Chapter 10

3.5K 495 64
                                    

Sedari tadi, Bryan mondar-mandir di ruang tamu buat nungguin Lintang pulang. Entah kenapa perasaannya ngga enak banget bahkan tadi dadanya sempat sakit. Biasanya kalau dia ngrasa begini, pasti terjadi sesuatu sama kembarannya. Bryan ngga mau berpikiran buruk, tapi hati kecilnya ngga bisa bohong kalau sekarang dia khawatir.

"Hih! Ke mana sih tuh orang?!" gerutu Bryan sambil hempasin badannya ke sofa.

"Punya hp tapi ngga aktif mulu! Lama-lama gue jual juga tuh hp! Ngeselin!" dumelnya.


Gilang cuma bisa menghela nafas tanpa mau deketin Bryan yang masih gusar di sofa. Dia masih sedikit marah sama abangnya, ya kali tiba-tiba dia deketin Bryan. Ya walaupun sebenernya dia juga khawatir sih. Ini udah lumayan malem dan Lintang belum pulang.

"Awas lo, Tang! Kalo pulang gue bakal gebukin lo!" monolog Bryan sambil ngelus dadanya yang masih sedikit nyeri dan itu semua itu ngga terlepas dari pandangan Gilang.

Setelah nimbang-nimbang, akhirnya Gilang berjalan mendekati Bryan karena ngga tega.

"Tidur gih, biar gue yang tungguin bang Lintang," ucap Gilang datar tanpa natap Bryan yang sempet kaget.

"Eum, lo belum tidur?" tanya Bryan canggung.

"Gue masih ada tugas. Lo kalo mau tidur, tidur aja," sahut Gilang sambil natap Bryan sekilas.

"Bentaran deh. Mungkin Lintang masih di jalan," balas Bryan pelan.

"Muka lo udah pucet. Tinggal tidur aja, apa susahnya sih?!" kesel Gilang.

"O-ok, gue ke kamar dulu," jawab Bryan sambil berdiri dari sofa dan melangkahkan kakinya ke kamar.

"Ternyata ngga enak juga tengkar sama saudara sendiri," gumam Gilang sambil dudukin badannya di sofa.




Ngga lama kemudian, Bryan keluar kamar sambil makai hoodie dengan tergesa-gesa. Gilang yang lihat itu pun sedikit heran.

"Lo mau ke mana?" tanya Gilang penasaran.

"Rumah sakit, Lintang kecelakaan!" jawab Bryan panik.

"Rumah sakit mana? Biar gue yang ke sana," sahut Gilang sambil nyekal tangan Bryan.

"Medika, lo tunggu aja di rumah," ucap Bryan sambil lepasin cekalan tangan Gilang.

"Ngga! Lo mana bisa pergi dengan keadaan panik begini!" tolak Gilang tegas.

"Lang," mohon Bryan.

"Lo kena panic attack, bang! Tenangin dulu diri lo, setelah ini kita pergi bareng ke sana," ujar Gilang sambil megang kedua bahu Bryan, setelahnya dia langsung meluk Bryan agar abangnya bisa lebih tenang.

"Hiks gue takut," lirih Bryan sambil meluk Gilang erat.

"Bang, semuanya bakal baik-baik aja. Tenang, bang," ucap Gilang lembut sambil ngelus punggung Bryan.



Bagi Gilang, suasana kaya gini udah ngga asing lagi. Semenjak Sanjaya meninggal, Bryan lebih sering stress bahkan dia punya trauma kecil sama yang namanya kehilangan. Dia juga lebih sering nutupin masalah yang lagi dia hadapi dan itu semua membuat Gilang sama Lintang harus ekstra sabar untuk memahami jalan pikiran Bryan. Panic attack emang bukan sebuah penyakit yang bisa datang secara berkepanjangan, bisa dibilang hanya sekali, dua kali seumur hidup. Itu terjadi akibat si penderita terlalu stress, overthingking dan trauma. Ini udah kedua kalinya Bryan ngalamin panic attack. Maka dari itu, Gilang udah bisa bersikap lebih tenang buat hadapi serangan panik Bryan.

"Istirahat ya, bang?" bujuk Gilang setelah Bryan terkulai lemas dipelukannya. Serangan panic attack umumnya terjadi antara lima sampai dua puluh menit dan setelahnya si penderita bakal ngrasa lemas, itulah yang terjadi dengan Bryan sekarang.

We'll be Fine, Right? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang