mulai diaungi oleh greenday akan menjadi cranberry cinta kita menjadi nyata aku sudah mempersembahkan terjun dari helikopter untuk kamu sayaaangg
Taufan mati yay or nay
(Tetep ada jumlah minimal komen tp aku rahasiain biar misterius, jd jgn lupa komen, klo ngga nanti aku ga up <ini ancaman>)
KAMU SEDANG MEMBACA
BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]
Fanfiction"Taufan, kau telah menghancurkan segalanya!" "jika saja kau tak ceroboh! dia-- dia tak akan--" setelah kejadian di hari itu, hari-hari Taufan berubah. kebahagiaan seakan telah pergi begitu saja darinya bersama dengan saudara-saudaranya yang telah...