Snow White and the Seven Dwarfs

220 57 12
                                    


Jeju-do, south korea, past time

'jiyeon-ah, kau akan tinggal di tempat ini mulai sekarang ya' seorang yeoja kecil berkuncir dua hanya menatap wanita bersanggul indah di depannya

'mulai hari ini, eomma bukanlah eomma lagi. Kau harus melupakan semua tentang eomma, kau akan tinggal disini' jiyeon melirik ke arah gedung yang nampak seperti rumah sederhana itu. Di sampingnya ada sebuah bangunan lebih besar dengan tanda salib yang menandakan bahwa gedung itu adalah sebuah gereja. Mata bulatnya kembali ke arah rumah dengan plang nama bertuliskan rumah cinta itu

'ini rumah siapa?' tanya jiyeon polos

'aiiisssh anak bodoh' yeoja itu mengumpat

'sudah kukatakan ini rumahmu sekarang' teriaknya sedikit tertahan

'kenapa aku harus tinggal disini? Aku mau bersama eomma saja' jiyeon meremas lengan yeoja yang dipanggilnya eomma itu

'andwe, ani. Silheo. Aku sudah lelah membesarkanmu. Aku ingin hidup bebas, kau adalah beban. Seharusnya dulu aku mengaborsimu saja, tapi appamu yang sialan itu malah memaksaku melahirkanmu' jiyeon sudah berkaca-kaca

'eomma...' lirihnya hampir terisak

'aiissh dwesseo. Aku harus pergi, bawa ini dan serahkan pada para suster di sana' tunjuknya ke arah beberapa orang anak seumuran dengannya yang sedang bermain bersama beberapa orang biarawati

'eommaaa...' jiyeon menarik-narik pakaian eommanya. Tapi sang eomma justru terus mendorongnya menjauh. Nyaris dia terjatuh ke tanah saat tiba-tiba eommanya mendorong jiyeon dengan keras

'pergi, gaaa...' usir yeoja itu dengan tanpa perasaan

'aiiissh merepotkan saja' kesalnya sebelum berbalik pergi dengan angkuh

'eommaaaaa' teriakan yeoja kecil yang sudah terisak itu. Wajahnya sudah basah oleh air mata

'eommaaaaaa' panggilnya begitu menyayat hati tapi tak sekalipun eommanya menoleh

'hiks eommaaaa gajimaaaaa' tangisan anak kecil yang begitu sedih itu menarik perhatian salah seorang biarawati di sana. Dia berjalan mendekat, tangannya menyentuh bahu yeoja kecil itu dengan lembut

'ada apa? Uljimayo' jiyeon tak berhenti menangis

'ireumi mwoyeyo?' jiyeon hanya bisa terisak sembari menyerahkan tas dan surat yang tadi diberikan eommanya

'ya tuhan' lirih suster itu melirik sendu yeoja kecil di depannya. Amplop putih itu berisi surat singkat yang berisi bahwa yeoja itu menyerahkan jiyeon kepada panti asuhan, beberapa lembar uang sebagai tanda terima kasih.

'namamu jiyeon?' tanya suster itu lembut yang diangguki jiyeon

'gaja, ikut suster' katanya lembut mengulurkan tangannya pada jiyeon

'kau pasti lapar kan? Kau akan punya banyak teman disini' jiyeon melirik ragu ke arah taman yang ramai dengan anak seumurannya yang kini juga sedang memandang ke arahnya itu

'ne?' jiyeon terdiam, sepertinya sedang berpikir. Kepalanya sekali lagi menoleh ke arah eommanya pergi, yang kini bahkan sudah tak nampak lagi

'gaja' kepala jiyeon akhirnya mengangguk. Tangannya menyambut uluran tangan suster cantik berkacamata itu

'gaja' kedua orang itu berjalan masuk bergandengan tangan memasuki taman berumput hijau itu. Anak-anak kecil itu menyambut jiyeon dengan senyum lebar. Hari itu jiyeon akhirnya tinggal di panti asuhan, setelah eomma kandungnya sendiri sudah menelantarkannya.

******

Jeju-do, present time

'Selamat pagi' jiyeon berlari dengan terburu-buru dengan tangan mengikat rambut panjangnya

Myungyeon OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang