"Masuklah." Ucap sang pemilik surai putih secara singkat.
Solar mengangguk dan melepas alas kakinya, "dimana Taufan?" Tanyanya.
Revan mengerutkan alisnya, wajahnya terlihat sedikit suram.
Solar menyadari ekspresi yang diciptakan oleh partner dari sang mantan mentor, kini ikut mengerutkan alisnya. Jantungnya berdegup, khawatir akan kondisi sang kakak. "Apa dia baik-baik saja?" Tanyanya.
Revan terdiam, daripada menjawab pertanyaan sang pengendali cahaya itu, ia memilih untuk melangkah, membiarkan Solar mengikutinya.
"Fan." Panggilnya segera setelah pintu besi menuju ruangan penuh dengan komputer besar yang memonitor kondisi Taufan itu terbuka.
Manik silver Solar membelalak. Pemandangan yang ia temukan sekarang adalah tubuh sang kakak yang dihiasi oleh selang infus dilengannya. "Apa yang terjadi padanya? " Tanyanya panik.
Revan melangkah mendekati Taufan yang sepertinya tidak menyadari keberadaan mereka berdua disini. Manik safirnya tersembunyi dibalik kelopak matanya. "Fan, adikmu datang. " Ucap Revan lagi sambil kini mengambil suntikkan. Ia menyuntikkan cairan ke selang infus Taufan dan terdiam, kini menatap manik silver milik Solar yang seakan tak sabar meminta kejelasan akan apa yang sebenarnya terjadi.
"Bukan hal yang aneh, inilah keseharian baru dalam hidupnya. " Ucapnya singkat, ekspresi datar yang dingin itu tak dapat menyembunyikan rasa bersalah yang dipantulkan oleh manik merahnya.
Solar terdiam, ia tak dapat marah. Ia tahu betul bagaimana kondisi Taufan sebelum kejadian yang ia kira telah merenggut mentornya darinya. Sejujurnya, bahkan setelah mengesampikan rasionalitas, fakta bahwa sang mentor masih bernafas bisa dibilang sebuah keajaiban.
Solar menatap layar-layar yang berisikan kondisi kesehatan Taufan yang selalu terbarui setiap detiknya dilayar itu. Singkatnya, tanpa bantuan seluruh alat-alat dan obat yang dimasukkan ketubuhnya setiap beberapa jam sekali, tubuhnya tak akan bisa berfungsi untuk sekedar memiliki kesadaran.
Solar mendekati tubuh sang kakak, manik silvernya menatap Revan seakan menunggu persetujuan darinya. Revan menunduk, seakan mempersilahkan.
Solar melepas sarung tangan miliknya, jarinya mulai menelusuri surai brunette Taufan dengan lembut, mengarahkan poni yang sedikit menutupi wajah Taufan dan menyelipkannya dibelakang telinga Taufan. "Kau adalah orang dengan tekad paling kuat yang pernah kutemui. " Ucap Solar pelan, hampir seperti bisikan.
Ia tak dapat menahan tangannya yang sedikit gemetar karena upaya dirinya yang menahan luapan emosi. "Aku bahkan tak tahu harus berkata apa kak. Segala ucapanku hanya akan menyakitimu. Kau lebih lelah dari siapapun, dan aku tahu itu. " Ucapnya.
Kelopak mata sang pengendali angin perlahan terbuka, menampilkan manik safirnya yang walau terlihat lelah namun masih memiliki tekad hidup disana. ".. Solar? " Lirihnya.
Manik silver Solar melembut, senyuman terlukis diwajahnya. "Hai kak, aku datang berkunjung. " Ucapnya.
Taufan membutuhkan waktu untuk memproses situasi ini setelah terbangun. Ia baru menyadari betapa memprihatinkan kondisinya dimata orang lain. "Ah.. " Gumamnya.
"Revan, kenapa kau tak bangunkan aku dulu sebelum membiarkan Solar masuk?" Keluh sang pengendali angin.
Revan menggeleng, "aku sudah coba memanggilmu. " Ucapnya datar. Membuang muka, entah karena kesal ataupun ada emosi lain yang tak berani ia tunjukkan.
Taufan tersenyum pasrah, "begitukah? Sepertinya tidurku terlalu nyenyak. " Jawabnya disusul dengan tawa kecil miliknya yang khas.
Solar hanya membalasnya dengan senyuman pasrah, kebohongan kecil yang dibuat oleh sang kakak untuk menutupi kelemahannya akan ia terima tanpa protes.
"Ruangan ini.., canggih sekali. Semua produk Whoosh.co? " Tanya Solar mengalihkan pembicaraan agar sang kakak tak merasa canggung.
Tangannya dengan sigap membantu menopang tubuh Taufan yang hendak duduk, manik silvernya menatap sang kakak dengan atentif, Taufan tersenyum. "Begitulah, keren kan?" Jawabnya.
Solar mengangguk, keheningan tercipta diantara mereka. Pada dasarnya Solar bukanlah tipe yang banyak omong kecuali jika berbicara tentang penelitian, ilmu pengetahuan, kehebatan dirinya dan mengolok-olok orang lain. Biasanya, Taufan yang memulai pembicaraan duluan. Selalu seperti itu, ia selalu bergantung pada sang kakak untuk menghangatkan suasana.
Namun hanya ada suara tetesan cairan infus yang terdengar. Sampai sang pemilik surai putih membuka suara, "aku akan menyiapkan makanan, kalian mengobrol saja dulu. Sudah satu tahun kan? Pasti dia penasaran tentang hidupmu selama satu tahun ini. " Ucap Revan pada sang pengendali cahaya sambil melangkah keluar ruangan.
"... "
".... "
Taufan kini menatap sang adik, "bagaimana.. Kehidupanmu satu tahun ini? " Tanyanya pada Solar.
Solar menatap manik safir penuh rindu itu, ia tersenyum. "Yah.. Banyak hal yang terjadi. "
Taufan sedikit mengerutkan alisnya, "jika kau memiliki masalah, ceritakan saja padaku." Ucapnya khawatir.
Solar tertawa kecil. "Yah, bohong kalau aku tidak menghadapi masalah. Kak.. "
"Saat kau tak ada.. Aku sempat kehilangan arah. " Ucap Solar sambil menggenggam lembut tangan sang kakak. Senyum pastah terlukis diwajah yang biasanya penuh gengsi itu.
"Aku menyibukkan diriku dengan misi. Seluruh misi yang bisa kuambil, aku ambil. " Lanjutnya.
"Misi yang berbahaya juga? " Tanya Taufan.
Solar menatap manik safir sang kakak, ia terkadang merasa lucu bagaimana kakaknya ini sangatlah munafik. Seorang munafik yang ia rela untuk membuang hidupnya demi bersamanya. "Yang berbahaya juga. Jangan salahkan kapten Kaizo, aku yang mengancamnya. " Jawab Solar.
"Solar..", ucap Taufan, tidak setuju akan tindakan sang adik.
" Jangan berekspresi begitu kak, aku kan sudah bilang, aku sempat kehilangan arah saat kau tak ada. Aku mencari segala cara untuk mencari apapun yang bisa kutemukan tentangmu. "
"Tapi tenang saja, berkat ajaranmu, aku dapat melewati misi-misi itu tanpa bahaya yang mengancam nyawa. Lihat? Data kesehatanku cukup bagus. " Ucap Solar sambil menunjukkan layar yang berisikan informasi kesehatan miliknya. Ia tahu betul bahwa sang kakak akan sangat khawatir tentang kondisinya, dan ia tak mau menambahkan beban pikiran untuk sang kakak.
Benar saja, helaan nafas lega terdengar dari Taufan. "Syukurlah." Komentarnya.
"Ah... Warisa-- barang pemberianmu, aku menggunakannya dengan baik. Bahkan saham whoosh. Co yang kau berikan. Jika boleh jujur, sedikit gila ya kau kak? Anak yang belum beranjak 20 tahun sudah kau mau jadikan CEO? untuk saja kawan berambut putihmu tidak memaksaku untuk mengambil alih tempatmu. " Keluh Solar dengan nada yang lebih santai yang disusul oleh tawa kecil milik sang kakak.
"Maaf, aku bukannya mau membebanimu akan posisi itu, kau boleh membuangnya kapan saja. Aku hanya berharsp kau memiliki opsi lain jikalau kau ingin meninggalkan kehidupan berbahaya sebagai agen. " Jawab Taufan.
Solar mengangguk, "aku tahu itu. Dan terimakasih kak, aku memang berfikir untuk keluar agensi. Namun ini belum saat yang tepat. " Ucap Solar.
"Belum saat yang tepat? "
"Mn, aku harus memastikan bahwa seluruh akar kebusukan di agensi dimusnahkan sepenuhnya. Semua orang yang pernah menyakitimu--" Ucapannyw terhenti saat Taufan mengelus rambut Solar. Elusan yang sangat ia rindukan.
"Solar, tentang itu.. "
//author's note//
Hehe momen hangat mentor-adek yang kita rindukan
Btw komen 150 ku lanjut up wkwkkw
KAMU SEDANG MEMBACA
BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]
Fanfiction"Taufan, kau telah menghancurkan segalanya!" "jika saja kau tak ceroboh! dia-- dia tak akan--" setelah kejadian di hari itu, hari-hari Taufan berubah. kebahagiaan seakan telah pergi begitu saja darinya bersama dengan saudara-saudaranya yang telah...