Chapter 29

4.7K 573 264
                                    

Bara mendekati Bryan dengan langkah pelan dan juga air mata yang udah ngga bisa dibendung lagi. Pikiran buruk tentang keadaan Bryan makin menjadi-jadi sekarang. Apalagi ini? Apa ngga cukup penderitaan mereka selama ini?

"Ke-kenapa bisa, Yan? K-kamu kenapa?" tanya Bara sambil berjongkok dan mengambil alih tangan Bryan yang dingin.

"Gue lumpuh, bang. Miris banget ngga hidup gue?" sahut Bryan dengan senyum kecutnya. Ngga lupa air mata yang udah membendung di sudut mata.

"Bryan hiks hiks, maaf. Maafin gue hiks," Bara menangis, menenggelamkan kepalanya dilipatan lutut Bryan sambil menggenggam erat tangan adiknya.

"Ngga, ngga mungkin. Ini pasti cuma akal -akalan kalian aja, kan? Bang! Lo ngga lagi becanda, kan?!" sangkal Gilang sambil natap Bryan dengan tatapan menuntut.

"Ngga, Gilang. Bryan beneran lumpuh setelah kecelakaan itu," sahut Lintang dengan air mata yang mengalir kembali. Dia masih keinget masa-masa itu. Sungguh masa buruk yang ngga bisa Lintang lupain gitu aja.

"Bang! Maafin gue, maaf karena gue, lo jadi kaya gini hiks hiks. Lo mau apa biar gue dimaafin? Perlu ngga gue ikutan lumpuh juga biar kita impas?" ucap Gilang frustasi sambil belutut di depan Bryan, sementara Bryan sendiri cuma bisa gelengin kepalanya sambil nangis.

"Gue harus apa, bang? Lo kaya gini karena nyelametin gue dari kecelakaan itu hiks hiks. Bilang sama gue supaya gue ngga semakin ngrasa bersalah sama lo. Please, baang," mohon Gilang.

"Peluk, gu-gue kangen sama lo," pinta Bryan dan Gilang langsung meluk Bryan dengan hati-hati. Dan setelahnya tangis Gilang pecah di pelukan abangnya.

"G-gue gapapa, Gilang. Gue gapapa hiks," Gilang menggelengkan kepalanya karena ngga setuju sama perkataan abangnya.

"Maaf," bisik Gilang.












Ardian ngga tau harus apa sekarang. Seneng atau sedih? Dia emang pengin adik kembarnya pulang, tapi, dia ngga nyangka kalau keadaan mereka begini. Ardian bahkan udah berkali-kali menyalahkan dirinya atas keadaan Bryan. Begitu pula dengan Adit dan Galih. Sekarang mereka semua udah kumpul di Bandung untuk melepas rindu dengan adik kembar mereka, sekaligus meminta maaf.

"Gue ngga tau harus gimana lagi biar rasa bersalah ini ilang, Yan. Gue bener-bener minta maaf karena udah bikin lo sama Lintang menderita. Maafin semua kesalahan gue meski gue tau kalo ini semua udah terlambat dan sia-sia. Benci gue kalo itu bisa nebus kesalahan gue ke kalian. Gue ikhlas, Yan." Ardian berlutut di depan Bryan sambil menangkup kedua tangannya di depan dada. Air matanya udah mengering setelah puas menangis.

"Bryan, kalo lo sama Lintang masih marah dan benci, benci aja gue. Gue sumber permasalahan nya di sini karena rahasia itu. Andai gue jujur ke yang lainnya dari awal, pasti kalian ngga bakal begini. Gue minta maaf walaupun gue tau kalo gue ini ngga berhak dapet maaf dari lo," ucap Galih sambil natap Bryan sendu.

"Jangan pergi, jangan tinggalin gue, Lintang sama Gilang kaya dulu lagi. Rasanya sakit. Jadi, gue mohon sama kalian, jangan tinggalin kami bertiga lagi meski untuk urusan pendidikan. Maaf, kali ini gue mau egois," Bryan menunduk dalam karena ngga berani natap keempat abangnya.

"Ngga, kamu ngga egois kok. Kamu berhak minta itu ke abang atau abang kamu yang lain. Abang bakal turutin karena ini salah satu cara supaya kami bisa nebus kesalahan kami sama kalian. Makasih, Bryan. Makasih karena kamu sama Lintang masih sudi nemuin kami di sini. Tolong, jangan pergi lagi dari kami, ya? Abang ngrasa ngga becus jadi orang tua kalo sampai kalian lepas dari genggaman abang lagi," Adit ikut berlutut di samping Bryan dan menggenggam tangan yang tadinya sibuk mencengkram celana bahannya.

We'll be Fine, Right? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang