*Encounter*

273 45 35
                                    

''Haah..hah..hah,'' Terdengar sekali suara nafasku yang terengah-engah di jalan sempit tempatku berada. Bau sampah yang menyengat disekitar tak membuat langkahku semakin pelan. Dinginnya malam juga tak membuatku berhenti berlari, itu semua karena dibelakangku sekarang terlihat sekali dengan jelas bahwa terdapat dua orang yang masih mengejarku.

Dua orang dengan penampilan seperti preman yang mengejarku saat ini adalah seorang penindas yang terkenal di sekolahku. Mereka berdua secara kebetulan adalah anak direktur perusahaan terbesar kedua di seluruh kota. Sudah banyak laporan buruk mengenai mereka yang sampai kepada kepala sekolah. Tapi kasta dan kekuasaan mengalahkan segalanya. Kedua anak ini tidak pernah mengalami hukuman yang lebih berat dari teguran semata.

Sekolah yang aku tempati bukanlah sekolah yang disubsidi pemerintah melainkan sekolah yang didanai oleh orang kalangan atas. Wajar saja jika didalamnya telah ternodai oleh uang *kotor* yang membuat sistem internal sekolah menjadi tidak adil. Aturan dan larangan yang terpempel di dinding mading, hanya berisi kemunafikan dari sebuah sistem sekolah yang mengaku 'unggul' dalam mencetak insan berpendidikan.

Tak lebih lagi mengenai rahasia yang terdapat didalam sekolah ini. Rahasia itu bukanlah rahasia umum bagi yang menuntut ilmu di sekolah swasta ini. Rahasia itu tak lain dan tak bukan adalah Bullying.

Fakta yang terjadi di lingkungan pendidikan tersebut menyatakan bahwa mereka yang berasal dari kalangan menengah kebawah telah bunuh diri akibat penindasan berlebihan yang dilakukan oleh anak-anak orang kaya.

Banyak sekali yang tertekan akibat kasus bullying tersebut sehingga membuat mereka yang menjadi korban tergoda untuk merencanakan bahkan melakukan aksi bunuh diri. Rumput yang diam di sekolah seakan lebih indah dilihat daripada guru yang diam tak melakukan apa-apa untuk mencegah penindasan yang terjadi disini.

Dan bagiku yang adalah merupakan korban dari mereka, sampai sekarang ini pun masih belum bisa terlepas dari kenyataan.

Para penindas itu memerasku. Bukan hanya aku, tapi kepada semua yang terlihat lemah. Namun kali ini, mereka mencoba memaksaku untuk menyerahkan semua uang yang kumiliki. Namun aku menolak karena di dompetku sekarang ini terdapat uang hasil part-time ku untuk membayar uang sekolah bulan ini.

Dan sampai sekarang, kalian pasti sudah tahu kelanjutannya kan? Mereka mengejarku mati-matian. Tentu saja aku tidak akan menyerahkan uangku! Itu nyawaku untuk tetap bisa bersekolah! Dan, aku tidak mau begitu saja menjadi korban mereka yang selalu tidak berdaya.

Bagi mereka, ini bukan masalah besar namun bagiku ini sangat besar karena jika nanti aku dropout, pekerjaan tetap akan sangat sulit aku dapatkan.

Aku yang masih memikirkan hal ini, langsung saja secara tak sadar terus membawa diriku berlari. Padahal sebelumnya, aku tidak mampu menghindar dari penindasan mereka saja, tubuhku seakan terpaku.

''Hoiii, Angga! Awas kau ya! Jika sampai tertangkap oleh kita, akan kami buat menyesal karena kabur tadi!''

Ancaman dan umpatan yang telah keluar dari mulut mereka keluar dengan sangat kejam dan naif. Namun layaknya bulan, aku hanya terdiam mendengar apa yang mereka katakan, aku sungguh terpaku untuk menghindari mereka dengan terus berlari. Aku dengan jeli mencari jalan kemanapun itu untuk menghindar dari mereka.

Tak lama setelah ku berlari, aku berhasil menghindari mereka. Kegelapan dan kesunyian disekitar telah menyadarkanku, bahwa saat ini aku berada di tempat yang bahkan aku sendiri tak tahu namanya.

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang