Hunt (1)

24 0 0
                                    

"Kelihatannya kita harus berpisah disini, Drew." Radit tersenyum sedih. Dan Drew ingin membantah tetapi terhalangi oleh tangan Radit yang terangkat seakan memberi isyarat untuk berhenti membantah. Mereka berempat baru saja kembali ke markas dari babak keempat yang diadakan. Tentunya, dalam selang beberapa hari atau bahkan bulan, babak kelima akan dilangsungkan dengan segera. Dan kali ini, secara mengejutkan targetnya bukan Neon atau ksatria secara keseluruhan melainkan Radit.

"Ini salahku. Izinkan aku menebusnya." Tatapan mata yang serius membuat Drew menyanggupi permintaan Radit. Dan dengan hati yang berat, Radit menyentuh bahu seorang rekannya untuk membisikan kata-kata di telinganya.

"Maaf, karena tidak bisa membantumu. Semoga kamu berhasil mengalahkan dia." Drew mengangguk dengan meneteskan air mata namun Andini, yang sedari tadi menahan dirinya, tidak kunjung menyerah.

"Aku tidak mau kamu sendiri, Radit! Aku akan menemanimu sampai saat terakhirmu." Rambut sebahu berwarna cokelat membuat senyum Andini memberi Radit rasa aman. Ia bersyukur Andini menemaninya. Tapi—

"Aku tidak peduli kamu berkata apa, yang pasti aku akan tetap bersamamu!" Andini memeluknya, membuat Radit memerah. Tidak tahu harus berbuat bagaimana sedangkan Tama memotret keduanya dan suara jepretan kamera membuat Radit menoleh.

"Oi, Tama!" Serasa bagaikan keluarga, Radit berharap ia dapat bertemu dengan keluarganya nanti. Ia menarik gelang miliknya sebelum melepaskan, bukan untuk rasa sakit melainkan mengingatkan bahwa ini bukanlah mimpi.~


Find the guarded piece of knight's protector and destroy it. For thou who succeed, can enter the next round.

Angga membaca dengan keras dan melihat Nathan memegang dagu seperti memikirkan maksud dari babak kali ini.

"Sepertinya, aku tahu maksud babak ini, Angga." Ia melirik ke Angga. "Namun kau harus ingat, dalam dark game tidak ada yang namanya kawan atau lawan. Kecuali aku."

"Tentu saja." Angga mengangguk, namun Nathan tampak enggan memberitahunya akan tujuan dari babak ini. Terkadang ia bersyukur terhadap kebodohan Angga dan terkadang ingin saja ia mencekiknya karena tidak memahaminya.

"Jadi apa maksudnya babak kali ini? Aku sungguh tak paham." Angga berusaha meraba maksud perkataan Nathan, dan sia-sia nampaknya.

"Radit."

"Apa?" Angga terlihat tak percaya.

"Kita harus membunuh pelindung Radit." Cole beserta kedua penjaga masuk seakan tahu ini akan menjadi pembicaraan serius.

"Akan kujelaskan, Nathan." Cole menyela sembari hinggap di bahu Angga.

"Selain tiga kekuatan yang diberikan penjaga pada ksatria, terdapat satu kekuatan spesial yang dimiliki khusus oleh penjaga dan boleh digunakan oleh ksatria. Tanpa syarat apapun selama penjaga memperbolehkan memakainya." Ia melihat Angga mengangguk sebelum meneruskan.

"Dan kamu tahu, Radit memiliki pelindung, bukan? Pelindung itulah yang menjaga Radit atau lebih tepatnya jiwa Radit. Jiwa itu membentuk sebuah aksesoris dan/atau barang." Cole menghentikan dan melihat ekspresi Angga berubah lebih gelap. Ia menatap tajam Cole seakan ingin penjelasan.

"Jadi, babak kali ini menginginkan kita mengeliminasi Radit?!" Tidak ada suara yang berani menanggapi Angga, bahkan Cole ragu-ragu untuk membalas Angga. Dan Angga pun berlari keluar dari rumah, menuju sebuah tempat dimana Radit berada atau lebih tepatnya dia tinggal.

'Dasar, Rayn. Akan kubunuh dia jika berani menyentuh, Radit.' pikir Angga, yang mengepalkan tangan. Ia berlari melewati taman kanak-kanak yang sangat sepi, ia merasakan suatu aura yang familiar. Radit.

"Radit!" Figur itu menoleh diikuti seorang perempuan yang bernama Andini. Radit yang duduk di sebuah ayunan, menghentikan kakinya dan tersenyum. Angga membalas dengan senyuman sedih.

"Lama tak jumpa, Angga..."

Dengan langkah yang kaku, Angga berdiri didepan Radit. Membuat temannya menatap keatas, pada mata milik Angga sendiri. Yang tersirat oleh kesedihan.

*Bruk*

Angga terdorong ke belakang, dan terjatuh. "Ouch! Apa yang kaulakukan, Radit?!"

"Matamu menyeramkan. Jika bertemu denganku minimal tunjukan wajahmu yang biasanya." Radit menatap serius dan membuat ksatria yang dipilih oleh Phoenix membalasnya dengan anggukan pelan.

"Cepat atau lambat, ini akan terjadi, Angga." Ia membalas dengan senyuman kecil. Ia akui sedikit terkejut dengan takdir yang mempertemukan mereka seakan mereka berdansa dalam genggaman tangannya.

"Ini juga bagian dari kesalahanku karena membiarkan ini terjadi."

"Tapi..."

"Lupakan saja. Lagian kita bukanlah teman." ujar Radit, mengetahui konsekuensi dari ucapannya. Namun hal itu memberi efek yang berbeda pada Angga.

"Kita memang bukan teman. Tapi kita rival, bukan?" Radit bingung dan mulai memahami maksud perkataan Angga. Ia tertawa kecil.

"Benar juga." Ia memberi senyum terlebarnya sebelum bangkit.

"Jika memang begitu, aku akan memberi panggung yang terbaik untuk kita. Panggung dimana kita menunjukkan hasil yang terbaik pada akhirnya." Ia berjalan dan menjulurkan tangannya, dan dibalas oleh Angga.

"Aku tunggu nanti." Sedih bercampur suatu perasaan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Hubungan yang berbeda disatukan oleh hubungan yang terjalin antara penjaga Radit dan penjaga Angga.

Keduanya berharap untuk yang terbaik. Radit bersama Andini perlahan meninggalkan Angga membawa rivalitas keduanya ke tahap akhir.

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang