55 - Slow resp dia

2.6K 374 541
                                    

Pintu itu terbuka disertai dengan suara 'klik' , seorang pria dengan wajah yang sangat pucat, bisa dibilang seperti Zombie walau untuk case nya, Zombie yang ini sangat tampan.

Manik safir itu entah kenapa terlihat jauh lebih tumpul dari biasanya, bibir yang kehilangan rona merahnya, ia benar-benar terlihat tidak baik-baik saja walaupun senyuman tetap terlukis di wajahnya.

Taufan melangkah, sulit rasanya untuk menggerakan badannya. Sahabat bersurai putihnya sudah mewanti-wanti untuk tidak meninggalkan headquarter mereka, tapi mana bisa Taufan mempertaruhkan keamanan dan kerahasiaan tempat tinggal mereka?
Sekarang empat butir pain killer tidak terasa cukup.

Oke, lukanya memang masih belum sembuh betul, tapi rasa sakit yang tersebar di seluruh tubuhnya bukan berasal dari sekedar luka tusuk. Ia tahu betul. Tubuhnya sudah mulai hancur dan dia sangat mengerti.

Ruangannya di Gedung B yang sudah cukup lama tidak ia sentuh, namun anehnya, tempat ini tidak menunjukan debu sama sekali. Seakan ada yang rutin membersihkannya atau ada yang baru saja membersihkannya.

Sengaja ia memilih tempat ini untuk menemui sang bungsu. Tempat ini memberikannya paling banyak privasi daripada tempat lain di agensi. Ia tak ingin bertemu dengan saudara-saudara nya, jadi tempat ini adalah pilihan tepat, bukankah begitu?

Jari-jemarinya menyentuh lembut furnitur-furnitur yang ada di ruangan ini. Saat pertama ia di turun pangkat dan diharuskan pindah, ia tak pernah sekalipun menganggap tempat ini sebuah rumah. Bahkan tempat bersinggah pun tidak pernah.

Tempat ini tak lain hanyalah kantor yang memiliki dapur dan kasur, begitulah pikirnya.
Namun setelah kedatangan sang adik, sang bungsu yang mulai menghabiskan waktu bersamanya, sebuah ikatan akan tempat ini pun terbentuk. Tanpa sadar dirinya merindukan tempat ini, merindukan tempat dengan aroma ocean breeze yang khas.

Pintu itu kini terbuka untuk yang kedua kalinya. Padahal, Taufan belum mengabari Solar bahwa ia telah sampai. Manik safirnya menatap pintu, dan kini terbelalak.

Bukan manik silver yang bertemu dengan miliknya, melainkan manik biru muda yang dingin, namun kini, itu terlihat tidak lebih dari potongan es yang rapuh.

Taufan terdiam membeku, jika tubuhnya sedang dalam kondisi prima mungkin sudah banyak pertanyaan yang terlintas di kepala nya. Mungkin ia akan bertanya-tanya tentang alasan Ice berada di ruangan ini, padahal bukankah Ice sudah membencinya dan memutuskan segala ikatan dengannya?
Diantara keduanya hanya ada keheningan, keheningan yang mencekam. Sang pemilik manik safir tidak ada niatan untuk membuka percakapan. Ia tahu bahwa ia sudah tak memiliki energi yang cukup untuk itu.

Sang pemilik manik biru muda yang sedari tadi bungkam, terkadang membuka mulutnya. Seakan hendak mengatakan sesuatu namun tidak tahu harus mulai dari mana.

“Taufan..” ucapnya pelan, memecah keheningan yang mereka kira tak akan menghilang. Dapat terlihat bahwa manik Taufan terlihat bergetar saat Namanya disebut, bukan dengan nada yang dingin dan apatis melainkan nada yang seakan menahan rindu dan lega.

“Taufan!” ucap sebuah suara yang ternyata berasal dari orang yang berbeda. Laki-laki bervisor emas itu kini bergesa ke arahnya dan langsung menyentuh bahu Taufan. “kapan kau datang?” tanyanya sambil memeriksa kondisi Taufan.

Sudah berapa lama ia tak melihat sosok sang kakak sekaligus mentornya ini? Apakah dia memang sepucat ini? Tentu tidak. Tentu saja dia yang dahulu masih memiliki sedikit rona kemerahan di kelopak matanya. Tidak seperti sekarang. Seperti mayat hidup. Lingkar mata hitam dan tubuh yang ringkih.

Taufan tidak langsung merespon, ada sebuah jeda sampai akhirnya mulutnya terbuka, sampai akhirnya bibir nya terlihat berusaha untuk tersenyum, “Solar.” Jawabnya lembut.

Manik silver Solar sedikit membelalak. Ini sungguh sangat kejam. Bagaimana sang mentor yang dahulu terlihat secerah matahari pagi, seorang mentor yang selama ini mulutnya susah untuk ditutup, selalu mengucapkan hal-hal tidak berguna bisa menjadi seperti sekarang? Apa yang telah dia alami? Kenapa dia bisa sampai seperti ini?

Ice menatap keduanya dalam diam. Ia bertanya-tanya kenapa ia tak bisa langsung berlari ke arah sang kakak seperti Solar?

Kenapa bahkan untuk memulai percakapan terasa begitu sulit?

Mengapa rasanya ada rasa tak enak hati dalam dirinya saat ia melihat sosok Taufan? Bukankah selama ini ia sepakat untuk menganggap Taufan lah yang bersalah?

Apakah di lubuk hatinya ia pun sadar bahwa sebenarnya dialah yang merasa bersalah? Bahwa ia telah kejam kepada sang kakak, dan kini secara natural, dirinya merasa tidak pantas untuk menunjukan kekhawatiran padanya?

Ia melangkahkan kakinya, mendekati kedua orang itu. Namun sebuah jarak tetap ia ciptakan, tak berani terlalu dekat. Ia hanya melihat dari tempatnya, bagaimana Taufan yang terlambat memberi respon dari setiap pertanyaan Solar, dan Solar yang ekspresinya terlihat semakin khawatir.

“A.I..” panggil Solar tiba-tiba. Jika mentornya sedang baik-baik saja saat ini sudah pasti ia akan dengan sigap bereaksi untuk menghentikan apapun yang akan Solar lakukan setelah ini. Namun seperti apa yang Solar takutkan, bahkan ekspresi Taufan masih kesulitan untuk menunjukan sebuah emosi.

“lakukan pemindaian menyeluruh terhadap kondisi Agen Taufan.” Perintah Solar terhadap alat yang dulu Taufan berikan sebagai housewarming gift untuk Solar.

[Melakukan pemindaian]

Kini barulah manik safir itu sedikit membelalak. “Solar tidak per—”

[pemindaian selesai]

[membacakan hasil pemindaian]

[luka luar : severe . kerusakan pada Jantung : High. kerusakan pada ginjal : High. kerusakan pada saraf : Severe. Kerusakan keseluruhan 80% . status kritis telah dilalui. Kecepatan pemulihan : sedang. Beberapa kerusakan bersifat permanen.]

Manik silver dan biru muda itu membelalak mendengar hasil yang dibacakan oleh AI. Sertakan Taufan berusaha mengerahkan seluruh energinya agar bisa merespon lebih cepat.

“tak perlu khawatir” ucapnya mengelus kepala Solar. Ada keraguan di manik safirnya. “kondisiku tidak separah kedengarannya kok” lanjutnya lagi.

Solar terdiam, mencengkram bahu sang mentor dengan frustasi. “apa kau pikir aku hanya akan mengangguk dan menerima kebohonganmu?”

“apa yang kau sembunyikan?” ucapnya lagi, ada lapisan amarah dan kekhawatiran di suaranya.

“apalagi yang aku tak boleh ketahui? Apa sebenarnya rencanamu? apa saja misimu? Bukannya Agen B harusnya memiliki misi dengan tingkat sedang? Kau sangat hebat dan terampil, aku belajar dibawahmu, dan aku tahu betul misi kelas B tak akan ada apa-apanya untukmu. Jadi sebenarnya apa yang kau lakukan?!” omelnya, cengkramannya menguat. Namun kepalanya ia sandarkan di dada Taufan.

suara nya terpatah , ia cengkram pakaian Taufan, “apalagi.. apalagi yang harus kulakukan untuk menghilangkan rasa khawatirku?” ucapnya, manik silver yang biasanya terlihat penuh determinasi kini terlihat rapuh.

Taufan terdiam, setelah beberapa waktu ia tersenyum, tangannya mengusap kepala sang adik, “tidak ada yang perlu kau lakukan”
“cukup jalankan misimu, jaga dirimu, dan percaya padaku. Itu.. itu lebih dari cukup” ucap Taufan lembut.

// Author's note//

Halo halo!! Kangen kah sama author? Kangen ga nih sama author's note baru yg fresh from the oven dan bukannya reheat di microwave?

Anyway, iya, ini chapter bru yg blom pernah di publish, mulai dari sekarang paxing nya bakal kaya dulu lagi ya, hopefully bisa up seminggu sekali tapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi baik di kehidupan maupun dalam diri.

Btewe, klo komen belom diatas 350 gaakan up hehehehehhe aku author yg kejam kan

Klo udh lupa ceritanya silahkan reread ya, mayan nambahin read count (ini author geplak dengan lembut aja gatau diri soalnya)

Enjoy! Semoga suka ya!

BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang