Chapter 31

3.8K 520 183
                                    

Ardian merasa tidurnya terusik karena mendengar suara dari kamar Gilang. Maka dari itu, dia segera turun dari ranjangnya untuk memastikan penyebab kebisingan itu.

"Lintang!" Ardian cepat-cepat menghampiri adiknya yang udah bersimpuh sambil megangin kepalanya dan juga darah yang keluar dari lubang hidung Lintang. Dia natap Bara sekilas dan langsung membopong tubuh Lintang untuk dibaringkan di samping Bryan.

"Gege, lo denger gue?" tanya Bryan khawatir karena tangan kembaran nya yang dingin saat dia sentuh.

"I-ian, pusinghh," lirih Lintang dengan mata terpejam.

"Ge, atur napas lo. Dengerin gue!"  perintah Bryan sambil mendekap tubuh Lintang dan mengusap darah itu.

"Shit! Lo dengerin gue ngga sih?! Jangan tidur, ayo bangun!" desisnya dengan tangan satunya yang sibuk bersihin darah itu. Dia semakin khawatir karena mendengar tarikan napas Lintang yang mulai susah dan juga mata yang terpejam erat.

"Gue marah kalo lo ngga nyahut gue, bang!" ucap Bryan penuh penekanan.

"Dan gue bakal benci lo kalo Lintang sampai kenapa-napa karena lo!" tunjuk Bryan pada Bara yang masih terdiam.

"Stop! Ini bukan waktunya buat emosi!" sentak Ardian dan setelahnya dia ngelirik tangan Bara yang genggam botol tabung kecil.

"Keterlaluan lo, bang!" Ardian langsung merebut obat itu dan beralih menatap Lintang yang terpejam di dekapan Bryan.

"Lintang, kamu denger abang, kan?" tanya Ardian sambil mengambil alih Lintang supaya dia bisa kasih obat itu ke adiknya. Karena ngga ada pergerakan dari Lintang, dia makin khawatir.

"Abang bakal bawa dia ke rumah sakit!" Ardian segera membopong tubuh Lintang dan keluar dari kamar itu.



Gilang yang baru bangun karena kebisingan dikamarnya pun ikut terkejut saat berpapasan dengan Ardian yang membopong tubuh lemah Lintang.

"Gilang! Buka pintunya sekarang!" perintah Ardian karena dia kesulitan untuk membukanya. Gilang yang masih terkejut hanya bisa ngangguk patuh dan segera berlari.

"Suruh bang Adit untuk nyusul abang ke rumah sakit Cempaka. Kamu jagain Bryan. Abang pergi dulu!" ucap Ardian terburu-buru dan langsung masuk ke dalam mobil.




Gilang segera menghampiri Bryan dan merengkuh abangnya yang menangis gemetar tanpa peduli dengan Bara yang masih berdiri dengan keterdiaman nya. Karena dia juga ngrasa sakit melihat keadaan Bryan.

"Gege, Lang. Gue takut terjadi sesuatu sama dia," lirih Bryan sambil nyengkram kaos hitam milik Gilang.

"Ngga, bang. Dia bakal baik-baik aja kok, percaya sama gue," sahut Gilang sambil nahan tangisnya.

"Gue ngga berguna banget sebagai saudara kembarnya, kan?!" Bryan melepas pelukannya dan menatap Gilang penuh kekecewaan.

"Ngga, bang. Ini semua ngga bener. Lo berguna buat dia. Lo berha-"

"Gue ngga bisa lindungin dia! Gue ngga peka sama keadaan dia! Gue ngga berguna, Gilang!! Harusnya gue tau kapan Lintang harus mikirin dirinya sendiri! Harusnya gue bisa bela dia di depan bang Bara waktu dia nuduh Lintang yang ngga-ngga! Gue ngga seberguna itu jadi manusia! Gue lemah!" ucap Bryan menggebu-gebu.

"Arrgghh! Gue benci! Gue benci keadaan gue yang kaya gini!!" teriak Bryan sambil mukul-mukul kakinya, membuat Gilang langsung memeluk abangnya lagi. Dan lagi-lagi hatinya ngrasa sakit saat ngelihat betapa frustasi nya Bryan.

"Bang! Apa lo ngga mau jelasin sesuatu ke gue?!" tanya Gilang mengintimidasi.

"Ab-abang.... Maaf, Yan. Abang minta maaf," Bara langsung mendekati Bryan dan menggenggam tangan yang terkena noda darah itu dengan lembut. Seketika tangis Bryan pecah.

We'll be Fine, Right? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang