Game Over (1)

5 0 0
                                    

Note : Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin, semuanya! Jika ada salah kata dalam cerita ini, mohon dimaafkan.
***

"Angga, bagaimana keadaanmu?"

Nathan memasuki pintu kamar, berjalan kearah Angga. Laki-laki dengan pakaian yang masih terdapat bercak darah bekas pertarungan kemarin sangat membuat Nathan agak kesal membuat lantai kotor dengan darah dan bau tanah.

Jika bukan karena pesan Nadine yang berkata untuk menjaga laki-laki mudah putus asa ini, ia pasti akan meninggalkannya.

Yang membuat kesal tidak hanya itu, kenapa kekuatannya tidak dapat mengalahkan pelindung Radit dengan mudah? Bahkan Nadine pun kalah akan satu kekuatan dan senjata yang Radit pilih.

Nathan menghapus ekspresi kesalnya dan berhenti untuk menatap Angga yang tidak mendengarkannya, sembari menghela napas panjang.

"Kau tidak akan bisa mengalahkan Rayn dalam kondisi seperti ini." ujar Nathan menahan amarah, menyadari Angga memalingkan wajah, tidak mendengarkan.

Satu gelas yang ditawarkan pada Angga penuh dengan air yang sudah hangat, terasa seperti suap untuk menarik perhatiannya. Dan, siasatnya berhasil.

Nathan menahan senyum melihat Angga meminum air.

"Sudah merasa baikan?" Angga mengangguk pelan.

"Baiklah. Kami akan menunggu di bawah. Bersihkan dirimu."

Nathan tidak peduli lagi dan berjalan ke pintu keluar. Namun ia menghentikan langkah setelah menaruh tangan di gagang pintu.

"Aku tidak bisa menghibur dirimu atau memberi kata-kata palsu untuk membuatmu bangkit. Yang ingin kukatakan adalah besok kita akan melawan Rayn."

"..."

"Dan kami membutuhkanmu, Angga."

Lalu Nathan pergi setelah mengucapkan beberapa kata. Angga mendongak dan melihat punggung laki-laki yang pergi. Ia tidak mengenal ataupun ingin menganggapnya lebih dari teman, sebuah keluarga.

Ia tidak membenci Nathan, hanya saja cukup menjengkelkan dengan caranya yang seperti ini, menekan hati Angga tanpa ragu mengungkapkan perasaan.

Perasaan yang jujur dan terbuka sangat cocok dengan Nathan. Ia pun menerima perasaan seorang laki-lali yang berani menunjukkan resolusinya namun ia masih berpikir apakah ini adalah hal yang benar, melupakan Nadine begitu saja.

Ia tidak bisa. Beda dengan keluarganya atau orang yang sering menindasnya, ia benar-benar menganggap Nadine sebagai teman begitu juga Nathan dan Radit.

Radit. Ia lupa bahwa Radit meninggal dengan tiadanya objek yang dilindungi pelindung.

Tak hanya satu namun dua orang yang sangat berharga bagi Angga meninggal. Permainan yang dapat mewujudkan keinginan tidak setimpal dengan harga yang harus ia bayar.

Pertemanan, nyawa, kepercayaan.

Ia merasa tidak akan mampu untuk melanjutkan ini lagi jika harus kehilangan orang. Putus asa mengalir kedalam hatinya yang telah sebelumnya dipenuhi rasa bahagia.

Angga menarik kedua lutut ke dadanya dan menutup mata. Menenangkan pikiran dan mencoba mengalihkan pandangan dari masalah yang ada.

"...Aku akan memberi panggung yang terbaik untuk kita..."

Teringat kata-kata Radit yang tiba tiba muncul di dalam benaknya. Apakah ini maksud Radit? Dengan tereliminasinya dua ksatria, apakah ini yang dia maksud?

Tidak mungkin. Apakah Radit memprediksi hasil yang bahkan tidak bisa dilihat oleh Nathan yang mampu melihat masa depan?

Dengan tiba-tiba Cole datang dan membuat Angga terlompat ke belakang.

Sesuatu telah terjadi dan ia tahu bahwa Rayn pasti melakukan sesuatu.

"Angga, kau harus ikut aku. Rayn memulai babak terakhir dan Nathan bersama Drew sedang melawannya!"

Kelinci sialan.

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang