Chapter 3

3.7K 584 302
                                    

Happy reading!









Bryan mandang amplop coklat yang ada di tangannya dengan sendu. Ini adalah upahnya setelah satu bulan bekerja di mini market. Dia ngga dapat upah full karena dia bukan karyawan inti atau bisa dibilang Bryan cuma kerja paruh waktu. Sisanya dia kerja di bengkel temennya pas kuliah dulu. Kali ini pikirannya bercabang karena upah yang sedikit sedangkan kebutuhan hidupnya dan dua saudaranya si Bandung semakin banyak. Oh iya, mereka udah pindah ke Bandung sekitar setengah tahun yang lalu. Inginnya sih menikmati suasana baru dan meninggalkan Jakarta yang penuh dengan berbagai macam kenangan tak mengenakan bagi mereka.

"Wih, baru gajian nih?" tiba-tiba aja ada dua preman yang menghampiri Bryan. Ngomong-ngomong Bryan lagi duduk di halte sendirian sambil nungguin bus.

"Sok tau lo, bang!" sahut Bryan dingin sambil masukin amplopnya ke saku celana.

"Kelihatan dari amplopnya kali," jawab salah satu preman itu.

"Idih! Kaya cenayang aja lo!" cibir Bryan sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Eits! Mau ke mana buru-buru gitu?" tanya mereka sambil nahan lengan Bryan.

"Ya pulang lah!" jawab Bryan sambil mencoba melepaskan cekalan si preman.

"Sini dulu uangnya," palak salah satu preman itu.

"Uang siapa?" tanya Bryan bingung.

"Uang lo lah!"

"Gue miskin! Kalo minta uang ke emak lo aja sana! Gue mau pulang!" ketus Bryan dan langsung melangkah maju meninggalkan dua preman tersebut.

"Bryan! Jangan kurang ajar sama kita! Lo mau kita keroyok hah?!" bentaknya.

"Emang lo mau nambah daftar temen lo buat masuk UGD?" tanya Bryan remeh sambil sidekap dada.

Bugh!


"Lo pikir kita takut setelah lo bikin temen gue sekarat hah?!" ujarnya setelah meninju pipi kiri Bryan.

"Gue pikir juga gitu," sahut Bryan sambil ngelap ujung bibirnya yang berdarah.

"Sialan!" desisnya dan bersiap memukul Bryan lagi namun dengan cepat Bryan menghindar.



Bugh!

Bugh!

Bugh!






"Gue udah bilang ya sama kalian! Gue benci sama orang yang sukanya minta uang dengan cara kekerasan tanpa mikirin korbannya macam kalian! Ngga cukup apa peringatan yang waktu itu gue kasih ke temen kalian?! Kalo butuh uang ya kerja! Lo masih sehat, bang. Apa lo ngga malu sama orang cacat diluaran sana yang mending milih mati dari pada nyari uang dengan cara meminta apa lagi dengan cara kekerasan kaya kalian. Cih! Miris gue sama kalian!" tekan Bryan dengan senyum ngejek.

"Kalian punya anak kan? Masa lo tega ngasih anak lo semua makanan dari hasil malak. Ngga berkah dan bisa nimbulin penyakit. Kalian harusnya mikir sampai situ!" sambungnya.

"Nih! Semoga bermanfaat. Anggap aja gue lagi beramal," ucap Bryan sambil kasih dua lembar uang berwarna biru ke salah satu dr mereka yang udah babak belur karena perlakuan Bryan. Setelah itu Bryan pergi menjauhi kedua preman yang masih duduk di trotoar.


Jangan heran kenapa dua preman itu tau nama Bryan. Dulu, empat bulan setelah Bryan pindah ke Bandung dan kerja. Waktu pertama kali dia dapat upah, ada dua preman yang malak dia. Karena waktu itu Bryan lagi butuh dan ngga ada cara lain buat dapetin uang yang cepat. Alhasil mereka baku hantam. Singkat cerita si Bryan menang dan mengancam mereka agar tidak lagi memalak. Namun keesokan harinya dia kembali dicegat karena sudah membuat salah satu preman tersebut masuk rumah sakit. Dan setelah itu, preman di kawasan tersebut mengenal Bryan dan selalu mencoba mengganggu Bryan meski berakhir dengan mereka yang kalah. Maklum, bos mereka bukan lah bos yang tingkatnya seperti gangster. Btw, Bryan jago bela diri. Bukan bela diri yang kaya Gilang, tapi bela diri insting alias ngasal. Dia tau tentang bagian sensitif di tubuh seseorang, makanya dia bisa menang kalau baku hantam tanpa harus belajar jurus di bela diri. Suatu kelebihan yang patut disombongkan, muehehehe.











We'll be Fine, Right? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang