Invitation

30 8 0
                                    

"Angga, babak kedua akan dimulai. Apa yang akan kaulakukan selanjutnya?" kata Cole sambil menikmati cheesecake. "Kau bahkan belum membuka kekuatan keduamu."

Angga terlihat sedang memikirkan sesuatu dengan membawa cangkir berisikan kopi hitam di tangan kanannya.

"Angga?!" kata Cole sedikit menaikkan suaranya.

"I-iya, Cole?" Angga kaget dengan nada tinggi dari temannya itu.

"Kau memikirkan apa?"

"Aku hanya penasaran. Kenapa Rayn memulainya baru sekarang? Apakah ada sesuatu yang memicu babak kedua?" Cole terkejut mendengar pertanyaan yang cukup cerdas dari Angga.

"Haha~ kukira kau tidak pintar sama sekali. Ternyata kau berpikir hampir sama denganku. Menurut perkiraanku, mungkin ini karena banyak ksatria yang telah membuka kekuatan keduanya, Angga."

"Hah? Hanya itu?" Cole mengangguk.

"Itu bukti bahwa ksatria yang terpilih tidak ada kesulitan dalam membasmi Neon. Dan Rayn pasti akan mencari cara untuk mengeliminasi semua."

"Hmm..." Keduanya terdiam, tidak tahu apa yang akan terjadi pada babak kedua nantinya.

~*~
Sementara itu...

Radit bersama dengan Kirin yang baru sampai di kamarnya dalam rumah sakit, melihat Tiana sedang duduk dan menikmati pemandangan bintang.

"Tiana? Kok—"

"Tidak apa-apa, Radit. Aku sudah memeriksa barusan dan dokter yang jaga malam sedang tertidur saat ini," kata Tiana dengan santai.

"Oh iya, tadi aku mendapat surat yang tiba-tiba ada disamping tanganku." Tiana menyondor kan surat tersebut sebelum akhirnya diambil oleh Radit.

"Ini kan—?!"

Kepada Radit...
Ksatria pilihan dari guardian Kirin.

Dengan hangat, kami sampaikan bahwa babak kedua akan segera dimulai. Pertemuan akan diadakan dua minggu dimulai dari diterimanya surat ini.

Sekian.

"Tiana, kelihatannya aku harus mengganti rencana." Tiana bingung dengan perkataan Radit yang tiba-tiba. Sementara Radit berpikir keras apa yang akan terjadi pada babak kedua nantinya.

"Radit, sebenarnya aku ingin bertanya. Untuk apa kau berpura-pura mati segala hanya untuk menipu Angga dan Cole?" Radit mengangkat kepalanya dan melihat wajah tenang Tiana.

"Jujur saja, Tiana. Aku merasa malu dengan Angga," Tiana terlihat mencoba mengerti maksud Radit.

"Padahal aku seharusnya dapat membantunya melawan Neon bersama dirinya tetapi aku malah dengan mudahnya dirasuki." jelas Radit sambil menahan air matanya untuk keluar.

Tiana, melihat Radit yang memendam semua nya langsung memeluknya. Dan tak lama kemudian, Radit mulai menangis di bahu seorang senior yang selalu bersamanya bahkan disaat ia pertama kali bertemu dengannya. Suara tangisan yang terdengar di kamar yang tertutup oleh rahasia

"Radit, aku yakin Angga tidak merasa seperti itu. Kau tahu, kan?" Radit menggeleng pelan.

"Kau kan tahu bahwa saat itu kau juga melawan Neon dari dalam dirimu sendiri. Itu bukanlah hal mudah, Radit." kata Kirin mendukung pernyataan Tiana.

"Tapi seharusnya aku dapat melakukan hal yang lebih." jawab Radit dengan tangannya yang memeluk erat tubuh Tiana.

"Pertanyaanku padamu hanya satu, Radit. Apa kau sudah berusaha maksimal?" Radit tidak paham dengan pertanyaan Tiana.

"Disaat kau dirasuki, apa kau sudah berusaha dengan keras melawan Neon?" Dia menganggu
kan kepala dan mulai mengangkat kepalanya.

"Berarti perjuanganmu tidaklah sia-sia. Dan seingatku jika kau tidak meminta bantuan Angga, kemungkinan korban akan semakin banyak berjatuhan. Jadi, kau haruslah bangga." Tiana mengusap kepala Radit sambil menatap teman yang sudah ia anggap sebagai
adik. Kirin yang melihat suasana antara Radit dan Tiana hanya dapat tersenyum. Kepercayaan yang Radit berikan bukanlah sesuatu yang naif melainkan kepercayaan yang dibuktikan dari perbuatan semua orang yang pernah bertemu dengannya. Ia tidak meragu kan lagi bahwa Radit memang pantas untuk jadi ksatrianya. Dan Kirin marah kepada diri sendiri karena meragukannya sedikitpun.

Dibawah sinar bintang-bintang, terlindungi gelapnya malam. Sepasang teman yang telah menjalin hubungan menyadari bahwa hidup tidak dapat dijalani sendirian. Dan Radit baru sadar akan hal itu.

Selagi Radit mencoba mengusap air mata, ia menatap langit berbintang mengikuti Tiana. Dia membisikkan kata kepada Tiana.

"Terimakasih, Tiana."



To be continued!

***
A/N : hah~ finally! Capek banget harus fokus update cerita yang sudah lama terlupakan. Haha~ maafkan. Anyway, don't forget to vote, comment and share ya!

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang