Chapter 22

4.7K 580 176
                                    

Bryan natap jengah pada Lintang yang entah sejak kapan terus merhatiin gerak-geriknya di atas kasur. Setelah kejadian kecelakaan itu, kembarannya jadi overprotektif sama dia. Jujur aja, Bryan agak risih. Iyalah jelas, orang biasanya dia begajulan di sana sini. Lah sekarang bisanya cuma tiduran sampai mampus alias bosen karena lumpuh.

"Bisa diem ngga sih?! Itu jahitan di dada bisa basah lagi kalo lo gerak mulu!" tegur Lintang karena udah greget banget pengin ikat badan Bryan supaya diem.

"Bisa ngga sih jangan lihatin gue mulu?! Risih tau ngga!" Bryan balik negur membuat Lintang garuk tengkuknya canggung.

"Ya gue kan itu..."

"Apa?!" sewot Bryan.

"Ih! Gue itu cuma khawatir aja! Lagian harusnya lo bilang makasih ke gue karena udah jagain lo seharian penuh di rumah!" sahut Lintang ngga terima sambil cemberut.

"Gue ngga minta yaa," sahut Bryan cuek.

"Lo kok ngeselin sih?! Ngga ada bedanya pas sakit sama ngga sakit. Malah makin ngeselin sekarang! Percuma gue waktu itu nangis-nangis kaya orang gila gara-gara lo tau ngga!"

"Ngga ada yang nyuruh juga. Dasar cengeng," cibir Bryan membuat Lintang makin kesal.

"Bryan ayok berantem lah! Gue yakin lo pasti udah sembuh!!" teriak Lintang.


Cklekk


"Ya ampun, udah malem kok kalian masih ribut aja. Lagi ributin apa sih?" tanya seorang pria paruh baya sambil bawa nampan berisi satu piring nasi lengkap dengan lauknya, semangkuk bubur, dan beberapa bungkus obat untuk Bryan. 

"Tuh, Pa! Si Bryan ngajak ribut mulu! Ngeselin banget dari tadi!" adu Lintang sambil natap Bryan sinis.

"Yaelah, lo aja yang baperan," sahut Bryan males.

"Bryan!" seru Lintang.

"Udah-udah. Ya Allah, papa bisa pusing kalo denger kalian ribut mulu," lerai orang yang disebut 'papa' oleh Lintang.

"Lebih pusing lagi kalo papa hadepin semua anak papa," ujar Lintang pelan.

"Oh ya? Papa masih ngga inget semua. Maafin papa ya?" balasnya ngga enak hati.

"Jangan minta maaf. Aku sama Bryan paham kok sama keadaan papa. Harusnya aku yang berterima kasih karena papa masih hidup meski ingatan papa hilang," Lintang cepet-cepet menggeleng dan meluk Sanjaya.

"Iya-iya. Papa tarik kata maaf papa deh. Sekarang kalian harus makan supaya ngga sakit lagi. Bryan, kali ini habisin makanan kamu ya? Terus minum obatnya," ucap Sanjaya sambil nyodori  satu piring makanan ke Lintang dan satunya lagi dia pegang.

"Kenapa bubur lagi?" tanya Bryan jengah.

"Lo belum boleh makan makanan yang kasar, Bry. Nurut aja apa kata om Riyan," jawab Lintang memberi pengertian.

"Bener tuh apa kata Lintang. Kamu harus nurut kalo mau cepet-cepet makan enak," timpal Sanjaya sambil ngaduk bubur Bryan yang masih sedikit panas.

"Iya-iya," sahut Bryan males.

"Uhhh, enaaakk," goda Lintang setelah menyuapkan sesendok sup ke mulutnya.

"Uhuk! Uhuk!" ngga lama setelah itu dia terbatuk. Hal itu sontak ngundang tawa remeh dari Bryan.

"Mampus kan lo? Makanya ngga usah ngeledek!" cibir Bryan dan Lintang langsung cemberut. Sanjaya cuma bisa geleng-geleng aja lihat kelakuan anak kembarnya.


Sanjaya merasa beruntung karena masih diberi kesempatan untuk hidup kembali setelah kecelakaan yang menewaskan istrinya itu. Meski harus mendapat luka bakar yang cukup serius di punggungnya dan juga hilang ingatan. Kata Riyan, dia ditemukan 30 meter dari lokasi kejadian oleh dua orang warga. Mereka mengira Sanjaya adalah korban begal atau tabrak lari malam itu. Jadi, mereka memutuskan untuk membawa Sanjaya ke rumah sakit untuk segera ditangani. Dan disitulah dia bertemu dengan Riyan, dokter yang pernah melakukan tes DNA antara Sanjaya dan anak kembarnya. Karena dokter Riyan juga dia bisa ketemu sama Lintang dan Bryan.





We'll be Fine, Right? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang