Sang pemilik manik emas itu kini sedang terduduk dikursi kecil disebelah sofabed tempat Taufan berbaring. Tangannya memegang pisau kecil seraya ia dengan lihai mengupas buah apel menjadi bentuk kelinci.
Di masa lalu, sudah pasti sang kakak bermanik safir itu akan memulai pembicaraan dengan natural. Membicarakan apa saja yang menurutnya menarik. Gempa memang bisa dianggap pintar dalam berbicara jika dibandingkan dengan para saudara elementalnya yang lain. Namun Taufan, ada sebuah aura magnetik yang membuatnya selalu nyaman saat mendengar omongannya.
Atau begitu dulunya, sebelum kesalah pahaman membuat hatinya kesal setiap mendengar suara sang pengendali angin.
Namun kini, ratusan hari yang ia habiskan dengan menyakiti perasaan sang kakak, ia sedang berusaha memperbaikinya.
Jika dulu ia pernah berkata “nasi telah menjadi bubur.”, mungkin sang Taufan versi ceria sebelum kesalahpahaman terjadi ini akan mengatakan “ Kalau begitu tambahkan ayam suwir dan jadilah sarapan yang enak.”
Kini, ia sedang berusaha menjadikan bubur itu sebuah hal yang dapat mengobati luka sang kakak.
Oleh karena itu, saat Solar datang menghampirinya dengan wajah dingin, memberikan pesan yang seakan ia keberatan untuk mengatakannya, ia sangat tidak percaya.
“Taufan bilang kalian boleh menemuinya.” Ucap Solar singkat dan langsung meninggalkan ruangan mereka tanpa mendengarkan pertanyaan dari Gempa.
Namun hanya satu kabar itu, satu kabar itu saja seakan telah mengangkat batu besar dari pundaknya. Taufan benar masih hidup? Dan dia.. Memaafkan kita?
Kesempatan yang diberikan sang kakak ini tidak akan ia sia-siakan, begitulah tekadnya.
Namun kenyataannya, semua ini terasa canggung. Taufan tidak mendorong mereka pergi, namun ia juga tidak mendekati mereka.
“pasif” adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan peran Taufan saat ini.
Namun Gempa tidak menyerah, setelah selesai mengupas apel itu, ia menatap manik safir yang sayu itu. “.... Kak, mau apel?” Tanya Gempa kepada Taufan. Dahulu, mana mungkin ia terfikir bahwa akan terasa sangat canggung dan salah untuk memanggil sang kakak dengan panggilan kakak.
Dilubuk hatinya ia tahu bahwa ia tidak berhak, bahwa ada rasa sesal dan bersalah yang mmebuatnya tak dapat mengucapkan kata itu dengan ringan.
Taufan tersenyum, “terimakasih, simpan saja dulu disitu, nanti kumakan.” Responnya dengan sopan.
Bukan ini yang Gempa inginkan.
Bukan hubungan yang harus dijalani diatas seutas tali tambang dengan berjinjit agar tetap seimbang ini yang ia butuhkan.
Namun, segala memori dari Boboiboy yang ditumpahkan padanya, membuatnya cukup tahu diri untuk tidak komplain akan perlakuan ini.
Gempa mengangguk, tersenyum. Sudah satu minggu sejak ia dan saudara-saudaranya yang lain bertemu dengan Taufan.
°•°•°•°
Di hari pertama mereka semua datang menemuinya, di kediaman yang ternyata dekat dengan minimarket yang mereka datangi.
Di hari itu, rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata. Saat mereka semua dengan gugup berdiri didepan pintu gerbang rumah itu dan saling berkomunikasi melalui tatapan akan siapa yang harus menekan bel.
Di hari itu, saat mereka memasuki ruangan dengan lapisan fitur keamanan, jantung mereka berdegup kencang. Ekspektasi namun juga rasa takut memenuhi diri mereka. Harapan yang besar namun juga ingatan lampau tentang hari dimana Taufan menghilang memenuhi benak mereka. Bagaimana kalau segala harapan mereka berujung dengan kekecewaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]
Fanfiction"Taufan, kau telah menghancurkan segalanya!" "jika saja kau tak ceroboh! dia-- dia tak akan--" setelah kejadian di hari itu, hari-hari Taufan berubah. kebahagiaan seakan telah pergi begitu saja darinya bersama dengan saudara-saudaranya yang telah...