Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment.
Setidaknya untuk menghargai karya penulis.BAB 2
SESUATU YANG DITAKUTKANIzinkan aku menemui bulan Ramadan untuk pertama dan terakhir kalinya. Setelah itu, Engkau boleh ambil nyawaku.
~Carlista Rona~Setelah lelah menangis di pelukan bi Yuli, Lista melepas pelukannya. Kondisi wajahnya sangat kacau. Matanya merah dan sembab, pipinya banjir air mata, bahkan ada sebagian air matanya yang mulai mengering. Mata merahnya menatap bi Yuli dengan memelas. Usianya hanya tersisa enam bulan.
"Bi, Lista harus gimana?" tanyanya parau, tidak peduli dengan air matanya yang sedang mengalir lancar.
Bi Yuli memalingkan wajahnya, dia tidak sanggup melihat wajah putus asa milik majikannya. Air matanya pun ikut menetes kembali, digigitlah bibirnya yang masih natural tanpa polesan, menahan isakan yang akan keluar.
Bi Yuli menolehkan wajahnya ke depan, menatap Lista kembali. Dari matanya terlihat jelas, majikan yang dia anggap seperti anaknya sendiri tengah tidak berdaya. Dia tidak boleh lemah. Dia harus kuat agar Lista bisa bersandar padanya.
Kedua tangan bi Yuli terangkat, menangkup pipi basah Lista. Dengan air mata yang masih mengalir, bi Yuli menghapus air mata di pipi Lista dengan kedua jempolnya. Beberapa helai rambut Lista yang keluar dari jilbab, dia masukkan lagi dengan hati-hati. Dengan mata yang basah, dia menatap Lista dengan lekat.
"Non Lista harus optimis. Non pasti sembuh," ucapnya meyakinkan.
Namun Lista menggeleng lemah. Masih teringat jelas wajah bundanya yang kesakitan sebelum pergi meninggalkannya. Melihatnya saja dia tidak sanggup, apalagi jika dirinya sendiri yang merasakan. Matanya pun mengembun lagi, hingga akhirnya air matanya meluruh ke pipi.
"Gimana Lista bisa optimis Bi, bunda aja nggak-"
Bi Yuli langsung memotong ucapan Lista dengan meletakkan telunjuknya di bibir Lista.
"Non nggak boleh ngomong gitu. Non Lista pasti sembuh."
Bukannya tenang, Lista justru semakin lancar menurunkan air matanya. Suara dokter tadi terputar lagi di otaknya.
"Enam bulan Bi," ucapnya bergetar.
Bi Yuli tidak membalas, dia bisa merasakan betapa sedih dan putus asanya Lista saat ini. Bi Yuli pun menghapus air mata Lista yang mulai membanjiri pipinya lagi. Setelah itu barulah dia menghapus air matanya sendiri.
"Non pasti sembuh, percaya sama Bibi." Lista hanya diam.
"Kita dengerin penjelasan dokter dulu," lanjutnya.
Dengan keadaan yang sama-sama sembab, bi Yuli membawa Lista ke meja kerja dokter Lukman, dokter yang memeriksa kondisi majikannya tadi.
"Jadi, ibu kamu terkena kanker paru-paru juga?" Lista mengangguk lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadan Untuk Carlista
Literatura FemininaJudul Awal: The First and Last Ramadan [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [DON'T COPY MY STORY] Kenapa? Karena hukumnya haram sayang, 😉😊 karena ini murni hasil dari pikiranku sendiri, dan nyari idenya itu nggak gampang 😊 Carlista Rona, seorang ga...