BAB 7

8.8K 1.3K 34
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment.
Setidaknya untuk menghargai karya penulis.

Setidaknya untuk menghargai karya penulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 7
KEPUTUSAN BERAT

Tidak apa jika kamu tidak mau berteman denganku
Karena satu-satunya yang bisa menyelamatkanku dari api neraka adalah diriku sendiri
~Carlista Rona~

1 April 2021

Hari ini, langit Kota Jakarta sangat indah. Burung-burung bahkan tertawa bahagia saat melewati langit yang berwarna biru menggoda. Tidak hanya mereka, seorang gadis berjilbab abu-abu yang tengah berdiri di balik jendela ruang inap VIP bahkan tidak rela melepas senyum lebarnya. Dia adalah Lista.

Langit yang cerah itu seperti kondisi hatinya saat ini, dia sedang bahagia. Jika diukur seberapa besar bahagianya, dia tidak tahu. Hal ini karena perjuangan dan penantiannya selama enam bulan akhirnya membuahkan hasil. Allah masih mengizinkan dia untuk menikmati keindahan dunia-Nya.

Lima bulan telah berlalu. Selama lima bulan itu Lista terus berjuang untuk memperpanjang usianya. Kini sudah satu hari dia melewati bulan Maret, bulan yang menjadi prediksi dokter bahwa hidupnya akan berakhir. Ya, hanya Allah yang tahu kapan hamba-Nya harus kembali.

"Udah siap, Non! Ayo pulang!"

Lista membalikkan badannya, dia tersenyum kemudian mendekati bi Yuli. Hari ini dia diizinkan pulang ke rumah, kondisinya sudah lebih baik. Walaupun sel kanker itu masih menggerogoti tubuhnya.

"Ayo, Bi!" Lista merangkul tangan kiri bi Yuli. Mereka pun keluar dari ruangan.

Lista melirik ke sekeliling tempat yang dia lewati. Sedari tadi dia belum bertemu Chanan, padahal Lista ingin berpamitan dengannya. Akhirnya Lista memutuskan untuk menunggu Chanan. Dia menyuruh bi Yuli duduk di depan ruang rawat inap yang baru saja mereka lewati.

Menit demi menit berlalu, Lista sudah menghubungi Chanan, namun laki-laki itu belum memunculkan batang hidungnya juga. Di sana mereka justru mendengar tangisan seorang wanita paruh baya. Walaupun lirih, Lista bisa mendengar percakapan mereka samar-samar.

Tangisan ibu itu pun semakin kencang hingga Lista dan bi Yuli menoleh ke arahnya. Lista menyipitkan matanya, dia tidak asing dengan ibu itu. Benar, Lista tahu siapa ibu itu. Dia adalah wanita yang dulu dia panggil dengan sebutan Bunda Haya, wanita yang melahirkan Rizal. Tunggu, Lista mencoba mengingat apa yang didengar sebelumnya.

"Terus gimana, Dok? Tolong selamatkan mata anak saya."

"Maaf Bu, satu-satunya cara yang bisa dilakukan cuma mencari donor mata. Dan untuk saat ini belum ada."

Alis Lista bertaut. Donor mata? Siapa yang buta? Rizal atau Reza? Begitulah yang ada dipikirannya saat ini.

Setelah dokter pergi, Lista pun berdiri, dia mendekati ruangan itu. Matanya mengintip ke dalam ruangan melalui jendela. Kedua matanya membola begitu melihat siapa yang tengah terbaring di dalam dengan mata terpejam. Dia adalah Rizal, orang yang dicintainya.

Ramadan Untuk CarlistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang