81 - Minimarket

2.1K 277 131
                                    

"Hai adik." Ucap seseorang bertopi biru muda yang entah sejak kapan muncul di ambang pintu apartemen nya. Bahkan tidak memberikan salam ataupun ketukan.

Solar mengerutkan alis nya. Manik silvernya melirik sang kakak, "apa?" Tanyanya dengan nada getir. Hubungannya sudah sedikit lebih baik dengan Ice, namun tetap saja hal seperti ini bukan hal yang bisa diselesaikan dalam sehari.

"Aish, dinginnya." Sindir Ice dengan nada tidak peduli. "Tadi makanannya dimakan tidak?" Tanyanya. 

Solar meliriknya tajam, lalu membuang mukanya. "Mn, kucicipi." Ucapnya. 

Ice menghela nafas, "setelah segala usaha yang kukerahkan, hanya kau cicipi saja? Energi yang kugunakan untuk memasak itu adalah jatah 10 tahun energiku untuk bergerak." Keluhnya.

"Sayang sekali, kau masih terlihat sangat sehat." Jawab Solar. "Mau apa kau kesini?" Tanyanya, tidak dalam mood untuk berbasa basi. 

Ice terdiam sejenak. "Jajan yuk? Ke minimarket." 

"Nggak." Tolak Solar. 

"Apa kau pernah ke tempat tinggal Taufan?" Tanya Ice. 

Kini manik Solar sedikit nembelalak, cahaya silver itu kini melirik sang kakak. "Apa kau tahu tempat tinggalnya?" 

"Waktu itu kami sempat melakukan misi bersama, dan situasinya cukup genting. Aku tidak tahu pasti lokasi akuratnya, namun aku tahu distrik dimana tempat tinggalnya berada. Aku tahu ini tidak akan merubah apapun, namun aku fikir kau bisa.. sedikit berdamai dengan situasimu jika kau bisa merasakan sedikit jejaknya." Jelas Ice, manik biru mudanya sedikit bergetar saat mengucapkannya. Bukan hanya Solar yang ia harapkan dapat berdamai dengan situasinya, ia pun berharap dirinya sendiri juga bisa sedikit berdamai dengan perasaan-perasaan yang menghantuinya. 

Solar berdiri, melewati Ice yang sedang berdiri di samping pintu begitu saja. Ah, dia tidak mau ya. Yasudahlah aku balik saja ke kamarku— 

"Mau sampai kapan kau berdiri disitu? Tunjukkan jalannya." Gerutu Solar. 

Ice sedikit tersenyum, "baik, sebelah sini yang mulia." Ucapnya, menerima tatapan tajam dari sang bungsu. 

Padahal aku pernah berharap aku bisa mengambil posisimu. Aku pernah berharap agar Taufan memberikan perhatiannya padaku lagi.

Tapi, kini malah aku yang mengisi posisi Taufan. Yah, walau pastinya aku tak akan pernah bisa sehebat dia, 

Tapi Fan, aku akan berusaha agar si bungsu tidak terlalu tenggelam dalam kegelapannya. 

Karena sangat tidak cocok bukan? Cahaya harusnya bersinar, bukan terkurung dalam kegelapan.

°•°•°

"Apa kau masih kuat?" Tanya suara yang biasanya terdengar datar itu kini terdengar khawatir.

"Kau sudah bertanya sepuluh kali, aku bilang aku masih kuat. Santai saja. Lagipula jika aku pingsan kau tinggal gotong saja." Jawab sang pemilik safir biru.

"....kalau kau pingsan akan kutinggalkan di jalan." Jawab Revan. 

Taufan tersenyum, "kau mulai kembali terasa seperti Revan yang kukenal." Jawab Taufan dengan tawa ringannya. 

Revan mendecik kesal, membuang mukanya, namun terlukis sebuah senyuman kecil di wajahnya. Ini pertama kalinya setelah sekian lama ia bisa merasakan kebahagiaan Taufan yang berasal dari hatinya. Bukan karena rasa iba, melainkan karena ia bersenang-senang.

"Aku haus." Ucap Taufan. 

"Aku bawa air minum." Ucap Revan sambil menyodorkan botol minum ke Taufan.

Taufan menggeleng, "aku ingin soda." 

Revan mengerutkan alisnya, "tahu diri." Ucapnya. 

Taufan ikut mengerutkan alisnya, "minum air putih setiap hari, kau kira aku sungai?" 

"Apa hubungannya sungai dengan minum air putih setiap hari?" Jawab Revan kesal.

"Pokoknya aku mau minum minuman yang bukan air putih." Ucap Taufan tegas. Tidak memberi Revan celah untuk menyela. 

"....baiklah, ayo ke minimarket." 

"Yay! Soda!" 

"Tetap tidak boleh soda." Jawab Revan dengan dingin dan tegas.

"Tch." , Decik Taufan kesal, namun ia tetap bersemangat karena akhirnya bisa minum minuman lain.

.

.

"Selamat malam~ selamat datang– oh! Mas-mas ganteng, udah lama ga ketemu~ apa kabar?" Tanya sang cashier minimarket segera setelah ia melihat dua wajah yang familiar ini. 

Walau cukup banyak pelanggan yang selalu berlalu lalang setiap harinya, kedua laki-laki ini sangat meninggalkan kesan bagi pekerja minimarket ini. 

Alasannya? Satu, karena mereka tampan. Kedua, karena kalau mereka datang biasanya ada saja keributan. Satu hal yang sangat menjadi core memory bagi pegawai minimarket ini adalah saat si tampan berambut putih mengamuk karena dijahili oleh si tampan berambut cokelat, alhasil rak-rak minimarket berjatuhan. Dan saat manajer toko datang menghampiri, si surai cokelat menjabat tangan sang manajer dan pegawai 5.000 Ryzl per orangnya, membuat seluruh pegawai menganga dan dengan senang hati membereskan kembali kekacauan yang dibuat oleh si tampan berambut putih itu.

Namun ada yang aneh, si tampan rambut coklat yang sudah kurang lebih satu tahun tidak pernah muncul itu kini terlihat sangat pucat dan seperti kehilangan berat badan yang cukup drastis. "Mas ganteng rambut cokelat gapapa? Udah lama ga ketemu tapi sekarang kok pucet banget? Lagi sakit ya? Mau beli obat?" Tanya sang cashier.

Taufan tertawa kecil dengan sedikit canggung, "haha, gak perlu kok. Ini cuma lagi kecapekan aja." Jawabnya. 

Bohong. Batin Revan sambil mengerutkan alis. Tentu saja ia tahu itu, dulu pasti ia akan marah setiap Taufan berbohong tentang kondisinya, tapi sekarang Revan merasa seperti ia tidak memiliki hak untuk marah karena kini ialah salah satu alasan Taufan berada di kondisi yang seperti ini. 

Mereka berdua berjalan ke rak minuman, "dengar. Pilih minuman yang kau mau. Tapi jangan soda atau minuman energi.mengerti? Aku akan pilih-pilih bumbu masak dan biskuit-biskuit untuk stok di rumah." Ucap Revan yang disambut oleh anggukan enggan dari Taufan. 

"Hmm, gaboleh soda..terus apa ya?" Gumamnya sambil menatap lemari pendingin dengan intens. "Pokali aja kali ya?" 

Sambil ia terbenam dalam pilihannya, terdengar sang cashier menyambut pelanggan yang baru masuk lagi. Taufan mulai memasukan pokali ke keranjang belanja dan pindah ke lemari pendingin sebelah untuk mencari yogurt namun ia dapat merasakan genggaman di pergelangan tangannya. 

Genggaman yang sangat kuat dan terasa sedikit seperti cengkraman, seakan tak mau melepaskannya.

Manik birunya menatap tangan yang menggenggamnya, jaket biru. 

"..Taufan?" Ucap orang itu.

Manik Taufan membelalak, matanya kini menatap wajah orang itu. Kini jantungnya yang biasanya lemah terasa berdebar terlalu kencang, lalu hampir jatuh. Matanya membelalak lebar. 

Ia berusaha menarik tangannya dari genggaman orang itu, namun genggaman itu menguat. Tubuh Taufan yang lemah tak bisa lolos dengan mudah. 

Revan yang baru kembali dari rak bumbu untuk menyimpan pilihannya di keranjang belanja, kini melihat pemandangan dimana Taufan seakan berusaha lari. Ia langsung menghampirinya, menggenggam kuat lengan orang yang memegang tangan Taufan dan mendorongnya. Tidak seperti kelihatannya, orang itu cukup kuat dan gesit. 

Revan langsung menarik Taufan ke dekapannya dan mereka berdua menghilang bersama angin. 

"..Taufan?" 


// Author's note //

Hai, author is here dropping off the new chapter

Maaf yaa gabisa bales komenn, kangen jawabin komen kalian but IWBHEBEIEHE kkn is so near :))) hopefully everything's going to be well hehehe

Wah mereka ketemu?! Hehe excited ga? Share ur thoughts yaa~

See u, moga situasi dan kondisi memungkinkan untuk diriku update cepat

BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang