Meeting

141 31 13
                                    

Pagi ini, aku terbangun karena mendengar suara kepakan sayap di telingaku. Disusul dengan teriakan yang membuatku susah tertidur kembali.

''Angga! Ayo bangun, aku ingin jalan-jalan!''

Rengekannya yang keras itu pun perlahan-lahan membuat mataku terbuka sambil sesekali aku menguap. Kurasakan mataku terbuka sedikit untuk menyesuaikan cahaya yang masuk dan menyilaukan oleh mentari yang menyinari kamarku ini. Aku mengusap mataku untuk pertama kalinya agar dapat menghilangkan kantukku yang ingin merenggutku kembali lagi dan--

''Angga, ayo cepat!'' Suaranya semakin tinggi dan membuat mataku terbuka sepenuhnya karena kaget yang disebabkan oleh suaranya itu.

Ketika aku melihat kalender yang persis di samping tempat tidurku, aku menyadari kalo hari ini adalah hari sabtu. Aku ingin sekali marah padanya tapi apa daya, aku yang sudah terbangun ini hanya dapat mengerang kesal dan melihat Cole yang menunjukkan ekspresi cemberut di atasku.

''Cole, kau kan bisa jalan-jalan sendiri. Aku lagi lelah karena kemarin, apakah kau tak bisa lebih simpati terhadapku?'' tanyaku sambil meregangkan badanku yang masih kaku untuk bangun.

''Aku tahu, Angga. Tapi.. ini pertama kalinya aku memilih ksatria setelah 10 tahun lamanya dan juga kotamu ini terlihat asing buatku jadi untuk saat ini aku belum berani keluar tanpamu.'' jelasnya. Entah kenapa ingin sekali aku memukul kepalanya agar dia tahu bahwa ini kamarku dan aku yang berkuasa tapi aku masih tak berani dengan makhluk yang umurnya lebih tua.. tidak, ralat. Sangat tua dari aku.

''Baiklah. Aku menyerah. Kamu ingin kemana?'' tanyaku, sembari membangkitkan badanku.@

Dia mulai memikirkan tempat mana yang ingin dia kunjungi pertama kali sebelum pertemuan pertama dengan ksatria lain. Tetapi...

''T-terserah. Yang penting kita keluar dari kamarmu dulu.'' rengek dia sambil mendekat kepadaku dengan kepakan sayapnya yang mulai mengenai diriku.

[Sudah kuduga, dia belum ada rencana untuk pergi kemana terlebih dahulu]

''Oke, Fine!'' Aku langsung mengganti bajuku dengan baju casual berwarna hijau dan memasang celana jeansku yang berwarna biru. Segera kulangkahkan kakiku keluar dari rumah sebelum dia merengek lagi.

''Wahh, indahnya.'' kata Cole sambil melihat-lihat suasana yang terpampang jelas di jalan-jalan. Banyak orang lari pagi sambil memakai headset di telinga mereka, anak-anak bermain layang-layang, bahkan beberapa lansia terlihat nyaman duduk di sebuah bangku yang tersedia di pinggir-pinggir jalan yang letaknya beberapa blok dari rumahku.

Bagiku, itu adalah pemandangan yang biasa. Pemandangan yang menipu realita yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan pribadi mereka. Karena dalam realita bisa saja, orang lari pagi itu mendengarkan headset karena bosan mendengarkan pertengkaran orangtua yang selalu saja bikin rusuh didalam rumah. Bisa saja, lansia yang sekarang duduk di bangku itu merenungi kesepiannya karena ditinggal cucunya. Dan juga bisa saja, anak yang bermain layangan tak mempunyai banyak teman sehingga hal yang bisa dia lakukan hanyalah bermain layangan dengan satu-satunya teman yang dia miliki.

''Hidup tak seindah realita, benar begitu kan yang kau pikirkan, Angga?'' ujar Cole sambil menatap mataku yang terlihat bosan dengan suasana palsu yang berada disekitar. Tapi aku juga agak kaget, bagaimana Cole dapat menebaknya, apakah dia--

''Aku tidak bisa membaca pikiran, Angga. Aku hanya menebak isi pikiranmu saja. Menurutmu sudah berapa kali aku dipasangkan dengan seseorang yang mempunyai latar belakang buruk sepertimu?'' sambung Cole sambil mengelilingi sepanjang jalan dengan aku mengikuti dibelakangnya.

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang