Chapter 32

4.2K 526 243
                                    

Lintang mengerjapkan matanya beberapa kali hingga bisa menyesuaikan cahaya lampu. Lalu mengedarkan pandangan nya ke segala penjuru ruangan serba putih itu dan mendengus kesal. Tangannya bergerak untuk membuka masker oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya.

"Siapa yang bolehin kamu buka maskernya huh?!" Lintang sedikit tersentak mendengar suara Riyan yang tiba-tiba ada di sampingnya. Dan yang lebih mengagetkan yaitu keberadaan Adit dan Ardian yang masih tertidur di sofa.

"Susah kalo mau ngomong, Om," ucap Lintang sambil mengerucutkan bibirnya.

"Om panggilin dokter dulu buat ganti masker oksigen nya sama nassal canula," sahut Riyan sambil membalikkan tubuhnya.

"Ahhh, Om mah gitu. Aku udah ngga sesak lagi," rajuk Lintang dengan suara lemah.

"Hhh, ok." Riyan langsung mendudukkan badannya di kursi samping brankar Lintang.

"Mau minum?" tanya Riyan dibalas anggukan oleh Lintang. Riyan membantu orang yang udah dia anggap kaya keponakan nya sendiri untuk duduk dan meminum air putih.

"Om kok bisa ada di sini?" tanya Lintang heran.

"Harusnya om yang tanya begitu. Kamu tau 'kan kerjaan om di sini jadi apa?" sahut Riyan males dan dibalas cengiran oleh Lintang.

"Kamu kenapa bisa kambuh?" lanjut Riyan mulai menginterogasi.

"Embul mana, Om? Kangen aku tuh sama dia," Lintang mengalihkan pembicaraan sambil menengok ke arah belakang Riyan.

"Ngga usah menghindar dari pertanyaan om, Gege. Kamu itu udah bikin om sama daddy kamu panik karena Bryan telepon om katanya kamu kambuh. Ngga mungkin kamu kambuh gitu aja, kan?" sahut Riyan serius membuat Lintang menunduk.

"Om kasih tau papa?"

"Dan dia bakal pulang hari ini. Jadi, kamu siap-siap aja kena marah. Kali ini om ngga bakal bantu kamu," Lintang langsung manyun mendengar perkataan Riyan.

"Ge, Ian ada di rumah om. Dia bilang setelah kamu keluar dari sini, kamu harus ikut Ian buat tinggal sementara waktu di rumah om sebelum berangkat ke Australia lagi," Lintang mendongak dan menatap Riyan penuh tanda tanya.

"Om ngga tau apapun soal masalah di keluarga kalian. Tapi, ada baiknya kalian nyelesaiin semua ini dengan kepala dingin. Balik lagi ke Australia dengan keadaan kaya gini sama aja kalian lagi menghindar dari masalah," ucap Riyan setelah menghela napas.

"Ngga, Om. Kami ngga lagi berusaha untuk menghindar dari masalah. Tapi, ini semua emang keputusan Ian yang udah dia ambil sebelum pulang ke sini. Sebelum kami pulang, Ian sempet nolak permintaan papa untuk balik lagi ke Indonesia karena dia belum siap. Tapi, karena kami pengin masalah ini cepet selesai, akhirnya dia mau. Cuma dengan satu syarat. Setelah semua masalah ini selesai, kami bakal balik lagi ke Australia." Lintang berucap dengan senyum sendunya.

"Terus janji kalian sama Gilang?" Lintang hampir aja lupa dengan presensi adik bungsunya itu. Jujur aja dia juga berat buat ngambil keputusan ini. Tapi, dia juga ngga mau kecewain Bryan yang udah susah payah buat lawan keraguan nya sendiri.

"Kalian juga harus mikirin perasaan Gilang. Dia udah kaya orang bodoh di sini. Apa kalian tega ngorbanin perasaan dia hanya untuk keegoisan kalian masing-masing? Ingat, Ge. Kalian harus saling terbuka satu sama lain supaya ngga lagi ada masalah kaya gini. Keluarga kamu butuh pilar yang kuat supaya ngga mudah goyah lagi."

"Om pamit dulu. Masih banyak pasien yang harus om tangani. Om harap kamu bisa ngambil keputusan yang tepat untuk kebaikan keluarga kalian. Kepercayaan itu sangat penting di dalam sebuah hubungan keluarga. Dan itu yang kalian butuhin saat ini," Lintang termenung setelah kepergian Riyan. Ucapan dokter itu terasa begitu menohok batinnya.

We'll be Fine, Right? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang