BAB 20

9.9K 1.3K 43
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment.
Setidaknya untuk menghargai karya penulis.

Setidaknya untuk menghargai karya penulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 20
PEDULI

Dibalik kata benci, pasti terselip sebuah kepedulian yang murni dari hati. Walaupun itu sedikit.
~Carlista Rona~

Setelah selesai salat tarawih, Lista memasuki kamar Rizal. Dia akan menuruti permintaan suaminya, berbagi kamar dan tidur satu ranjang lagi. Walaupun nantinya, dia harus berusaha menutupi rasa sakitnya mati-matian.

"Pakaianmu mana?" tanya Rizal.

"Masih di kamar bi Yuli." Lista melanjutkan langkahnya yang tertatih.

"Kenapa nggak dibawa sekalian?"

"Besok aja."

Terdengar helaan napas Rizal. Setelah itu terdengar langkah kaki keluar. Sedangkan Lista, dia meletakkan mukenanya di meja, kemudian membaringkan tubuh lemahnya di kasur. Dia menarik selimutnya sampai menutupi dada.

"Rizal? Kamu dari mana?" tanya Lista saat mendengar langkah kaki yang sedang memasuki kamar.

"Ngambil pakaian kamu."

Lista tersenyum. Dia pikir Rizal pergi ke mana. "Makasih," ucapnya.

Lista kini tersenyum lebar. Dari suara yang dia dengar, Rizal tengah memasukkan pakaiannya ke dalam lemari lagi. Laki-laki yang dicintainya itu perlahan mulai berubah. Tapi, apakah itu tulus dari hatinya?

"Kamu kenapa tiba-tiba berubah gini, Zal? Kamu udah nggak marah sama aku?" tanya Lista penasaran. Tadi pagi Rizal masih mengabaikannya, tapi kenapa sekarang dia menjadi peduli.

Rizal berpindah posisi ke meja kerjanya. "Aku cuma nurutin permintaan bunda sama Reza."

Dahi Lista mengernyit. "Permintaan apa? Untuk jagain aku?" tanyanya.

"Hmm," jawab Rizal malas, dia sibuk membuka laptopnya.

Lista langsung tersenyum kecut. Ternyata begitu. Rizal melakukannya karena terpaksa. "Kalau kamu nggak bisa, jangan dipaksa. Udah aku bilang, aku nggak masalah dengan kebutaanku. Jadi kamu nggak perlu kasihan sama aku, Zal."

Rizal menyandarkan punggungnya di kursi, sambil menunggu laptopnya menyala sempurna, dia berucap, "Nggak cuma itu. Aku juga lagi berusaha buat percaya sama ucapan Reza."

Dahi Lista mengernyit lagi. Dia meremat selimutnya kuat. "Reza bilang apa aja sama kamu?" tanyanya hati-hati.

"Ada, aku pikir kamu nggak perlu tahu." Rizal mulai sibuk berinteraksi dengan laptopnya.

Lista pun menghela napas. Semoga Reza tidak membocorkan rahasianya. Tapi dari sikap Rizal, sepertinya dia belum tahu. Semoga begitu. "Okey kalau gitu."

Lista mengambil ponsel dan earphonenya. Dia memutar murottal seperti biasa. Di saat seperti ini, lantunan ayat suci Al-Qur'an lah yang akan menenangkannya. Sedangkan Rizal tetap fokus dengan pekerjaannya.

Ramadan Untuk CarlistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang